Andalannya perantau dari Jakarta dan pekerja level atas, bukan level UMR Jogja
Tiga tahun berjalan mengelola kos, ia masih optimistis dengan potensi yang ada. Untuk memasarkan, ia sempat bekerja sama dengan salah satu aplikasi promosi kos besar di Indonesia. Namun, menurutnya potongan jasa terlalu besar sehingga Herman memilih mengelolanya sendiri.
“Akhirnya saya cuma ngandelin promosi influencer di TikTok. Cuma ngiklan sekali dua kali, tapi ngalir terus,” cetusnya.
Penawaran fasilitas menarik dan kebebasan aturan membuatnya berani pasang harga yang relatif tinggi. Meski begitu, ia yakin dengan potensi pemasukan yang bakalan datang dan tidak takut sepi.
“Jogja ini isinya pendatang dari berbagai daerah. Sabang, Jakarta, sampai Merauke,” ujarnya.
Pangsa pasar utamanya adalah mahasiswa kelas menengah ke atas. Beberapa penghuni mahasiswa di sini berasal dari Jakarta. Selain itu ada juga dari kalangan pekerja di Jogja.
“Tapi ya jangan dibayangkan pekerja dengan UMR Jogja. Kos eksklusif itu ya untuk pekerja level manajerial,” kelakarnya.
Kalangan tersebut mencari tempat tinggal yang nyaman dan juga fleksibilitas aturan. Hal itu disediakan oleh Herman. Bahkan, area bersama di kos tersebut biasa untuk meeting atau nongkrong para kolega penghuni.
Eksklusivitas dan kebebasan tempat di kos Herman, sejauh ini tidak mengundang persoalan bagi warga. Meski kawasan tersebut masih terbilang perdesaan.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Nestapa Perantau di Jogja Rela Bertahan dengan Kos Nyaris Ambruk karena Bapak Kosnya Baik
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News