Kepuasan di Gang Dolly Surabaya yang Tak Ditemukan di Sarkem Jogja, Kenangan Lepas Perjaka hingga Tawaran Bercinta dengan Bule

Ilustrasi - Membandingkan PSK Gang Dolly Surabaya vs Sarkem Jogja. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bertahun-tahun menjajaki dunia malam membuat Heri (34) menyimpulkan, Gang Dolly Surabaya sampai saat ini masih menjadi tempat lokalisasi terbaik yang pernah ia coba. PSK di Sarkem tak bisa menandingi meski ia pun tak kalah sering menghabiskan malam di lokalisasi terkenal milik Jogja tersebut.

***

Pada sebuah pagi yang semilir di Sleman, Jogja, obrolan liar langsung mengalir dari Heri. Saya dan beberapa teman lain yang sebenarnya masih mencoba mengumpulkan nyawa (baru bangun tidur), tak pelak langsung segar.

Heri memang sangat piawai dalam bercerita. Orang-orang yang mendengarnya pasti akan hanyut dan menikmati. Lebih-lebih, pria asal Situbondo, Jawa Timur, tersebut sering tanpa tedhing aling-aling kalau bercerita. Alias cenderung los-losan.

Seperti Senin (24/6/2024) pagi itu, dari obrolan singkat soal kehidupan pasca menikah, ia kemudian bablas sampai bab prostitusi. Kenangan masa mudanya langsung datang berkelebatan.

Malu-malu melepas perjaka di Sarkem Jogja

Heri tak pernah menyangka kalau keperjakaannya akan tanggal di Jogja. Maklum, bertahun-tahun ia hidup di sebuah kota kecil dan sangat normatif. Kenakalan masa kecil dan masa remajanya tentu hanya kenalakan biasa. Tak sampai mencecap dunia malam.

Sampai akhirnya ia berangkat kuliah di Jogja pada 2005. Semua terjadi begitu cepat.  Ia tiba di Jogja, lalu mengenal Sarkem, lalu mulai sering menyalurkan hasrat seksual di sana.

“Jujur, pertama kali aku pegang-pegang bagian tubuh perempuan itu di Sarkem Jogja,” tutur Heri.

“Aku ingat, waktu aku pegang-pegang, aku kan senyum-senyum, si PSK-nya langsung nebak, ‘Kamu baru pertama kali ya?’. Malu aku,” sambungnya disertai tawa kecil.

Gang Dolly Surabaya Lebih Memuaskan ketimbang PSK Sarkem Jogja MOJOK.CO
Sarkem Jogja, lokalisasi yang PSK-nya dibandingkan dengan Gang Dolly Surabaya. (Hammam/Mojok.co)

Petualangan Heri pada akhirnya tak cuma berhenti di Sarkem Jogja. Ia mulai menjajaki beberapa tempat lokalisasi. Termasuk yang paling populer di jagat prostiusi tanah air: Gang Dolly Surabaya.

Gang Dolly Surabaya lebih memuaskan ketimbang Sarkem Jogja

Heri lupa kapan pertama kali ia main ke Gang Dolly Surabaya. Tak terbilang sering, tapi ia sudah cukup tahu lah seluk-beluk dari lokalisasi yang, konon di masanya, menjadi yang terbesar di Asia Tenggera itu.

Lalu Heri mulai menyimpulkan, secara pelayanan, Gang Dolly Surabaya jauh lebih memuaskan ketimbang Sarkem Jogja.

“Kalau di Dolly, waktu itu, waktu masuk ke sana ada bapak-bapak yang nyegat. Mucikarinya lah. Ia langsung nunjukin mana-mana PSK yang mau aku bayar,” beber Heri.

Gambaran dari Heri, si mucikari mengajak Heri berkeliling melihat PSK-PSK yang tengah dipajang. Setelah menemukan yang cocok, maka terjadi lah tawar menawar.

Untuk harga sebenarnya sama saja antara Gangg Dolly Surabaya dan Sarkem Jogja. Mulai Rp200 ribu-Rp400 ribu. Hanya memang Gang Dolly Surabaya ia rasa lebih memuaskan dan membuatnya selalu ingin kembali lagi.

“Karena modelnya di sana persaingan ketat. Jadi para PSK berlomba-lomba ngasih servis terbaik. Semakin baik semakin laris,” beber Heri, kali ini dengan raut serius. Sehingga, tentu para PSK itu tak mau asal servis. Sebab, bertahan hidup di Surabaya memang tak mudah.

“Bedanya kalau di Sarkem Jogja, transaksinya langsung dengan si PSK. Jadi kita pun nggak ada gambaran, mana PSK yang top mana yang nggak,” sambung Heri.

Menurutnya, PSK di Sarkem cenderung lebih rewel. Alhasil, kerap kali ada hasrat dari Heri yang tak tersalurkan secara tuntas. Berbeda dengan di Gang Dolly Surabaya yang benar-benar membuatnya puas. Oleh karena itu, bagi Heri, selalu ada alasan untuk kembali ke Gang Dolly.

PSK Bule di Gang Dolly Surabaya

Selain itu, ingatannya pada Gang Dolly adalah tentang seorang PSK bule.

Heri tentu sangat penasaran bagaimana rasanya bercinta dengan bule. Namun, bayangan hanya tinggal bayangan.

“Pas aku tanya ke mucikari, kalau untuk bule itu di angka Rp700 ribu sampai Rp800 ribu. Aku ya nggak punya lah uang segede itu. Zaman itu uang segitu gede banget,” beber Heri penuh penyesalan.

Setelah sekian lama berlalu, Heri lebih banyak beraktivitas di Jogja. Sehingga kalau sedang berhasrat, Sarkem selalu menjadi jujukannya.

Gang Dolly Surabaya, lebih memuaskan ketimbang PSK Sarkem Jogja. (Prima Ardiansah/Mojok.co)

Sampai akhirnya pada 2014 ia kebetulan sedang singgah di Surabaya. Dalam posisi sudah berduit, Heri tentu tak mau melewatkan Gang Dolly.

Sayangnya, saat itu Heri tak terlalu upadet informasi. Pada bulan saat ia ke sana, ternyata Gang Dolly sudah ditutup Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. Gang Dolly hanya tinggal kenangan. Bercinta dengan PSK bule hanya tinggal bayangan.

“Karena di Sarkem aku belum pernah nemu ada PSK bule,” tutur Heri.

Ketika PSK Sarkem Jogja takut kalah saing

Agaknya rona kecantikan dan cerita betapa memuaskannya servis PSK Gang Dolly juga terdengar ke PSK Sarkem Jogja.

Melengkapi cerita Heri, saya mencoba mengulik cerita orang yang kerap bertransaksi di Sarkem Jogja, seorang pria asal Jogja bernama Wahid (36).

Penutupan Gang Dolly saat itu memang cukup menggemparkan. Di lingkaran PSK Sarkem lalu timbul perasaan cemas.

“Karena ada desas-desus PSK Dolly lari ke Sarkem. Aku pernah iseng tanya (PSK Sarkem), kalau itu terjadi bagaimana? Mereka ya cemas saja karena persaingan makin ketat,” tutur Wahid, Minggu (30/6/2024).

“Guyonan mereka juga, takut kalah cantik dan kalah memuaskan. Secara, Dolly itu kelasnya terbaik di Asia Tenggara,” sambung Wahid.

Wahid sendiri memang tak pernah menjajal di Gang Dolly Surabaya. Hanya saja, kalau merujuk pada narasi “terbesar di Asia Tenggara”, ia membayangkan kalau kelas PSK-nya pun tak main-main.

Heri memang sudah lama tak menyambangi Sarkem untuk menyalurkan hasrat seksualnya lagi. Itu hanya bagian dari masa mudanya yang tertinggal. Kalau ia pikir-pikir, kok bisa ya ia dulu menikmatinya.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Wisata Kota Lama Surabaya Kelewat Diromantisasi, Bisa Berakhir kayak Jalan Tunjungan yang Makin Nggak Menarik

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version