Musim hujan seperti saat ini sebenarnya yang pawang hujan tunggu-tunggu, itu karena banyaknya job atau pekerjaan. Namun, lebatnya hujan juga jadi pembuktian karier mereka, apakah bisa membuat cuaca di luar prediksi BMKG atau tidak.
***
Di seberang telepon sana, suara serak dari Riyanto atau akrab dengan panggilan Gosong terdengar.
“Sudah berapa hari nggak tidur, Mas Gosong. Iki mesti lagi ngopi karo ngrokok,” tanya saya.
“Hahah…malah dadi cenayang, Mas. Ini sudah dua hari, nggak tidur,” katanya tertawa, Kamis (1/2/2024).
Musim hujan itu pembuktian karier seorang pawang hujan
Gosong ini pawang hujan spesialis syuting film. Sudah tiga bulan berturut-turut ia dapat job untuk mendampingi beberapa tim produksi film yang mengambil syuting di Yogyakarta dan sekitarnya.
“Kalau sekarang lagi di Mendut, Magelang, Mas. Sudah hampir sebulan belum selesai,” kata Gosong.
Syuting di musim hujan seperti ini, tugas bagi seorang pawang hujan terbilang berat. Namun, Gosong menyadari, justru karena kondisi hujan ini orang mau menggunakan jasanya. “Lah, ini pembuktian seorang pawang hujan, kariernya ya tergantung musim hujan,” katanya tertawa.
Kondisi hujan yang lebat membuat sejak awal Gosong menyampaikan ke produser bahwa ada hari-hari, hujan akan tetap turun. Tidak mungkin membuat setiap hari kering atau tanpa hujan.
“Modelnya buka tutup, misal sedang syuting di indoor, ya hujan diloske. Kalau curah hujan lagi tinggi-tingginya biasanya intensitasnya dikurangi. Kalau syuting outdoor ya gimana caranya tim produksi bisa tetap kerja,” kata Gosong.
Tahun lalu di bulan September 2023, saat saya main ke rumahnya di Gunungkidul, ia sedang sepi job. Musim kemarau berkepanjangan masih melanda Jogja dan sekitarnya.
Namun, mulai tiga bulan lalu tawaran job mulai berdatangan. Namun, Gosong tetap komitmen untuk fokus saja di dunia persyutingan atau film.
Punya ukuran tersendiri untuk mengukur tingkat keberhasilan
Gosong punya standar tersendiri dalam mengukur keberhasilannya sebagai pawang hujan. Angka 90 persen keberhasilan adalah angka yang ia buat untuk mengukur kinerjanya.
“Tapi bulan Januari ini aku wis bocor ping 5. Piye meneh, ini hitungannya 85 persen tingkat keberhasilannya,” kata Gosong. Masih cukup tinggi, tapi baginya itu jadi tantangan tersendiri.
Bocor yang Gosong maksud ada hujan yang mengganggu proses produksi. “Kalau yang benar-benar nggak bisa aktivitas sama sekali ada dua hari. Hari pertama dan hari ke sembilan,” kata Gosong yang rajin mencatat hari-hari gagalnya.
Menruut Gosong, mungkin salah satu sebabnya ibarat pisau, karena selama tiga bulan digunakan terus, dan kurang mengasahnya jadi agak tumpul. Curah hujan yang lagi tinggi-tingginya membuat ia harus bekerja keras. “Misalnya ini, 5 hari nggak hujan, di hari keenam, meski hanya setengah jam, pasti akan saya biarkan hujan. Ini karena curah hujan memang tinggi,” kata Gosong.
Namun, bukan berarti apa yang ia sampaikan sebagai bentuk pembenaran, karena toh klien mengundangnya karena memang dibutuhkan agar tidak hujan.
Doanya ditambah sambil minta “dekengan” pusat
Gosong mengatakan musim hujan yang sedang tinggi jadi pembuktikan pawang hujan bisa bekerja. Ia menghitung selama tiga bulan, tingkat keberhasilannya masih di angka 90 persen. “Cuma masih saja ada yang menganggap, gagal dikira pawang abal-abal, berhasil ada yang menganggap karena kebetulan,” kata Gosong.
Namun, meski ada yang meremehkan pawang hujan, buktinya masyarakat masih merasa butuh jasa pawang hujan.
“Paling doanya sekarang ditambah, minta sama Allah selain untuk urusan hujan juga agar hatinya klien nggak gelo atau menyesal pakai jasanya. Bagaimanapun karena hanya doa yang bisa mengubah yang sulit jadi mudah dan yang tidak mungkin jadi mungkin,” kata Gosong tertawa.
“Pokoknya minta dekengan pusat,” katanya tertawa.
Untungnya selama tiga bulan ikut produksi film, semua produsernya yang memberi pekerjaan sudah kenal dan percaya pada Gosong. Mereka sudah tahu jejak karier dan pengalaman Gosong. Sehingga adanya hujan selama proses produksi masih dalam tahap kewajaran.
Salah satu metode yang Gosong gunakan dalam bekerja sebagai pawang hujan adalah memindahkan hujan. Cuma ia tidak mau memindah hujan ke laut. Sehingga, kadang kala ia memindahkan hujan ke kampungnya di Gunungkidul.
“Tapi di sana juga curah hujan lagi tinggi. Saya nggak mau nanti merasa bersalah kalau sampai terjadi bencana,” katanya. Maka ia lebih memilih menggunakan metode buka tutup.
Baca halaman selanjutnya
Bagaimana pawang hujan membuat cuaca di luar prediksi BMKG?
Bagaimana pawang hujan membuat cuaca di luar prediksi BMKG?
Saya penasaran, pawang hujan seperti Gosong apakah memantau prakiraan cuaca yang Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) keluarkan setiap hari. Hal itu kemudian saya tanyakan kepadanya.
“Mantau ramalan BMKG nggak pernah lagi Mas, soalnya membuat saya ndredek, malah jadi kepikiran,” katanya tertawa.
Ia lantas bercerita satu peristiwa saat ia memantau prakiraan cuaca atau prediksi dari BMKG. Ceritanya, ada seorang kawan yang nggak yakin produksi bisa berlangsung karena prediksi BMKG menyebutkan wilayah tersebut akan turun hujan lebat.
“Teman saya lantas menunjukkan prediksi BMKG, itu 100 persen akan hujan lebat,” kata Gosong. Merasa tertantang, Gosong bilang ke temannya kalau setelah magrib tidak akan hujan sesuai prediksi BMKG, sehingga proses syuting bisa tetap berlangsung.
Gosong lantas berdoa khusyuk. Hasilnya sampai pagi hari memang tidak turun hujan dan proses produksi berjalan lancar.
Menurut Gosong, membuat cuaca di luar prediksi BMKG sebenarnya tekniknya ya sama seperti sehari-hari yang ia lakukan sebagai pawang hujan. Namun, dari pengalamannya melihat prakiraan cuaca dari BMKG, ia tidak pernah mau melihat atau mendengarnya lagi. Gosong takut.
Alasan pawang hujan takut dengan prediksi BMKG
“Ndredek, Mas. Aku wedi, malah jadi kepikiran membuat hati down. Yang penting apa yang bisa aku buat, aku lakukan, kalau lihat-lihat prediksi seperti itu, malah jadi takut. Jadi kepikiran,” kata Gosong tertawa.
Bagi Gosong, penting untuk menjaga pikiran tenang. Ia memberi contoh lain bagaimana ketika menurut ramalan cuaca, di kampung lokasi syuting akan hujan. Hati Gosong sempat nggak tenang, apalagi ketika melihat orang yang lewat kampung tersebut sudah mengenakan jas hujan.
Ia kemudian kembali pada konsentrasinya untuk menahan hujan. Hasilnya, dua kampung yang mengapit kampung lokasi syuting yang hujan. “Aku sampai mau pingsan, aslinya karena tegang jadi malah pikiran kemana-mana,” kata Gosong.
Ia juga mendengar hujan tinggi karena sebab adanya badai La Nina atau El Nino. Hal itu bagi tim produksi sedikit memberi kewajaran jika kemudian turun hujan. Namun, bagi Gosong, apapun istilahnya kalau itu berhubungan dengan kariernya, apakah La Nina atau El Nino akan ia lawan.
“Nek iki urusane karier, arep El Nino atau badai La NIna, tak lawan. Aku nduwe dekengan pusat (Tuhan-red) kok,” kata Gosong.
Doa tidak hujan itu bukan seperti menghidupkan dan mematikan televisi
Gosong mengatakan, dalam usahanya mengatur hujan, doa jadi hal penting. Ia bisa saja meminta kepada Tuhan agar hujan turun sebelum waktu syuting atau setelah waktu syuting. Hanya saja menurutnya doa itu beda dengan televisi.
“Kalau televisi kan bisa kita hidupkan atau matikan sesuka kita, suaranya bisa kita kecilkan, besarkan, tapi kan doa nggak seperti itu,” kata Gosong.
Ia kembali menegaskan bahwa senjatanya sebagai pawang hujan adalah doa dan prihatin. Doa yang tak henti itu ia percaya bisa jadi kekuatan. Tak heran di musim hujan ini, waktu istirahatnya hampir tidak ada.
“Awakku remek, Mas. Ini kalau dicubit nggak kerasa, ya karena sudah dua hari nggak tidur, makanya ini mau sempatkan istirahat sebentar,” kata Gosong.
Gosong mengatakan, sebenarnya di musim hujan ini, tawaran pekerjaan sebagai pawang sangat banyak. Namun, ia tidak ingin aji mumpung. Apa yang sudah ia terima, ia syukuri saja.
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA Pawang Hujan yang Diminta Menghentikan Sunset dan Permintaan-permintaan Aneh Pengguna Jasanya
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News