Kemalangan Penjual Bakso Malang Dekat UNY: Pernah Jadi Supervisor Bergaji Besar, Tapi Hidupnya ‘Jatuh’ Gara-Gara Carok

Kemalangan Penjual Bakso Malang Dekat UNY: Pernah Jadi Supervisor Bergaji Besar, Tapi Hidupnya ‘Jatuh’ Gara-Gara Carok.MOJOK.CO

Cerita Kemalangan Penjual Bakso Malang Dekat UNY: Pernah Jadi Supervisor Bergaji Besar, Tapi Hidupnya ‘Jatuh’ Gara-Gara Carok (Mojok.co)

Di bawah rindangnya pepohonan yang berjajar di Jalan Flamboyan, Condongcatur, Jogja, sebuah gerobak bakso Malang sederhana terparkir. Aroma kuahnya menyeruak, menarik perhatian pelajar yang lalu lalang. 

Di jalan dekat Fakultas Teknik UNY itulah saya bertemu Herman (41), penjual bakso yang ternyata menyimpan kisah hidup penuh liku. Dulunya, Herman adalah seorang supervisor perusahaan farmasi dengan gaji besar. 

Sayangnya, sebuah tragedi memilukan membuatnya kehilangan kemewahan masa lalunya itu. Ia kini menjadi penjual bakso Malang, sebuah pilihan hidup yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Fase jatuh yang tak terduga

Herman lahir di Jember, Jawa Timur. Namun, ia tumbuh dan besar di Malang. Di kota ini juga Herman menyelesaikan studi S1 Administrasi Niaga Universitas Merdeka (UNMER) Malang. Ia memulai karirnya di industri properti dan otomotif, sebelum akhirnya menemukan jalan suksesnya di perusahaan farmasi. 

Selama lebih dari satu dekade, ia meniti karir di bidang tersebut. Mulai dari posisi sebagai salesman hingga mencapai puncak sebagai supervisor. Kehidupannya kala itu terbilang cukup stabil dan makmur. 

Herman adalah sosok yang disegani di tempat kerja. Dengan gaji sekitar 10 juta rupiah per bulan, ia mampu menghidupi keluarganya dengan baik.

Sialnya, hidup tak selalu berjalan sesuai rencana. Di antara bawahannya, Herman menghadapi seorang salesman yang mulai menantang otoritasnya. Pertikaian mereka terus memanas, bukan soal pekerjaan semata, melainkan soal harga diri yang terus-menerus. 

Selama hidup di Malang, Herman akrab dengan teman-temannya yang merupakan orang Madura. Bahkan soal budaya, ia punya mengklaim kalau “adat Madura sudah mengakar di hati”.

Alhasil, ketika permasalahan tadi menemui kebuntuan, Herman pun memilih jalan sesuai tradisi orang Madura: Carok. Tradisi ini berupa duel mematikan dengan senjata tajam sebagai cara penyelesaian masalah yang menyangkut harga diri. 

Pada satu titik, terjadi yang memuncak berubah menjadi tragedi. Di tengah panasnya emosi, nyawa seorang salesman melayang di tangan Herman, sebuah perbuatan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Saat itu, Herman tahu hidupnya takkan pernah sama lagi. Dunia yang ia bangun selama bertahun-tahun runtuh dalam hitungan detik. Ia ditangkap, diadili, dan dijatuhi hukuman 22 bulan penjara.

Jeruji besi yang mengubah hidupnya

Penjara bukan sekadar tembok dan jeruji, tetapi juga tempat di mana Herman menemukan dirinya kembali. Di dalam dinginnya kehidupan lapas, Herman memang “aman” dari dunia luar. Namun, di sanalah ia risah dengan nasib istri dan dua anaknya yang masih kecil. 

Setiap hari di dalam tahanan adalah hari yang penuh dengan penyesalan. Bukan hanya karena perbuatannya, tetapi karena tanggung jawab yang tertinggal.

“Aku harus bangkit, demi mereka,” gumam Herman setiap kali pikirannya melayang pada wajah-wajah yang ia cintai. 

Keluarganya adalah jangkar, penopang harapannya untuk bertahan. Herman menjalani hari-harinya di penjara dengan keyakinan bahwa suatu hari nanti, ia akan kembali ke dunia luar dan memperbaiki hidupnya.

Hidup harus terus berjalan meskipun sudah tak sama lagi

Setelah menjalani masa tahanan yang dipotong beberapa bulan, Herman akhirnya dibebaskan. Namun, kebebasan ini tak serta-merta menghapus masa lalu. Hidupnya di luar penjara penuh dengan tantangan baru. 

“Stigma sebagai mantan narapidana jelas bikin saya sulit diterima di masyarakat,” sesalnya.

Lamaran pekerjaannya sering ditolak karena status SKCK-nya yang bermasalah. Dunia yang dulu menerima Herman dengan tangan terbuka, kini berbalik menjadi penghalang.

Selama tiga bulan, Herman berjuang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Untungnya, keluarganya tetap berdiri di sisinya, memberikan dukungan tanpa henti. 

“Mereka tak peduli dengan apa yang terjadi di masa lalu. Hanya berharap supaya saya bisa bangkit kembali.”

Bakso Malang adalah jalan menuju kebangkitan

Menyadari bahwa mencari pekerjaan di dunia korporat kini bukan lagi pilihan yang realistis, Herman memilih jalan wirausaha. Ia memutuskan untuk mulai dari nol lagi dengan berjualan bakso Malang. 

Pilihan ini bukan tanpa alasan. Herman tahu, dengan modal kecil dan pengalaman yang minim, ia bisa memulai usaha yang sederhana namun berpotensi menghasilkan.

“Kalau aku tak bisa kembali ke dunia lama, aku akan menciptakan dunia baru,” ujarnya.

Dengan gerobak bakso yang ia dorong di sekitaran Jalan Flamboyan, Herman menyajikan mangkok-mangkok bakso hangat kepada mahasiswa, dosen, dan warga sekitar. 

Meski kini jauh dari gemerlap seperti dulu, Herman menemukan kebahagiaan sederhana dalam usahanya ini. Setiap mangkok bakso yang ia buat adalah wujud dari kerja keras, ketekunan, dan keinginannya untuk bangkit.

Harapan untuk masa depan

Herman sadar bahwa masa lalunya kelam. Namun, ia juga tahu bahwa masa depan adalah halaman kosong yang siap ia isi dengan cerita baru. 

Baginya, bakso bukan sekadar makanan yang ia jual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi juga simbol perjuangan dan kebangkitannya. Setiap mangkok yang ia hidangkan adalah langkah kecil menuju harapan besar.

“Aku dulu pernah sukses, dan aku percaya aku bisa lebih dari itu,” kata Herman dengan senyum optimis. 

“Ini permulaan baru, dan aku yakin suatu saat nanti, aku akan kembali berjaya, mungkin bukan sebagai supervisor, tapi sebagai pengusaha yang sukses.”

Kini, di bawah naungan pepohonan Jalan Flamboyan, gerobak bakso Herman berdiri kokoh, seperti tekad pria di belakangnya. Kisah hidup Herman adalah bukti bahwa seberat apa pun masa lalu, selalu ada harapan untuk masa depan. 

Penulis: Boby Adiputra Rajagukguk

Editor: Ahmad Effendi

Liputan ini diproduksi oleh mahasiswa Magang Jurnalistik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta periode September 2024.

BACA JUGA Bakso Jogja Sulit Memenuhi Standar Enak Lidah Orang Malang

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version