Bagi banyak orang, Jurusan Ilmu Ekonomi memang menjanjikan. Bahkan ada yang sampai menyebutnya “jurusan sultan” karena ketika lulus, sudah ada pekerjaan dengan gaji besar yang menanti.
Maka tak heran, Ilmu Ekonomi masuk ke dalam salah satu jurusan dengan prospek tinggi. Gampang dapat kerja, digaji tinggi, sampai karier yang cemerlang, adalah sesuatu yang terus dibayangkan ketika lulus dari jurusan ini.
Namun, bagi Rio (25), kuliah di jurusan itu itu tak selamanya enak. Bahkan, ada kalanya malah berujung penyesalan. Sebab, sudah kuliah mahal-mahal, ngejar IPK yang menawan, malah berujung susah cari kerjaan.
“Ini membuktikan kalau apa yang ditulis Google itu nggak selalu benar. Sebab, aku memilih jurusan ini karena di Google, dibilangnya menjanjikan gaji besar,” ujar Rio, Selasa (24/6/2025).
Lebih percaya Google ketimbang guru BK
Ada alasan mengapa Rio pada akhirnya ngebet buat masuk Jurusan Ilmu Ekonomi. Kata dia, jurusan ini disebut-sebut menawarkan prospek kerja yang cerah di masa depan.
Ketika lulus SMA pada 2018 lalu, ia kerap berkonsultasi dengan guru BK-nya terkait jurusan kuliah yang cocok untuknya. Jujur saja, meskipun eligible SNBP (SNMPTN), dirinya masih bingung menentukan jurusan kuliah yang akan dipilih.
Kata dia, kala itu guru BK menyarankannya untuk mengambil jurusan yang dikuasainya. Paling tidak itu termanifestasi dari nilai rapotnya selama SMA. Jurusan yang direkomendasikan, ingat Rio, seperti Bahasa Indonesia, Bimbingan Konseling (BK), dan Psikologi.
“Tapi aku nggak puas sama jawaban-jawaban mereka. Selain aku nggak suka juga, kelihatannya itu jurusan-jurusan yang nggak menjanjikan di masa depan,” ungkapnya.
Ia pun pada akhirnya “meminta bantuan” Google untuk menentukkan pilihan. Saat itu, Rio mencari tahu rekomendasi jurusan dengan prospek kerja tinggi. Beberapa di antaranya ia pertimbangan, sebelum akhirnya menentukan pilihan di Jurusan Ilmu Ekonomi.
Masuk Jurusan Ilmu Ekonomi easy, tapi biaya kuliah tinggi
Pada 2018 lalu, Rio lolos ke Jurusan Ilmu Ekonomi salah satu PTN via jalur SNBT. Hal itu di luar dugaannya. Ia mengaku kalau nilai Ekonominya selama SMA saja pas-pasan. Nggak bagus-bagus amat.
“Makanya senang sekaligus kaget juga waktu pengumuman SNMPTN diterima,” katanya.
Baginya, kelolosan kuliahnya waktu itu amat easy. Tanpa bermaksud merendahkan mahasiswa lain yang lolos SNBT, ia menyebut “lolos tanpa perlu keluar keringat”.
Sialnya, meski lolos kuliah secara easy, biaya kuliahnya itu lumayan tinggi. Setelah mengisi form penghasilan orang tua dan sebagainya, Rio mendapatkan UKT golongan 5. Nominalnya Rp4,8 juta. Angka itu tidak sedikit untuk ukuran anak dari pegawai swasta sepertinya.
“Ortu dibilang miskin Alhamdulillah enggak. Tapi kalau mau disebut kaya ya masih jauh lah. Jujur rasanya berat banget kena UKT hampir 5 juta.”
Lulus mudah dari Jurusan Ilmu Ekonomi, bahkan predikat cumlaude
Meski cari rekomendasinya modal Google, dan ilmunya pun nggak tahu menguasai, Rio menjalani kuliahnya secara lancar. Ia mengaku tak mengalami banyak masalah.
Misalnya, kesulitan mencerna materi perkuliahan, masalah di luar kampus yang bikin kuliahnya molor, atau drama sepanjang skripsi yang kerap dialami mahasiswa.
Baginya, masalah paling nyata hanya terjadi ketika bimbingan skripsi karena waktu itu bersamaan dengan Covid-19. Ia menjalani bimbingan secara daring, oleh dosen yang sedikit gaptek dan kurang piawai mengoperasikan tools video telekonferensi.
“Tapi pada akhirnya lancar-lancar saja. Lulus tepat waktu,” ujarnya. “Cuma wisudanya daring sih, jadi vibes-nya kurang dapet,” imbuhnya.
Bahkan, tak sekadar lulus tepat waktu, IPK-nya pun tinggi, yakni 3,6. Dengan demikian, ia mendapat predikat cumlaude dari Jurusan Ilmu Ekonomi di PTN tersebut. Sebuah prestasi yang membanggakan bagi mahasiswa yang membanggakan untuk mahasiswa yang bahkan memilih jurusan itu modal rekomendasi Google.
Baca halaman selanjutnya….
Cari kerja tak semudah omongan Google. Malah nganggur setahun.
Tapi, cari kerja tak semudah perkataan Google
Sialnya, apa yang dibilang Google “jurusan dengan jaminan prospek kerja tinggi” nyatanya tak ia rasakan. Lulus kuliah setelah kondisi negeri porak poranda karena Covid-19, bikin Rio susah dapat kerja.
Meskipun lulus pada pertengahan 2022, hingga akhir 2023 pun ia masih juga belum dapat kerja. Kalau dihitung, artinya dia nganggur selama satu setengah tahun.
“Itu merasakan banget gimana susahnya cari kerja. Di kota-kota besar beritanya cuma soal PHK, nggak ada berita bagus waktu itu,” ujarnya.
Semua kanal sudah ia coba. Mulai dari mendaftar via platform lowongan kerja, cari info di media sosial, hingga tanya teman. Namun, jawaban selalu sama: “nggak ada lowongan kerja”.
Alhasil, untuk mencukupi kebutuhannya, Rio terpaksa “berpangku tangan” ke orang tuanya. Meski sudah tak kuliah, ia masih dijatah uang saku bulanan. Kalau dibilang malu, jelas itu memalukan. Namun, ia mengaku tak punya pilihan karena kondisi ekonominya memang sulit.
“Aneh aja sih. Lulusan Jurusan Ilmu Ekonomi, tapi perekonomian sulit.”
Sekalinya dapat kerja, gajinya tidak seberapa
Setelah lama menganggur, sejak Februari 2024 lalu, Rio resmi kerja di sebuah startup sebagai call center. Namun, lulusan Jurusan Ilmu Ekonomi ini mengaku, secara gaji masih termasuk kecil.
“Memang di atas UMR. Tapi kepala 3 saja tidak sampai,” kata dia.
Apalagi, ia harus ngekos, jauh dari rumah sehingga perlu pengeluaran tambahan. Kalau boleh jujur, kata dia, hidupnya serba pas-pasan. Senang-senang cuma bisa dilakukan paling mentok seminggu setelah gajian. Sisanya, menahan diri biar tidak kelaparan.
“Ketipu Google dah. Bilangnya prospek kerja tinggi gaji tinggi, ternyata ekspektasiku aja yang ketinggian,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Getirnya Kuliah di Jurusan Akuntansi karena dari Keluarga Kurang Mampu, Akhirnya Kerja Jadi Pemulung dan Cumlaude atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.
