Masih ada orang baik di Surabaya. Salah satunya pemilik kos saya, yang dengan baik hati merelakan para penghuni kosnya nunggak bayar sewa. Kebanyakan penghuni kos di Surabaya ini adalah mahasiswa penerima beasiswa KIP Kuliah yang memang struggle di perantauan.
***
Hampir empat tahun saya merantau di Surabaya. Sejak diterima di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya pada 2021 lalu, saya memutuskan untuk meninggalkan kota kelahiran, Nganjuk.
Makin hari, saya merasa kalau merantau itu berat dan menyiksa. Apalagi bagi seorang mahasiswa penerima beasiswa KIP Kuliah seperti saya. Sebab, saya hanya mengandalkan uang beasiswa yang turunnya sering kali seret sebagai bekal hidup di kota orang.
Sebenarnya, saya bisa saja meminta uang kepada orang tua di rumah. Namun, saya tak tega karena paham keadaan ekonomi di rumah pasti juga lebih sulit.
Alhasil, saya harus pintar-pintar putar otak untuk bertahan hidup di Surabaya. Termasuk mencari kos di Surabaya yang harganya terjangkau. Sayangnya, itu tak semudah yang dibayangkan.
Pada Maret 2023, saya memilih hengkang dari kos yang lama. Uang KIP Kuliah yang belum cair jadi alasannya. Sementara saat itu, pembayaran kos tak boleh lebih dari tenggat waktu yang sudah ditentukan. Konsekuensinya: jika telat, saya harus membayar denda.
Untungnya, saya menemukan sebuah kos Surabaya yang pemiliknya sangat berbaik hati. Pemilik kos ini memahami betul bagaimana kondisi mahasiswa penerima KIP Kuliah yang ngekos di sana, termasuk saya. Dia menoleransi para penghuninya nunggak berbulan-bulan, asalkan memang dibayar ketika KIP Kuliah cair.
Mahasiswa nomaden diselamatkan oleh kos Surabaya ini
Salah satu orang yang menikmati kebaikan hati pemilik kos Surabaya ini adalah Alvindest (22). Dia merupakan teman saya, seorang penerima KIP Kuliah, yang juga tinggal di kos tersebut.
Sebelum pindah, dia sempat menjadi mahasiswa yang tak punya tempat tinggal. Sebulan lebih dia menjadi mahasiswa nomaden.
Bahkan, Alvindest mengatakan, dirinya pernah jadi “penghuni ilegal” di kos temannya. Sebab kala itu, dirinya tak sanggup membayar uang kos ketika KIP Kuliah tak kunjung cair.
Sebelumnya selama semester empat, dia tinggal bersama kakaknya. Lalu, pada Januari 2023, kakaknya tak lagi bekerja di Surabaya. Akhirnya, karena tak sanggup membayar kos sendiri, dia memutuskan untuk keluar kos.
Sejak itu, dia akhirnya menumpang di kos salah satu teman kuliahnya. Selama satu bulan dia tinggal di kos itu secara ilegal. Setiap kali pemilik kos temannya itu datang untuk menagih para penghuninya, dia dengan cepat bersembunyi agar tak didenda karena menginap tanpa izin.
“Aslinya temenku ini juga ketar-ketir karena aku jadi penghuni ilegal. Soalnya nanti dia juga yang kena kalau aku ketahuan sama pemilik kos,” ujar Alvindest, Rabu (20/11/2024).
Setelah beberapa bulan jadi penghuni kos ilegal, di pertengahan Maret 2023, Alvindest akhirnya bisa menghirup nafas lega. KIP Kuliah sudah cair. Dia pun memutuskan untuk mencari kos yang baru sehingga tak membebani temannya lagi.
Dia mencari kos yang murah. Tentu, dengan bajet minim; yang penting bisa tidur nyenyak. Saya juga bernasib sama ketika itu. Saya dan Alvindest akhirnya menemukan kos di daerah Gubeng Kertajaya V-E, kos Surabaya penyelamat mahasiswa KIP Kuliah ini.
Pernah nunggak hingga 10 bulan
Sudah setahun lebih saya merasakan ngekos di sana. Paling lama, saya bisa nunggak sampai empat bulan. Makin tua semester, makin banyak pengeluaran. Tapi tunggakan paling parah dialami oleh teman sekos saya, Fadil. Dia mengaku pernah nunggak sampai 10 bulan. Buset!
Hal tersebut baru terjadi beberapa bulan yang lalu, sebelum pencairan KIP Kuliah di September 2024. Sebelumnya, Fadil sempat membuka usaha dengan berjualan fresh fruit. Saya sempat masuk kamarnya ketika itu. Astaganaga! Kamarnya penuh dengan buah-buahan. Tidak ada kasur, sebab tempatnya sudah ditempati kulkas untuk buah-buahan itu.
Jadi, sering kali Fadil numpang tidur di kamar saya atau kamar Alvindest. Ya, karena kamarnya sendiri jadi tempat usaha.
Tapi uniknya, pemilik kos justru tak melarangnya. Sering juga, pemilik kos Surabaya ini membantu Fadil menjual buahnya. Kedekatan itu akhirnya terjalin oleh Fadil dengan pemilik kos. Sehingga Fadil menceritakan keadaan ekonominya ke pemilik kos.
Pemilik kos pun mengizinkan Fadil untuk nunggak 10 bulan, dengan catatan harus dicicil berapapun nominalnya. Tentu, hal ini sangat membantu Fadil. Sebab jauh-jauh dari Jakarta untuk kuliah di Unair Surabaya, dia tak punya keluarga atau saudara yang bisa ditinggali sementara.
Tapi, pemilik kos di Surabaya ini juga bisa sambat
Sebelum pergi ke Jogja untuk melaksakan magang, Fadil dan saya sempat ngobrol dengan pemilik kos Surabaya yang amat dermawan ini. Dia merupakan seorang pria paruh baya bernama Hafid. Umurnya berkisar 60 tahunan.
Hafid bercerita soal keuangannya yang saat itu mulai seret. Sebab, anak bungsunya juga masih kuliah. Sementara kebanyakan penghuni kos cuma menunggu pencairan KIP Kuliah buat bayar uang sewa.
Alhasil, saya yang mendengar cerita itu langsung terenyuh. Padahal selama ini, saya sudah banyak dibantu oleh Pak Hafid. Akhirnya saya memutuskan untuk mulai mencicil tunggakan saya yang sudah hampir tiga bulan. Lalu, setelah pencairan, saya mulai melunasi tunggakan saya.
“Ada juga yang ngekos, bilangnya mau bayar pas KIP cair bulan Maret. Tapi setelah cair saya tunggu malah nggak bayar, alesan terus,” ungkap Pak Hafid saat mengobrol dengan saya waktu itu.
Lantas setelah itu, Pak Hafid membuat peraturan agar hal itu tak terulang lagi. Dia membuat peraturan ketat agar tunggakan tak lebih dari satu bulan. Lalu, jika ada penghuni yang berat membayar, bisa menyewa satu kamar untuk dua orang agar tak terlalu terbebani.
Saya lega. Bagaimanapun juga, Pak Hafid juga punya keluarga yang harus dihidupi. Namun berkatnya juga, banyak mahasiswa KIP Kuliah terselamatkan. Termasuk saya.
Penulis: Muhammad Ridhoi
Editor: Ahmad Effendi
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News