Sejumlah Napi di Lapas Wirogunan Diambang Hukuman Mati, Berharap Bisa Pergi ke Tanah Suci Jika Bebas dari Jeruji Besi

ilustrasi - napi bertato mengenakan baju ihram untuk manasik haji di lapas. (Ega Fansuri/Mojok.co)

EA (43), salah satu narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wirogunan Yogyakarta terlihat khusyuk mendengarkan sambutan dari Kepala Lapas Kelas IIA Yogyakarta, Marjiyanto. Kepalanya tertunduk lesu sambil bersila di hadapan mimbar.

Marjiyanto berujar seluruh warga binaan alias napi di Lapas Kelas IIA Yogyakarta adalah saudara. Tidak boleh ada yang membeda-bedakan, sebab mereka semua saling menjalani hidup di dunia dengan peran masing-masing.

“Mungkin saat ini saya menjadi kalapas, tapi mungkin saat saya pensiun bisa menjadi tetangga, saudara, bisa besanan, bisa saja jadi juragan saya, atau ngaji bareng di tanah suci,” ujar Marjiyanto dalam kegiatan Manasik Haji dan Umrah ke-2 di Lapas Wirogunan, Yogyakarta pada Selasa (3/6/2025). 

“Saya berharap, cukup sekali ini saja pengalaman saudara di dalam lapas ini. Seenak-enaknya di lapas itu, seenggak enaknya di luar. Jadi jangan enak-enak di sini. Mohon waktunya digunakan sebaik-baiknya,” lanjut Marjiyanto.

Mendengar ucapan itu, EA pun ikut mengilhaminya. Sebulan lagi, ia akan dibebaskan dari penjara. Setelah satu tahun menjalani hukuman pidana karena melanggar Pasal 378 KUHP soal penipuan, ia menjadi sadar akan kesalahannya dulu.

Menebus dosa di Lapas Wirogunan

Saat ditemui Mojok dan beberapa wartawan di Masjid Al Fajar, Lapas Wirogunan, EA menolak untuk difoto, tapi ia mau bercerita soal kesannya mengikuti kegiatan Manasik Haji dan Umrah.

Alhamdulillahirobbilalamin. Puji Syukur kepada Allah. Ini pengalaman pertama seumur hidup saya, saya bisa meneteskan air mata saat mengikuti Manasik Haji dan Umrah,” ucap EA.

Para napi di Masjid Al-Fajr. MOJOK.CO
Para napi mendengarkan ceramah di masjid lapas. (Sumber: Humas/Lapas Wirogunan)

Jika membandingkan fotonya dengan yang dulu, tubuh EA terlihat lebih kurus. Ia mengenakan sarung dan baju koko berwarna cokelat tua yang bertuliskan santri Lapas Wirogunan.

Narapidana yang ada di Lapas Kelas II Yogyakarta memang terbiasa disebut santri. Mereka dibina dalam program pembinaan keagamaan sebagai santri Madrasah Alquran Al-Fajar. 

EA sendiri mengaku ditempa dan mendapat arahan untuk memperbaiki diri. Ia juga mendapat tugas secara khusus memperkenalkan para napi baru di lingkungan lapas agar bisa beradaptasi.

“Dari Madrasah Alquran Al-Fajar, saya dapat dua ilmu berharga yang mungkin tidak saya dapatkan selama di sekolah, yakni sabar dan syukur. Saya harus sabar selama di penjara yang penuh dengan keterbatasan. Dan dengan keterbatasan itu saya bisa bersyukur,” kata EA. 

Lapas Wirogunan bukan akhir kehidupan

EA merupakan santri angkatan kedua dalam kegiatan Manasik Haji dan Umrah yang diselenggarakan petugas Lapas Wirogunan. Tahun 2025 ini, ada sekitar 300 napi yang mengikuti kegiatan tersebut. 50 orang di antaranya berkesempatan memakai baju ihram.

Ketua Yayasan Nur Hidayah, Sagiran. (Sumber: etua Yayasan Nur Hidayah, Sagiran. (Sumber: Humas/Lapas Wirogunan)

Guna melaksanakan Manasik Haji dan Umrah, para napi dibimbing oleh Ketua Yayasan Nur Hidayah, Sagiran. Ia menjelaskan kewajiban Haji dan hakikat manusia dalam kehidupan. Sejatinya, kata Sagiran, manusia tak boleh saling menghakimi. Apapun masa lalunya.

“Saya sendiri sering menjumpai pasien yang terkena kanker stadium empat. Ini sama dengan teman-teman di sini yang mendengar vonis penjara. Tapi percayalah, itu bukan kiamat. Apalagi teman-teman di sini kondisinya masih bugar,” ujar Sagiran yang juga seorang dokter.

“Makanya, saya pun meyakinkan kepada mereka. Belum tentu kalian itu lebih jahat dari mereka yang di luar. Saat ini, mereka memang ada di sini tapi jangan sampai terpuruk atau merasa hancur,” lanjutnya.

Usai memberikan wejangan kepada napi di Lapas Wirogunan, Sagiran memberikan contoh untuk mengsimulasikan ibadah haji. Mulai dari mengenakan baju ihram, melempar jumrah, hingga memutari kabah.

Harapan bagi mereka yang terpidana hukuman mati

Sementara itu, Kepala Subseksi (Kasubsi) Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan Arvian Dwi Nugroho mengatakan kegiatan manasik haji dan umroh bagi narapidana Lapas Kelas II Yogyakarta bertujuan untuk membina kepribadian mereka. Khususnya bagi para napi yang beragama Islam.

Para napi mengikuti manasik haji dan umrah di lapas. (Sumber: Humas/Lapas Wirogunan)

Selain narapidana seperti EA yang melakukan penipuan, Arvian berujar ada napi yang melakukan pelanggaran dengan hukuman berat. Di antaranya ada 3 orang terpidana hukuman mati dan 6 orang yang mendapatkan hukuman seumur hidup. Arvian berharap melalui kegiatan Manasik Haji dan Umrah, para napi dapat termotivasi dan punya harapan untuk pulang.

“Dengan KUHP yang baru, dimungkinkan nanti kalau ada penilaian dan perubahan dari pidana mati menjadi seumur hidup, seumur hidup menjadi hukuman sementara 20 tahun. Nah, itu nanti dia bisa mendapatkan hak integrasinya. Jadi kemungkinan bisa berubah,” jelas Arvian.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Cerita Debt Collector yang Tobat dan Memilih Keluar Gara-gara Tak Tega Melihat Nasabah Kena Musibah tapi Dipaksa Membayar Angsuran atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version