Sudah bertahun-tahun dan istilah tunggal guru aja padu (satu guru jangan berseteru) seperti tak berlaku bagi dua perguruan silat tua asal Madiun, Jawa Timur: Persaudaraan Setia Hati Winongo (PSHW)—selanjutnya kita sebut saja SH Winongo—dan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT).
Meski sanad keguruannya sama, tapi keduanya sering terlibat perseteruan. Lingkaran setan yang tak putus-putus hinga sekarang. Keduanya menjadi musuh bebuyutan.
Dulu, perseteruan tersebut seolah dipupuk sejak dini. Bara api permusuhan disulut dengan klaim siapa paling tua dan layak melabeli diri sebagai Persaudaraan Setia Hati (SH).
Dulu, klaim-klaim itu berhasil memacu adrenalin untuk saling gepuk. Karena masing-masing membawa klaim kebenarannya sendiri. Tapi sekarang, ada beberapa anggota—baik di SH Winongo maupun PSHT—yang merasa lelah dan resah dengan perseteruan tanpa ujung ini.
Anggota SH Winongo hanya ingin silat dengan damai
Jika diminta untuk mengurai apa akar masalahnya, Widadi* (25), bukan nama asli, mengaku betul-betul bingung. Anggota SH Winongo yang kini berdomisili di Ponorogo itu hanya mengaku lelah dengan perseteruan dengan PSHT yang notabene-nya—menurutnya—adalah saudara sendiri.
“Cuma bertahun-tahun kan yang jadi masalah kalau nggak saling merusak tugu ya labrak-labrakan. Alhasil aliran dendamnya terus mengalir,” ujar Widadi kepada Mojok, Sabtu (27/7/2024) malam WIB.
Intensitas perseteruan antara SH Winongo dan PSHT sejauh pengamatan Widadi sebenarnya sudah mulai turun dalam dua tahunan terakhir. Terlebih pada Juli 2023 silam sempat ada deklarasi damai antara SH Winongo dan PSHT di Ponorogo dan Blitar, demi menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif.
Hanya saja di level akar rumput, Widadi masih melihat adanya kerentanan gesekan antar dua perguruan silat tersebut. Sebab, di lingkungan Widadi sendiri, ia masih menemui ada kalangan muda yang masih memendam seteru dengan perguruan silat lain.
“Kalau aku, sudah harus diakhiri. Bener-bener damai. Karena kita berasal dari guru yang sama,” tutur Widadi.
SH Winongo dan PSHT tidak ada yang lebih tua
Salah satu narasi yang kerap terbawa dalam perseteruan adalah klaim siapa perguruan silat paling tua.
Merangkum dari laman resmi SHTerate, cikal baka lahirnya SH Winongo dan PSHT adalah dari sosok pendekar bernama Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo alias Eyang Suro. Ia mendirikan perguruan silat bernama Persaudaraan Setia Hati (PSH) pada 1917 yang berbasis di Winongo, Madiun.
Seiring waktu, murid Eyang Suro bernama Ki Hadjar Hardjo Oetomo mendirikan perguruan silat sendiri bernama Setia Hati Pemuda Sport Club (SH PSC). Persisnya pada 1922. SH PSC lalu berganti nama menjadi PSHT pada 1948 di era kepemimpinan RM Soetomo Mangkoedjojo dan melebarkan sayap hingga ke berbagai daerah di luar Madiun.
Ketika PSHT eksis, sebenarnya PSH di Winongo masih aktif. Sampai akhirnya pada 1966, murid Eyang Suro yang lain (Raden Djimat Hedro Soewarno) mendirikan PSHW.
“PSHT merasa paling tua karena secara organisasi lahir lebih dulu. Sementara SH Winongo merasa paling tua karena ruhnya adalah ruh Winongo, cikal bakal dari PSHT,” beber Widadi.
Tapi ia sendiri berpendapat bahwa keduanya tidak ada yang lebih tua. Karena berasal dari ruh dan guru yang sama.
Baca halaman selanjutnya…
Warga bocil sok jagoan jadi pemicu perseteruan
Jangan buru-buru mengangkat warga
Mojok juga berbincang dengan Adri (21), warga PSHT asal Nganjuk, Jawa Timur. Menyikapi perseteruan antara PSHT dan SH Winongo, ia mengajukan opsi agar pengangkatan warga (setara guru)—khususnya di PSHT—lebih diperketat.
Sebab, sepengalaman Adri d PSHT tempatnya menimba ilmu, usia 15-an tahun sudah bisa menjadi warga. Bagi Adri, umur tersebut sebenarnya masih belum siap untuk menjadi warga.
“Kalau ngomomg jurus mungkin sudah menguasai. Tapi kematangan mental masih jauh. Egonya masih tinggi, masih emosional. Itu yang berbahaya,” ungkap Adri, Jumat (26/7/2024) siang WIB.
Alhasil, muncul rasa sok jagoan. Hasrat untuk adu kekuatan cenderung tinggi. Perseteruan antar perguruan silat, termasuk ke SH Winongo, bisa terjadi karena hal tersebut.
Pendapat serupa pun pernah diungkapkan oleh R. Agus Wijono Santosa yang menduduki posisi Ketua Umum Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo pada 2021 silam. Ia menyebut perseteruan terjadi hanya di level murid akar rumput. Sementara di level atas sebenarnya adem ayem.
“Di Madiun ini ada sekitar 14 perguruan dan sebetulnya kami para ketua juga tidak pernah bermasalah. Kami sering duduk bersama, ngopi. Pokoknya tidak ada masalah,” ujarnya dalam momen wawancara bersama Vice.
Termasuk Adri sendiri mengaku di level seusianya saat ini cenderung tidak ada masalah. Ia bahkan memiliki banyak teman dekat dari SH Winongo. Yang sering bergejolak justru adik-adiknya.
“Sudah saatnya fokus prestasi. Karena kalau perseteruan terus dipupuk, perguruan silat kita makin tercoreng. Makin nggak ada yang minat. Karena orang tua pun pasti melarang anaknya untuk masuk perguruan silat yang punya sepak terjang suka rusuh di jalanan,” tutup Adri.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA: Pahitnya Jadi Anggota Banser, Tulus Berbuat Baik dan Tak Rugikan Orang tapi Kerap Dicaci Maki
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.