Perantau Madura dalam Catatan Orang Surabaya: Tangguh, Tapi Ada Satu Hal yang Perlu Diperhatikan Jika Merantau ke Daerah Orang

Perantau Madura dalam Catatan Orang Surabaya MOJOK.CO

Ilustrasi perantau Madura. (Ega Fansuri/Mojok.co)

“Pergilan ke belahan dunia manapun, di sana pasti ada orang Madura”. Kira-kira begitulah anekdot di kalangan orang Surabaya untuk merespon fenomena perantau Madura yang tersebar di berbagai daerah, dari pulau Jawa, Papua, Kalimantan, bahkan di Arab Saudi pun ada loh perantau Madura.

Surabaya sendiri menjadi salah satu daerah dengan jumlah perantau Madura yang cukup besar. Tentu tak heran. Mengingat, Surabaya adalah kota besar yang bersebarangan persis dengan pulau berjuluk Pulau Garam tersebut.

Lebih-lebih sejak 2009 Surabaya dan Madura bisa terhubung secara langsung dengan Jembatan Suramadu, yang memudahkan akses mobilitas dari Madura ke Surabaya dan juga sebaliknya.

Di Surabaya, hampir setiap daerah pasti dihuni oleh perantau Madura. Terutama yang paling banyak yakni di daerah-daerah di Surabaya Utara. Di Surabaya sendiri, perantau Madura umumnya bekerja sebagai pedagang (membuka warung dan toko kelontong), tukang pangkas rambut, hingga sektor parkir pun mereka kuasai.

Atas fenomena tersebarnya perantau Madura di berbagai daerah tersebut, serta bagaimana mereka menyasar sektor-sektor yang saya sebut di atas sebagai upaya bertahan hidup, Antropolog UNAIR Surabaya, Dr. Mohammad Adib memberi komentarnya seperti yang Mojok kutip dari website resmi UNAIR Surabaya.

Perantau Madura vs perantau Minang

Menurut Adib, orang Madura adalah salah satu suku di Indonesia yang memang terkenal dengan budaya merantaunya. Tak kalah dari Minang yang juga terkenal sebagai suku perantau.

Hanya saja, Adib menyebut ada perbedaan yang cukup mencolok antara perantau Madura dengan perantau Minang.

Bagi orang Minang, laki-laki rasanya kurang paripurna jika belum merantau ke luar daerah. Hal tersebut lantaran orang Minang menganut sistem matrilineal. Yakni adat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu (tidak punya hak warisan). Jadi orientsi utamanya lebih ke persoalan jati diri.

Sedangkan perantau Madura melanglang buana ke berbagai daerah tidak lain adalah dengan orientasi ekonomi.

“Mereka (perantau Madura) merantau karena mencari jalan hidup yang lebih sejahtera,” ungkap Antrolog UNAIR Surabaya tersebut.

Tanah Madura tak bisa diandalkan

Kata Adib, ada alasan kenapa orang Madura lebih memilih memburu kesejahteraan di daerah lain. Persoalan pertama, tanah di Madura tidak bisa jadi harapan untuk sektor pertanian karena sangat sulit ditanami.

Menyadari pertanian tak akan mampu menghidupi mereka, maka para perantau Madura itu pun kemudian berburu rezeki di daerah-daerah lain.

“Faktor ekologi seperti tanah yang tidak subur itulah yang memaksa mereka untuk merantau mencari mata pencaharian di daerah lain,” beber Adib.

Persoalan kedua, kuantitas atau jumlah orang Madura tidak berimbang dengan luas Pulau Madura itu sendiri. Populasi yang besar membuat Madura terasa sesak. Sehingga, terang Adib, sebagian besar orang Madura memilih keluar: merantau.

“Tapi tak serta-merta Suku Madura saja yang merantau karena wilayah tak mencukupi. Ini juga berlaku bagi semua suku yang kuantitasnya banyak,” tutur dosen Etnografi Madura UNAIR Surabaya tersebut.

Baca halaman selanjutnya…

Perantau Madura harus tingkatkan skill

Saran orang Surabaya untuk perantau Madura

Lebih. lanjut, Adib selaku Antropolog UNAIR Surabaya memberi saran terkait hal penting yang harus jadi perhatian perantau Madura.

Dari pengamatan Adib, perantau Madura mayoritas bekerja di sektor ekonomi informal. Dari buka warung hingga jadi tukang parkir. Maksudnya, pekerjaan-pekerjaan yang orientasinya tenaga kasar tanpa ijazah sekolah apalagi kuliah.

Menurut Adib, hal tersebut terjadi lantaran permasalahan tingkat pendidikan sebagian besar perantau Madura.

“Pendidikan masyarakat Madura itu terbatas. Maka pekerjaan apa saja mereka lakukan. Terutama pekerjaan fisik seperti buruh pabrik,” ungkap Adib.

“Sejarahnya pada zaman Belanda, mereka (orang Madura) direkrut untuk kerja di pabrik gula,” tambah dosen UNAIR Surabaya itu.

Namun, Adib menilai bahwa orang Madura punya potensi besar untuk bekerja di sektor-sektor formal. Sebab, tidak sedikit kok orang-orang Madura yang sukses di sektor tersebut. Misalnya yang paling kentara adalah sosok Mahfud MD.

Bahwa orang Madura adalah orang-orang tangguh dalam memperjuangkan kesejahteraan hidup memang iya. Sebab, dari sektor apapun akan mereka sulap jadi sumber uang. Namun, bagi Adib, akan potensi orang Madura (dan suku manapun) akan semakin berkembang jika memberi perhatian secara khusus terhadap sektor pendidikan.

Oleh karena itu, kesadaran akan pendidikan harus ditingkatkan. Tidak hanya bagi orang Madura saja, tapi juga oleh seluruh masyarakat Indonesia.

“Tingkatkan pendidikan. Utamakan pendidikan, membongkar kultur informal. Merantaulah dengan skill, tidak hanya sebagai tenaga kasar,” tegas Adib.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA: Kos di Surabaya Mengerikan, Maling Motor “Dipersilakan” Nyolong Begitu Saja

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version