Bagi mahasiswa Universitas Indonesia (UI), nama Kukusan Teknik di Kota Depok alias “Kutek Depok” tentu tak asing di telinga mereka. Kawasan yang berada di Kelurahan Kukusan, Kecamatan Beji ini menjadi lokasi favorit mahasiswa UI buat ngekos.
Letaknya memang strategis. Ia berbatasan langsung dengan gerbang Fakultas Teknik UI. Makanya, banyak mahasiswa UI memilih ngekos di sini karena dekat dengan kampus.
Keberadaan kafe modern yang buka 24 jam, juga jadi daya tarik tersendiri. Setidaknya Kutek Depok menyediakan tempat bagi para mahasiswa UI buat nugas atau nongkrong sampai pagi.
Sayangnya, kawasan kos yang belakangan dijuluki “pusat peradaban” itu juga punya sisi gelapnya. Kiran* (20), salah satu mahasiswa UI, mengaku kalau cerita miring soal Kutek Depok sebenarnya sudah menjadi rahasia umum.
“Sudah banyak orang gibahin kawasan kos di sini. Ada yang bilang las vegas lah, banyak mahasiswa kelakuan minus lah. Tapi itu sebenarnya cuman di permukaan. Banyak yang lebih parah dan sampai bikin murka warga,” ungkap Kiran, bercerita kepada Mojok, Minggu (30/6/2024).
“Kalau dipikir-pikir, rusak bener mahasiswa UI di sini,” sambung mahasiswa asal Jawa Tengah ini.
Kumpul kebo di kos Kutek Depok adalah jalan ninja
Kiran pertama kali datang ke kos Kutek Depok pada akhir 2022 lalu. Mahasiswa UI angkatan 2022 ini memilih kawasan tersebut karena dekat dengan kampus. Setidaknya kalau harus berjalan kaki, tak capek-capek amat.
Di kos khusus putri tersebut, total ada 20 kamar. Saat ia datang, semua telah terisi. Dari informasi yang dia dengar, semua penghuninya adalah mahasiswa UI.
Awal ngekos di Kutek Depok, Kiran mengaku semua masih wajar-wajar saja. Namun, beberapa minggu berjalan, ia merasa ada yang tak beres. Terutama dengan kehadiran teman lawan jenis yang menginap di kos.
“Sebenarnya nggak boleh nginepin cowok. Orang maksimal jam 11 malam saja menerima tamunya,” ujarnya. “Tapi yaudah lah, urusan mereka juga. Toh sekali atau dua kali aja,” sambungnya.
Setelah kejadian itu, Kiran jadi merasa kudu membuka pikirannya. Dalam bayangannya, “mungkin ini kehidupan ibu kota, pergaulannya jelas beda dengan di kampung”.
Namun, tetap saja semua kejadian di sana tak masuk di akal baginya. Terlebih nyaris semua penghuni kos juga menginapkan teman lawan jenis sampai berhari-hari.
Usut punya usut, dari cerita penghuni kos yang lain, hal itu sudah biasa. Karena pemilik kos tak tinggal di bangunan yang sama, ya, dengan mudahnya mereka menginapkan pacar. Hanya modal yakin aja tak ada yang cepu.
Masalahnya, hal itu kadang bikin Kiran risih. Apalagi, keberadaan laki-laki di kos perempuan bikin dia tak leluasa melakukan kegiatan di kos.
“Itu kan kamar mandi campur, ya bisa dibayangin dong gimana susahnya kami kalau habis mandi harus ketemu cowok asing gitu. Creepy nggak sih?,” jelasnya.
“Apalagi sekadar pengen rebahan di ruang tamu aja kita kudu pakai kerudung. Kadang malah yaudah cabut aja, soalnya mau nyantai di kos malah risih.”
Menurut Kiran, kejadian memuakkan di kos Kutek Depok itu masih terjadi sampai sekarang. Tak ada yang berani melaporkannya karena takut dianggap cepu.
Transaksi esek-esek, bikin resah warga
Kejadian memalukan pernah terjadi. Bukan di kos Kiran, tetapi masih satu kawasan di Kutek Depok.
Kiran menceritakan, salah seorang warga ada yang melapor ke pemilik kos kalau para mahasiswa penghuni kos terang-terangan membawa lawan jenis ke dalam kamar–sama seperti di kos Kiran.
Awalnya, laporan itu dibiarkan saja. Namun, warga semakin resah ketika ada satu mahasiswa mengajak lelaki yang berbeda dalam sehari.
“Mungkin warga nyium ada yang nggak beres,” kata Kiran.
Akhirnya diketahui bahwa tempat kos di Kutek Depok tersebut dijadikan lokasi buat transaksi esek-esek mahasiswa. Bahasa kiwarinya: open BO.
Yang bikin Kiran makin mengelus dada, baik “penyedia” maupun “pemakai” jasa tersebut sama-sama mahasiswa UI. Sejak saat itu, pandangannya soal mahasiswa UI seketika berubah.
“Kayaknya sama pemilik kos dimarahin aja. Nggak boleh ada transaksi begituan di sini. Memang setahuku kesalahan-kesalahan penghuni kos di sini banyak yang ditoleransi kok.”
Demi gengsi tongkrongan, banyak utang dan susahkan orang tua di kampung
Cerita lain juga Mojok dapatkan dari Ardi* (25), mahasiswa Sejarah UI yang sudah sejak sebelum pandemi Covid-19 ngekos di Kutek Depok.
Selama tinggal di sana, ia tahu betul bagaimana rusaknya para mahasiswa UI, terutama yang laki-laki. Judi online, utang pinjol, mengonsumsi obat-obatan terlarang, bukan barang baru di matanya.
Ardi tak mau memukul rata kalau yang dia lihat di kosnya, kejadian juga di tempat lain. Ia percaya masih banyak mahasiswa UI yang “selamat” di Kutek Depok.
“Tapi di kosku, beuh, cowok-cowok nggak ada yang selamat,” kata Ardi. “Terutama yang datang baru-baru ya, kalau aku kan termasuk penghuni lama. Nah, yang baru-baru itu nyaris nggak ada yang selamat dari judol.”
Kalau penderitaan dipendam sendiri, Ardi masih maklum. Masalahnya, mereka-mereka yang kalah judol ini kerap meminjam uang ke dia. Kalau tidak dikasih, mereka menjual kisah sedih bahkan mengancam akan bundir.
“Nggak cuma minjam 100, 200. Bahkan ada yang mau pinjam KTP-ku buat pinjol, kurang gila apa coba?,” kata dia.
Paling parah, menurut Ardi, para mahasiswa UI ini banyak yang bikin skenario buat dapat duit dari orang tua di kampung. Ada yang aslinya cuti tapi tetap minta ditransfer buat UKT, ada yang mengaku habis kehilangan laptop padahal dijual buat judol. Dan ada juga yang motornya sudah digadai, tapi tak bilang ke ortu.
“Pada bilang ‘makanya kuliah biar nggak jadi SDM rendah’. Lah, itu mereka pada kuliah, di UI pula, masih aja tolol banget,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News