Alasan pasar ikan jadi proyek gagal
Herry juga menyebutkan jika PIH Giwangan akan menjadi lokomotif perekonomian Kota Yogyakarta terutama di bagian selatan. PIH harapannya mampu menghidupkan roda perekonomian wilayah selatan Yogyakarta dan mampu menyeimbangkan wilayah utara Yogyakarta yang sudah tumbuh berkembang perekonomiannya,ā tambah Herry.
Sayangnya, masyarakat tidak terlalu berminat dengan keberadaan PIH Giwangan. Terbukti, masyarakat yang berbelanja ikan di tempat tersebut terbilang sedikit, meski pengelola sudah berupaya membuat berbagai acara pendukung agar ramai.
Salah satu alasan PIH Giwangan ini sepi karena faktor budaya dan kebiasaan. Masyarakat Yogyakarta lebih akrab dengan daging ayam daripada ikan. Hal ini seperti diungkapkan oleh Staf Teknis Bidang Perikanan Tangkap DKP DIY,Ā Supiyono dalam laman Tribun Jogja pada tahun 2020.
Menurutnya, angka rata-rata konsumi ikan di wilayah Yogyakarta setiap orangnya hanya 28 kilogram per tahun. Angka ini kecil sekali dibandingkan standar konsumi nasional yang mencapai 45 kilogram per tahun. Salah satu faktornya, harga ikan yang mahal bagi kalangan masyarakat di Yogyakarta.
Gonta-ganti penyewa tapi tetap sepi
Pengelola kemudian tidak melanjutkan kontraknya.Ā Kemudian ada pihak lain yang menyewa sebagai tempat pengolahan ikan yang akan menjadi produk ekspor. Namun, setelah kontrak berakhir penyewa tidak lagi melanjutkan hingga sempat mangkrak.Ā
Pemkot Yogyakarta sempat menerima beberapa calon investor, tapi terpaksa menolak karena mereka ingin PIH tetap menjadi tempat usaha yang ada hubungannya dengan perikanan.Ā
Selanjutnya ada pihak restoran dengan menu utama aneka ikan yang menyewa tempat tersebut. Tak cuma pasarnya yang sepi. Bahkan, kios usaha terakhir yang berada di pasar ini, yakni Doeloe PIH Resto juga harus gulung tikar karena merugi. Pandemi Covid membuat restoran tersebut juga menyerah dan tidak melanjutkan masa sewanya.
Alhasil, pasar ini benar-benar mati dan banyak yang menyewa bangunannya untuk acara-acara besar seperti resepsi pernikahan. Bahkan jika tidak ada yang menyewa, pasar ini malah kalah ramai dengan warung-warung dan angkringan yang berada di sekitarnya.
Saat ini jadi restoran Aji Saka
Saya yang penasaran dengan kondisi PIH akhirnya masuk. Di bagian depan tampak mencolok tulisan Aji Saka, Resto dan Oleh-oleh. āBaru Juli 2024 kami kelola, Mas. Ada restoran ada juga toko oleh-oleh,ā kata Aldi, Marketing Aji Saka saat saya temui, Rabu (31/1/2024).Ā
Aldi mengungkapkan saat ini pihaknya fokus pada tamu-tamu wisatawan atau rombongan wisata yang sudah melakukan reservasi terlebih dulu. “Mereka biasanya habis dari tempat wisata seperti Malioboro, makan malam di sini. Atau sebelum pulang ke kotanya, mereka makan di sini, karena kan nggak jauh dari ring road selatan,” ujar Aldi.
Meski lebih banyak menerima tamu rombongan, restorannya juga menerima tamu perorangan. āPerorangan atau keluarga kami terima, tapi memang yang datang sebagian besar rombongan wisata,ā kata Aldi.Ā
Menurut Aldi, salah satu pertimbangan owner Aji Saka mau menyewa PIH adalah lokasinya yang cocok untuk menciptakan keramaian di Jogja bagian selatan. āKalau bagian utara kan sudah penuh, maka kami ingin meramaikan Yogyakarta bagian selatan.ā kata Aldi.
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA Guru Besar UGM: Ikan Wader Rentan Punah, Kok Bisa?Ā
Cek berita dan artikel Mojok lainnya diĀ Google News