Menganti Gresik bikin Pusing: Tak Mau Disebut Gresik, Tapi kalau Ngaku-ngaku Surabaya Banyak yang Tak Terima

Menganti daerah yang membingungkan: Gresik bukan, Surabaya juga bukan? MOJOK.CO

Ilustrasi - Menganti daerah yang membingungkan: Gresik bukan, Surabaya juga bukan? (Ega Fansuri/Mojok.co)

“Perdebatan” mengenai posisi Kecamatan Menganti memang selalu gayeng. Secara administratif masuk Gresik, namun, orang-orangnya cenderung lebih nyaman dan bahkan ada saja yang ngaku-aku sebagai orang Surabaya.

“Ketemu orang di luar kota. Kita ngobrol basa-basi. Dia bilangnya orang Surabaya. Aku tanya: Surabaya mana? Dia bilang Surabaya Menganti. Loh he. Aku yang orang Gresik agak kaget.” Begitu kira-kira ucapan salah satu warganet dengan emoticon tawa.

“Masyarakatnya kalau ditanya, Menganti itu Gresik atau Surabaya? Pasti jawab Surabaya,” begitu sambung warganet lain.

Saya pun punya pengalaman serupa. Saya punya teman dan kenalan dari Menganti. Namun, tiap kali ada gojlokan: Menganti itu jangan ngaku-ngaku Surabaya, ya. Mereka pasti langsung kekeuh mengaku sebagai warga Kota Pahlawan.

Menganti lebih dekat ke Surabaya ketimbang ke Gresik

Ada alasan kenapa orang Menganti lebih suka mengaku sebagai orang Surabaya ketimbang Gresik. Terutama jika sedang berada di luar kota.

Kalau Dzakwan (26), alasannya simpel: karena di benak orang luar daerah, Surabaya terdengar lebih gagah. Dan, siapa coba yang tidak tahu dengan nama Surabaya?

“Jadi ya biar gampang aja,” kata Dzakwan, Kamis (16/1/2025).

Namun, di luar urusan itu, Dzakwan merasa, suasana dan ritme hidup di Menganti memang lebih mirip dengan Surabaya. Ritme hidup yang workaholic dan tanpa tedhing aling-aling. Maklum, jaraknya memang begitu dekat.

“Menganti pun lebih dekat dengan stadion milik Surabaya, Gelora Bung Tomo (GBT) daripada ke Stadion Joko Samudro (milik Gresik). Walaupun sebenarnya nggak jauh-jauh amat, sih. Tapi kalau dirunut kan yang paling deket GBT,” imbuhnya.

Alih-alih mendukung Gresik United, dalam konteks sepakbola, Dzakwan pun lebih bangga menyebut dirinya sebagai Bonek (suporter loyal Persebaya Surabaya).

Sekolah, kuliah, dan kerja di Surabaya

Meski ber-KTP Gresik, tapi Dzakwan lebih hafal dengan seluk-beluk Surabaya ketimbang Gresik sendiri.

Dzakwan mengaku, hampir semua sudut Surabaya dia tahu. Jalan-jalan tikusnya pun dia bisa mencari.

Namun, ketika keluar dari Menganti ke daerah Gresik lain, tak jarang dia nyasar. Alhasil, lebih banyak menggunakan Google Maps.

“Aku SMA di Surabaya. Dari dulu sering main di sana. Terus kuliah akhirnya juga di Surabaya. Sekarang pun kerja di Surabaya. Dan banyak orang Menganti yang seperti itu,” ungkap Dzakwan.

Gresik memang kota industri. Namun, pusat industri dan perkantoran di Gresik agak jauh dari Menganti. Sehingga, ke Surabaya lah pelarian orang-orang Menganti seperti Dzakwan sebagai daerah terdekat.

Menganti: Gresik bukan, Surabaya juga bukan?

Sama seperti Dzakwan, Imelda (25) memilih menjawab “Surabaya” tiap ditanya dari mana? Sebab, menurutnya, secara kultur—bahkan dialek—Menganti lebih lekat dengan Surabaya ketimbang Gresik sendiri.

Lebih-lebih, aktivitas orang Menganti cenderung lebih banyak berlangsung di Surabaya alih-alih di Gresik.

“Misalnya, sesimpel urusan belanja, larinya ke pasar daerah Benowo, sudah Surabaya tuh,” ungkap Imelda, Kamis (16/1/2025).

“Aku kuliah di Surabaya. Sekarang kerja pun di Surabaya. Sistemku PP (pergi-pulang), nggak ngekos,” lanjutnya.

Bagi Imelda, Surabaya memberikan segenap hal yang bisa memuaskan hasratnya sebagai perempuan muda. Surabaya punya banyak mal. Punya banyak pusat hiburan juga.

Di Gresik pun bukannya tanpa mal. Ada kok. Hanya saja memang ada di bagian kota. Bagi Imelda, itu jauh sekali dari Menganti.

Bahkan untuk urusan kampus, misalnya, sejumlah kampus di Gresik, bagi Imelda, jaraknya terlalu jauh untuk dijangkau. Dia merasa lebih bisa menjangkau kampus-kampus di Surabaya.

“Akhirnya ada guyonan lucu misalnya kalau aku lagi debat sama temen-temen Suroboyoan perihal posisi daerahku. Menganti ini Gresik bukan, tapi Surabaya juga bukan. Nggak mau ngaku Gresik, pengin ngaku-ngaku Surabaya eh orang Surabaya nggak terima,” kelakar Imelda disertai gelak tawa.

Pengin gabung dengan Surabaya

Menimbang posisi Menganti yang demikian, Imelda dalam candanya malah berangan-angan, bagaimana misalnya daerahnya itu gabung saja menjadi bagian dari Surabaya (wilayah Surabaya Barat).

Sebenarnya kalau dihitung-hitung, jarak Menganti ke pusat kota Gresik sama dengan Menganti ke pusat kota Surabaya: satu jaman.

Hanya saja, secara psikologis, orang Menganti merasa lebih dekat ke Surabaya karena sejak dari Surabaya Barat (perbatasan Menganti) sudah memberi banyak akses seperti yang Imelda inginkan. Misalnya mal, pusat hiburan, dan sejenisnya.

Geser sedikit ke Surabaya Selatan juga banyak hal serupa, tanpa perlu ke pusat Kota Pahlawan. Berbeda dengan di Gresik, yang gemerlapnya memang hanya terasa di bagian pusat kota saja.

Dulu memang satu wilayah

Menilik dari sejarahnya, Menganti dulunya memang merupakan bagian dari Kabupaten Surabaya. Jadi dulu Kota Pahlawan terbagi dua: ada Kota Surabaya, ada juga Kabupaten Surabaya.

Sebelum ke sana, perlu diketahui bahwa nama Gresik sebenarnya sudah eksis sejak abad ke-16, awal masuknya Islam di Nusantara, seiring berlabuhnya Syekh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) di tanah Jawa.

Ada banyak versi mengenai asal-mula nama kota juga memiliki julukan Kota Santri tersebut. Namun, yang paling populer adalah seperti yang ditulis Thomas Stamford Raffles dalam The History of Java: Gresik merupakan gabungan dari Giri-Gisik.

Giri artinya bukit, Gisik artinya pantai. Dan begitulah gamabaran geografi Gresik, terdiri dari pantai dan perbukitan.

Pada era pasca kemerdekaan, Gresik berstatus sebagai ibu kota dari Kabupaten Surabaya. Ditetapkan oleh Mr. Assaat, Pelaksana Tugas Presiden Republik Indonesia (27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950).

Informasi ini saya kutip dari jurnal berjudul Sejarah Perubahan Status Administrasi Gresik dari Kabupaten Surabaya Menjadi Kabupaten Gresik Tahun 1974 oleh Umi Fadlilah, mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Surabaya (UNESA).

Saat itu, posisi Menganti tentu saja masuk dalam bagian dari Kabupaten Surabaya tersebut.

Akhirnya terpisah

Singkatnya, seiring waktu, mulai ada pertimbangan perihal perbedaan antara nama ibu kota dengan nama kabupatennya: Kabupaten Surabaya, tapi ibu kotanya kok Gresik. Secara psikologis, rasa-rasanya kurang serasi.

Alhasil, atas usulan DPRD Kabupaten Surabaya melalui melalui surat keputusan tertanggal 20 Maret 1974 Nomor Perda/2/DPRD-II/74, terbitlah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965. Inti Undang-Undang tersebut: Kabupaten Surabaya dihapus, Kabupaten Gresik berdiri sendiri.

Saat itu, ada beberapa wilayah dari eks Kabupaten Surabaya yang akhirnya diikutkan sebagai bagian dari Kota Surabaya, yakni Wonocolo, Sukolilo, Rungkut, Tandes dan Karangpilang. Tapi memang tidak dengan Menganti. Ia masih menjadi bagian dari Gresik, hingga saat ini.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Gapura Gresik-Lamongan Merekam Harapan, Keluh Kesah, dan Rindu yang Belum Tuntas atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

 

 

Exit mobile version