Derita Lulusan Teknik Perminyakan: Dikira Bergaji Besar sampai Jadi Sasaran Utang Tetangga, padahal Hidup Pas-pasan di Perantauan

Derita Lulusan Teknik Perminyakan: Dikira Bergaji Besar sampai Jadi Sasaran Utang Tetangga, padahal Hidup Pas-pasan di Perantauan.MOJOK.CO

Ilustrasi - Derita Lulusan Teknik Perminyakan: Dikira Bergaji Besar sampai Jadi Sasaran Utang Tetangga, padahal Hidup Pas-pasan di Perantauan (Ega Fanshuri/Mojok.co)

Kerja di industri minyak dan gas (migas) nggak sekonyong-konyong langsung banyak duit. Sialnya, banyak orang mengira kalau lulusan Teknik Perminyakan bakal langsung dapat gaji besar.

Hal ini dirasakan Mahfud (24), lulusan Teknik Perminyakan di sebuah PTN Jogja. Kepada Mojok, ia mengaku langsung jadi sasaran pinjam duit teman dan tetangga.

“Di desa tuh, orang dianggap punya banyak duit kalau kerja di bank, jadi PNS, atau kerja di tambang kayak aku ini,” tawanya, ketika Mojok temui, Rabu (7/5/2025) malam.

Gaji lulusan Teknik Perminyakan pada tahun pertama masih di bawah Rp4 juta

Setelah lulus kuliah Teknik Perminyakan pada awal 2024 lalu, Mahfud langsung diterima kerja di sebuah perusahaan kontraktor produksi migas. Perusahaan ini adalah tempat dia magang ketika masih kuliah.

Pada tahun pertamanya bekerja, Mahfud tak memberitahu orang tuanya berapa gajinya. Ia cuma mengatakan kalau gaji yang dia terima sudah bersih karena disediakan fasilitas mes dan uang makan siang.

“Jujur, belum PD bilang ke orang tua kalau gaji tahun pertamaku itu under 4 juta, tiga koma sekian lah. Karena itu masih terlalu kecil untuk standard pekerja di migas,” ungkapnya.

Kerja di perusahaan migas memang menawarkan gaji yang menggiurkan. Namun, Mahfud menegaskan bahwa itu butuh proses. Ada jenjang karier, ada juga jabatan-jabatan yang memang digaji langsung besar.

Sementara karena dia bekerja sebagai staf lapangan, tahun pertama pula, gaji yang diterima pun masih kecil. Berbeda dengan pegawai lama atau jajaran direksi.

“Memang ada prosesnya, senior yang sudah kerja setahun lebih dapat gaji sampai 8 juta. Masalahnya kan aku masih baru,” kata lulusan Teknik Perminyakan ini.

Orang tua telanjur membanggakan pencapaiannya ke saudara dan tetangga

Sialnya, orang tua Mahfud terlalu membanggakan pencapaiannya. Ia paham orang tuanya bangga karena anaknya bisa kerja di tempat yang menjanjikan.

Selain itu, di keluarganya cuma dirinya yang berhasil lulus kuliah sampai kerja di industri migas. Dua kakaknya lulusan SMA, sementara adiknya masih SD. Di lingkungan desanya pun masih sedikit yang kuliah, apalagi ke jurusan seprestius dia, Teknik Perminyakan.

Masalahnya, kata Mahfud, pencapaiannya itu terlalu “dilebih-lebihkan”. Terutama soal gajinya yang oleh orang tua malah dibesar-besarkan.

“Aku ingat banget pas lebaran kemarin, gimana waktu ngumpul keluarga ortuku bangga-banggain aku. Sampai bilang kalau gajiku belasan juta lagi,” kata Mahfud, geleng-geleng.

Mau membantah, tidak enak. Tapi kalau diam saja, informasi itu amat keliru. Jujur saja, Mahfud mengaku dalam situasi dilema. 

“Tapi ya akhirnya aku biarin aja karena pikirku nggak bakal ada apa-apa.”

Baca halaman selanjutnya…

Jadi sasaran utang, padahal sengsara di perantauan.

Jadi sasaran pinjam duit saudara dan tetangga

Apa yang Mahfud kira baik-baik aja, nyatanya keliru. Gara-gara dianggap bergaji besar dan bergelimang duit orang tuanya jadi sasaran pinjam duit saudara dan tetangga.

Lucunya lagi, kejadian itu dimulai setelah lebaran. Dimulai dari tetangga-tetangga terdekat, sampai saudara jauh yang selama ini tak pernah minjam uang ke orang tuanya.

“Awalnya biasa, ada tetangga minjam 100, 200 gitu buat berobat. Itu masih kecil lah. Tapi setelahnya makin banyak yang minjem, kelimpungan juga akhirnya,” ungkap lulusan Teknik Perminyakan ini.

Yang paling gong, ada saudaranya meminjam uang Rp1,5 juta. Ia tak tahu untuk kebutuhan apa, sebab orang tuanya pun juga tak cerita. 

Mahfud pun dilema. Kalau mau ngasih, gaji di rekeningnya bisa terkuras habis. Tapi kalau bilang nggak ada uang, ia kasihan ke orang tuanya karena pasti akan sangat malu.

“Jadi ya mau tak mau aku transfer,” ujar Mahfud. “Boleh dibilang duitku itu abis buat ngutangin mereka (tetangga dan saudara).”

Padahal, lulusan Teknik Perminyakan masih hidup pas-pas di perantauan

Meski gajinya masih di bawah Rp4 juta, jujur saja untuk kebutuhan sehari-hari, Mahfud sudah lumayan tercukupi. Seperti membeli barang-barang kesukaan, jajan, atau ngasih makan hobinya.

Kebetulan Mahfud punya hobi dalam hal fesyen. Ia gemar membeli pakaian dan sepatu branded.

Namun, ia juga harus jujur, kalau mau dibilang sejahtera, nyatanya masih jauh. Malahan, gara-gara sering jadi sasaran utang yang tak bisa ia tolak, kehidupannya malah pas-pasan.

“Kadang kudu bener-bener ngirit karena sisa duit malah dipinjem,” kata dia. “Kalau dah kayak gitu, cuma berdoa aja semoga nggak ada yang mau minjem lagi karena repot nyarinya.”

Untungnya, kata dia, orang-orang yang pinjam uang ini amanah. Selalu mengembalikan uang tepat waktu, atau setidaknya dicicil. Namun, ia cuma mau menegaskan bahwa lulusan Teknik Perminyakan nggak semua bergelimang duit.

“Apalagi yang masih ngerintis karier,” pungkasnya.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Getirnya Kuliah di Jurusan Akuntansi karena dari Keluarga Kurang Mampu, Akhirnya Kerja Jadi Pemulung dan Cumlaude atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version