Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) tercatat kerap terlibat konflik dan pertikaian dengan berbagai pihak. Terbaru, terdapat kericuhan dengan polisi di Jember. Sebelumnya, ada pertikaian dengan kelompok suporter di Jogja.
Kericuhan di Jember terjadi pada Senin (22/7/2024) dini hari. Berawal dari beberapa polisi dari Polsek Kaliwates Jember yang menegur pesilat yang menutup jalan, berakhir menjadi baku hantam hingga seorang polisi menderita luka serius.
Kejadian itu berimbas pada ditetapkannya 13 pesilat PSHT sebagai tersangka oleh Polda Jatim pada Kamis (25/7/2024). Para tersangka berusia 19 sampai 26 tahun. Masih tergolong muda.
Sejarah panjang perguruan pencak silat terbesar di Indonesia
Sebagai informasi, PSHT merupakan salah satu perguruan pencak silat terbesar di Indonesia. Pusatnya ada di Madiun, Jawa Timur.
Cikal bakalnya, sering disebut berawal dari sosok pendekar bernama Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo. Melansir dari laman SHTerate, lelaki kelahiran 1876 ini pernah mendirikan perkumpulan perkumpulan Sedulur Tunggal Kecer dengan pencak silat bernama Joyo Gendelo Tjipto Muljo.
Perjalanan berlanjut, tatkala Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo mendirikan perguruan bernama Persaudaraan Setia Hati (PSH) di desa Winongo pada 1917. Penamaan “Persaudaraan” bertujuan memperkuat hubungan antar warga PSH.
Dari cikal bakal perguruan kemudian PSHT lahir. Sebelum resmi menggunakan nama tersebut, mulanya perguruan ini menggunakan nama Setia Hati Pemuda Sport Club (SH PSC). Pendirinya yakni Ki Hadjar Hardjo Oetomo yang juga terkenal sebagai seorang tokoh perintis kemerdekaan. SH PSC berdiri sekitar 1922.
Selanjutnya, penamaan PSHT lahir di era kepemimpinan RM Soetomo Mangkoedjojo. Tepatnya pada kongres pertama tahun 1948. PSHT kemudian lebih terbuka dan menyebarkan ilmu bela diri ke luar daerah.
Pada perjalannya, terutama pascaorde baru, perguruan pencak silat ini kerap terlibat pertikaian dengan berbagai kalangan. Mulai dari sesama perguruan pencak silat, kelompok warga, suporter bola, bahkan hingga aparat kepolisian.
Kejadian yang mengakibatkan kegegeran cukup besar terjadi di Jogja. PSHT terlibat bentrokan dengan kelompok suporter di Jalan Tamansiswa pada Minggu (4/6/2023) silam. Namun, itu hanya satu dari sekian konflik lain yang pernah terjadi.
Rentetan konflik ini sudah mulai muncul sejak era 1990-an. Persoalan ini menarik minat sejumlah peneliti untuk meriset penyebab kekerasan berkepanjangan tersebut.
Baca halaman selanjutnya…
7 penyebab konflik berkepanjangan PSHT dengan beragam kelompok
Pada tesis Andhita Risko Faristiana berjudul Konflik Antar Perguruan Pencak Silat di Madiun (Studi Kasus Konflik dan Kekerasan Antara PSHT dan Setia Hati Tunas Muda Winongo di Madiun, 2017) menjelaskan pertikaian ini melibatkan kekerasan seperti penganiayaan, pengeroyokan, hingga perusakan.\
7 penyebab konflik PSHT dengan beragam kalangan
Penelitian ini mengungkapkan bahwa akar konflik berawal dari pecahnya PSH menjadi dua perguruan yang berlanjut dengan saling klaim kebenaran perguruan. Selanjutnya bermunculan beragam pemantik yang sering memicu konflik. Setidaknya, terdapat lima penyebab konflik yang sering terjadi.
“Faktor-faktor lain penyebab konflik kekerasan adalah pelemparan atau penyiraman cat ke tugu perguruan lawan, mabuk atau budaya miras, dan peristiwa insidental seperti penuruhan baliho, saling melirik di warung makan sampai saling senggol di konser musik, serta dendam pribadi,” tulis peneliti.
Selain kelima faktor tersebut, ada sejumlah aspek lain. Salah satunya disebutkan dalam penelitian Muhammad Zakaria dalam Studi Tentang Konflik Antar Perguruan Silat PSHT dan IKSPI-Kera Sakti di Desa Sumuragung Bojonegoro yang terbit di Jurnal Resolusi Konflik.
Peneliti menyebut, salah satu faktor penyebab konflik di Sumuragung karena banyaknya anggota di bawah umur (15-18 tahun) yang sudah disawahkan menjadi warga. Warga adalah sebutan bagi anggota perguruan yang telah lulus dari serangkaian proses pelatihan.
Selain itu, peneliti menyebut bahwa para warga yang masih di bawah umur itu cenderung masih emosional dan temperamental. Sehingga, konflik dan pertikaian pun kerap muncul.
Salah satu warga PSHT di Jogja yang pernah Mojok wawancara, Salman Alfarisi (20) menyebut bahwa tak pernah ada ajaran untuk saling bentrok di PSHT. Namun sebagai organisasi besar, jika ada yang mengusik, pasti banyak yang anggota yang ikut tersulut.
“Sulit untuk menyatukan ribuan kepala dengan beragam latarbelakang di tubuh perguruan. Tapi nggak pernah ada ajakan untuk turun ke jalan jika ada anggota yang tersakiti. Apalagi sifatnya personal,” ungkapnya.
Di berbagai daerah, telah ada beragam upaya untuk mencegah pertikaian antar perguruan pencak silat berulang. Tentunya, perlu proses yang cukup panjang.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Aly Reza
BACA JUGA Duka Jadi Atlet Pencak Silat dari PSHT, Cuma Fokus Latihan tapi Setiap Ada Kegaduhan Ikut Khawatir
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News