Kedunguan Kabinet Prabowo dan Cara Pandang pada Papua yang Tak Berubah

ilustrasi Rocky Gerung mengkritik kabinet Prabowo yang tak menyelesaikan permasalahan di Papua. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Pemerintahan Indonesia sudah berganti di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dengan Kabinet Merah Putih. Pergantian ini tak lepas dari perhatian Rocky Gerung yang sudah gatal mengkritik pemerintahan Prabowo meski baru dilantik. Dia mengimbau pemuda tak boleh pesimis melakukan perubahan, terutama terhadap isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM), misalnya, di Papua. 

***

Lalu, apa yang bisa dilakukan pemuda saat ini? Perubahan apa yang mereka inginkan?

Pertanyaan itu membuat saya dan ratusan pemuda dari berbagai daerah berkumpul di Pendopo Ajiyasa, Jogja National Museum pada Senin sore, (28/10/2024).

Kami berdiskusi tentang semangat awal yang dibawa pemuda di zaman dulu dan bagaimana membawa semangat itu di masa sekarang. Salah satu pembicaranya adalah Rocky Gerung, 

Kritik Rocky Gerung soal persatuan vs kemajemukan

Peringatan Sumpah Pemuda berangkat dari sekumpulan anak muda tahun 1928 yang menyadari bahwa bangsanya sedang bergejolak. Sementara, mereka berupaya membawa perubahan dengan menginginkan kebebasan. 

Menurut Rocky Gerung, aksi yang dilakukan pemuda itu hasil dari proses berpikir mereka, yang kemudian diucapkan menjadi sumpah. Dia menegaskan ontologi dari sumpah itu adalah kesepakatan tentang kemajemukan bukan persatuan.

“Mereka (pemuda) memantau bahwa situasi Indonesia dari awal dalam kondisi majemuk, plural, karena itu mereka bersumpah satu bahasa, satu tanah air, karena ada kondisi kemajemukan,” ucap Rocky dalam diskusi Kaum Muda: Seni dan Aktivisme pada Senin, (28/10/2024).

Pemuda menyadari bahwa Indonesia memiliki banyak perbedaan. Oleh karena itu butuh persatuan. Namun, konsepsi majemuk kemudian disalahartikan bahwa demi persatuan tidak boleh ada perbedaan. Padahal, tidak ada sumpah keempat misalnya, bahwa masyarakat harus satu agama.

Kedunguan menurut Rocky Gerung dalam Kabinet Prabowo

Miskonsepsi soal kemajemukan vs persatuan dalam Sumpah Pemuda dapat dilihat pada kondisi politik Indonesia saat ini. Menurut Rocky, partai di Indonesia seolah-olah tidak boleh memiliki perbedaan alias menjadi opisisi untuk pemerintah. Alasannya, demi persatuan

Rocky Gerung dalam diskusi peringatan Hari Sumpah Pemuda. MOJOK.CO
Rocky Gerung dalam diskusi peringatan Hari Sumpah Pemuda Pendopo Ajiyasa, Jogja National Museum. (Mojok.co/Aisyah A. Wakang)

Prabowo Subianto mulanya membentuk Koalisi Indonesia Maju (KIM) dengan 9 anggota partai, yakni Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PSI, PBB, Gelora, Garuda, dan Prima. 

Karena anggotanya bertambah maka namanya diubah menjadi KIM Plus. Partai-partai lain yang memutuskan bergabung yakni PKS, PKB, PPP, Perindo, dan Nasdem.

KIM Plus itulah yang mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam kontestasi Pilpres 2024. Tujuannya untuk meningkatkan peluang anggota partai memenangkan kursi di parlemen. 

Kini, Prabowo sudah terpilih menjadi presiden dengan Kabinet Merah Putih. Dia sudah mengumumkan nama-nama menteri dan wakilnya.

Reverse logic yang dungu dan akan diikuti juga oleh mereka (Kabinet Prabowo) yang sedang latihan baris-berbaris,” ujar Rocky Gerung.

“Jadi buat apa ada konsep NKRI harga mati, dia justru mematikan keragaman,” lanjutnya.

Katanya Sumpah Pemuda persatuan Indonesia, tapi kok…

Dalam diskusi yang bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, panitia juga menghadirkan anggota aliansi mahasiswa Papua. Panitia memberikan kesempatan bagi pemuda Papua untuk berbicara. 

Saat itu, Rocky Gerung ikut bertanya, mana yang lebih penting, sila ke-tiga tentang persatuan atau sila ke-dua soal kemanusiaan yang adil dan beradab? 

Salah satu pemuda Papua, Pho, menjawab, tentu masyarakat Papua lebih memprioritaskan sila ke-dua. Pho mengungkapkan kondisi tanah kelahirannya itu sedang tidak baik-baik saja. 

Semua mata tertuju pada Pho ketika dia mengungkap data bahwa ada sekitar 60 ribu orang yang mengungsi dari tempat tinggalnya. Setidaknya ada 6 daerah yang mengalami operasi militer sejak 2018-2020. Data itu masih terbilang kasar, kemungkinan lebih banyak lagi yang merugi.

“Di dalamnya banyak warga yang mengungsi, orang tua berpisah dengan anak-anak mereka, mereka harus meninggalkan tempat atau rumah yang (sebelumnya) nyaman,” ucap Pho.

Memicingkan mata kepada warga Papua

Pho juga bercerita banyak terjadi pelanggaran HAM di Papua, misalnya kasus perampasan tanah, penyiksaan, hingga pembunuhan. Namun, ketika masyarakat Papua menyuarakan isu tersebut mereka sering mendapat stigma buruk. 

Pemuda Papua yang akrab dipanggil Bung Pho menyampaikan keresahannya dalam diskusi peringatan Sumpah Pemuda di Pendopo Ajiyasa, Jogja National Museum. (Mojok.co/Aisyah A. Wakang)

Pho berujar masyarakat yang berani menyuarakan isu Papua justru dianggap teroris, pelaku kriminal, atau penyusup asing. Dia merasa tidak dianggap sebagai bagian dari warga negara Indonesia. Tempat tinggal mereka dirampas dan kekayaan alamnya dibabat.

“Kami seolah-olah dianggap bukan sebagai manusia, padahal satu nyawa itu berharga buat kami,” kata Pho.

Pho sepakat dengan imbauan Rocky Gerung agar pemuda tidak berhenti bersuara di kabinet Prabowo. Peringatan Sumpah Pemuda, kata dia, membangkitkan semangatnya untuk tidak melupakan peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM masa lalu. Bukan hanya masalah sekarang.

Pemuda menggerakkan perubahan di Kabinet Prabowo

Pemerintahan Indonesia telah berganti dan akan berlangsung di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo pada periode 2024-2029. Jika pemuda menginginkan perubahan, maka perlu adanya argumentatif society bukan disipliner society.

Rocky Gerung menjelaskan pemuda harus bisa membawa kembali intelektual ke ranah politik. Hal itu bisa dilakukan lewat diskusi di kampus, galeri seni, atau imajinasi pikiran kita sendiri.

Namun, hasil perpikir itu seharusnya tidak berhenti sampai diskusi. Jangan jadi pemuda yang fear of missing out (FOMO). Dia berharap pemuda membentuk suatu organisasi atau komunitas yang menyuarakan sekaligus memperjuangkan segala keresahan mereka. 

Perubahan, kata dia, bukan tukar tambah pengetahuan. Melainkan tukar tambah kekuatan. Kekuatan itu yang melahirkan aktivisme. 

“Jadi kalau ingin ada perubahan, lembagakan kemarahanmu dan lakukan dengan cara yang seksama dengan tempo yang sesingkat-singkatnya,” ucap Rocky Gerung.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Mari Kita Sambut: Para Pemuda Kekinian Harapan Bangsa!

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version