Sensasi Ngekos 300 Ribu di Jakarta Barat: Rela Tidur Bareng Tikus dan Bertetangga dengan Pengedar Narkoba Demi Bertahan Hidup di Perantauan

3 Kawasan di Jakarta Barat yang “Paling Keras” Bagi Perantau, Saksi Bisu Kuatnya Mental Para Pendatang Melawan Rasa Lapar dan Preman.MOJOK.CO

Ilustrasi 3 Kawasan di Jakarta Barat yang “Paling Keras” Bagi Perantau, Saksi Bisu Kuatnya Mental Para Pendatang Melawan Rasa Lapar dan Preman  (Mojok.co/Ega Fansuri)

Ada beberapa kawasan di ibu kota yang terkenal menyediakan kos murah. Di antaranya adalah Kebon Jeruk dan Tambora, dua kecamatan di Jakarta Barat. Sayangnya, kondisinya memang sangat memprihatinkan.

Bagaimana tidak, di Jakarta semua serba mahal. Kalaupun ada yang murah, kualitasnya pasti jauh dari harapan, termasuk soal urusan kos-kosan.

Di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, memang ada kos-kosan seharga Rp300 ribu sebulan. Namun, seperti halnya di daerah-daerah lain, penghuni tak bisa berekspektasi lebih terhadap kos murah.

“Ada harga, ada rupa dong, Bang. Apalagi ini di Jakarta,” ungkap Febrian (23), Rabu (24/7/2024) malam. Ia merupakan perantau asal Jawa Barat yang sudah tiga tahun tinggal di Jakarta.

Tiba di Jakarta Barat pada 2021 lalu, Febrian ngekos bersama lima teman dari kampung halamannya. Ia mendapatkan kos di salah satu gang yang terkenal kumuh di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Dengan mahar Rp300 ribu, ia mendapatkan tempat tinggal seluas cuma 2×3 meter.

Mirisnya, kos itu masih berdinding asbes dan alasnya berupa plesteran semen–bukan keramik. Belum lagi daerah situ juga langganan banjir, sehingga air masuk kamar saat tengah tidur lelap sudah bukan cerita baru.

“Kecoa masuk celana. Tikus gigitin jempol kaki. Macem-macem lah, Bang, kejadiannya kalau udah malam. Tapi ya kita syukuri aja, yang penting bisa hidup,” kata Febrian.

Ngekos di Kebon Jeruk Jakarta Barat, salah pergaulan bisa terjerat “lendir” dan “narkoboy”

Lingkungan tempat Febrian ngekos didominasi oleh para perantau. Umumnya mereka datang ke Jakarta buat berdagang. Namun, tak sedikit juga yang modal nekat tanpa rencana.

Sehingga, kata Febrian, tak sedikit yang hidupnya malah luntang-lantung di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Kalau tidak serabutan, mereka berakhir di “dunia gelap”.

“Maaf kalau kurang sopan, tapi di kawasan kosku kalau mau bisa makan yang perempuan pada punya ‘bisnis sampingan’, Bang. Nggak semua, tapi banyak yang open BO,” ungkap Febrian.

Ia sendiri bekerja sebagai penjaga toko pakaian di sebuah pasar. Upahnya dibayar mingguan dengan nominal tak menentu. Kalau omzet sedang ramai, ia bisa digaji sampai sejuta. Tapi kalau lagi sepi, paling mentok hanya dapat duit setengahnya saja.

“Makanya, kalau nggak pinter-pinter pakai duit bisa berakhir ke dunia gelap, Bang. Yang cewek-cewek ke lendir, kalau cowok-cowok biasanya sih narkoboy,” jelasnya.

Febrian mengakui, di lingkungan kosnya memang banyak dijumpai pengedar barang haram tersebut. Sasaran tembaknya biasanya ke para perantau.

Tak sedikit kenalannya yang mengikuti jejak sebagai penjual narkoba juga. Tapi memang kebanyakan mereka berakhir sebagai pengguna saja.

“Bolak-balik pada ditangkepin. Belum lama ada yang kena grebek, Bang. Tapi ya itu, mati satu tumbuh seribu,” katanya.

7 tahun ngekos 350 ribu di Tambora Jakarta Barat, tidur dengan ASMR suara kereta dan orang bercinta

Sebelumya, Mojok juga mengobrol dengan Oki (26), perantau asal Cirebon yang sudah tujuh tahun ngekos di kawasan Tambora, Jakarta Barat. Sejak kuliah sampai kerja, ia masih setia tinggal di kos kumuh berukuran 2×3 itu karena memang sangat murah. Harganya cuma Rp350 ribu sebulan.

Tempat tinggal Oki sendiri ada di sebuah gang yang terkenal jadi tempat para perantau asal Sunda. Lokasinya tak jauh dari rel kereta api. Sehingga, suara dan getaran si ular besi itu ia bisa rasakan saat sedang terlelap.

Lebih membangongkan lagi, antarkamar kos di kawasan itu cuma dibatasi dinding asbes–bukan tembok. Sehingga, tak jarang saat malam hari ia bisa mendengarkan suara tetangga yangs sedang bercinta.

“Lingkungan sini kan nggak cuma mahasiswa, tapi orang-orang berkeluarga juga. Makanya kalau lagi ‘nganu’ sering kedengaran,” kata Oki, Minggu (22/7/2024).

“Jadi kalau tidur, ASMR-nya itu suara kereta sama orang bercinta,” kelakarnya.

Sejak periode 1990, banyak perantau memang berbondong-bondong menetap di Tambora, Jawa Barat. Alhasil, memasuki awal 2000-an, tingkat kepadatan penduduk di kawasan ini menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara, yakni 495 jiwa per hektar.

Tempat yang awalnya masih sepi mendadak ramai dan tak teratur. Bangunan mulai banyak berdiri, lebar jalan juga menyempit, dan parahnya lagi, sanitasi makin memburuk. Puncaknya, dua dekade lalu, tepatnya pada 2002, Dirjen Cipta Karya menetapkan Tambora sebagai salah satu kawasan berkategori kumuh di Jakarta.

Makanya, menurut penutuan Oki, tak cuma ASMR suara kereta dan orang bercinta. Kalau sedang tidur, ia sering “digauli” tikus dan kecoa saking kumuhnya kos yang ia tinggali.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Kerasnya Hidup di Tambora Jakarta Barat, Perantau Berbagi Ruang dengan Tikus dan Kecoa di Kos Kumuh

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version