Menjelang jam 12 malam pada Minggu (9/6/2024), saat saya hendak balik dari Depok ke Ngaglik, nasib sial menghampiri. Ban motor belakang saya jebluk persis setelah melintasi Empire XXI, Jogja.
Tidak ada yang peduli. Kendaraan-kendaraan di belakang saya malah melempar klakson karena posisi saya yang sudah terlanjur agak menengah.
Setelah berhasil menepi, saya lantas duduk-duduk sebentar, menyulut rokok lalu mencoba menghubungi seorang teman yang ngekos di Nologaten, Jogja. Sayangnya, telepon saya tidak diangkat. Barangkali ia sudah tidur.
Meski begitu, tak ada alasan untuk panik. Toh posisi saya ada di daerah ramai. Selain itu, dalam urusan nasib sial saat naik motor, saya pernah mengalami yang lebih buruk: ban bocor di jalanan sepi yang dikelilingi hutan di Cepu, Jawa Tengah, hingga kehabisan bensin saat hendak menuju ke Kawah Ijen Banyuwangi pada jam 3 pagi. Jadi ya santai saja.
Persis jam 12 malam, karena teman saya juga tak kunjung membalas, saya pun memutuskan memaksa motor saya untuk menyisir jalanan: mencari tukang tambal ban. Siapa tahu ada yang buka sampai tengah malam.
“Coba sampean muter balik ke arah UIN Jogja. Di sana banyak tukang tambal ban,” ujar seorang driver ojek online (ojol) yang sebelum menyalip saya mencoba mengingatkan kalau ban motor saya sudah sangat tidak tertolong jika harus saya paksakan jalan.
Tukang tambal ban penyelamat di Jalan UIN Jogja Depok
Di jalanan menuju UIN Jogja, Depok, saya menemui sekitar tiga pangkalan tukang tambal ban. Sayangnya, kesemuanya tutup. Saya pun sempat berhenti sejenak untuk mengecek WhatsApp, barangkali teman saya membalas.
Karena tak kunjung ada balasan, maka saya putuskan untuk lanjut lagi. Tapi kali ini mau tak mau harus saya tuntun. Kalau saya paksakan dinaiki, eman velg-nya. Apalagi velg belakang saya memang sudah peyok sedikit saat menerjang jalanan berlubang Lamongan, Jawa Timur.
Tapi beruntungnya, belum lama setelah menuntun, akhirnya ada satu tukang tambal ban yang masih buka. Si tukang tambal ban yang semula ngobrol dengan temannya langsung bergegas menyiapkan alat.
“Walah kalau ini ganti, Mas,” ujar si bapak tukang tambal ban sembari menunjukkan ban dalam motor saya: sudah robek.
“Ganti mawon, Pak,” pinta saya. Si bapak pun langsung kembali bekerja. Sementara saya mengambil duduk di sebuah bok semen tidak jauh dari tempat si tukang tambal ban bekerja.
Tak lama kemudian, ada dua orang yang bernasib sama dengan saya: menuntun motornya karena ban bocor dalam selisih waktu yang berdekatan. Keduanya tampak bernafas lega setelah menemukan ada satu tukang tambal ban di jalanan seberang UIN Jogja, Depok. Salah satunya adalah driver ojek online (ojol)
Ngojol sampai malam buat tambah-tambahan
Driver ojol yang bannya bocor tersebut bernama Sopian (28). Ia sebenarnya hendak menjemput seorang customer di daerah dekat UIN Jogja. Namun, tinggal sedikit lagi sampai ke titik si customer, bannya malah bocor. Alhasil, ia meminta si customer untuk meng-cancel.
“Tapi memang sudah tahu, Mas, kalau daerah UIN Jogja ada beberapa tambal ban yang buka sampai malam. Jadi tadi langsung nyisir saja jalanan sini,” ungkapnya usai menyulut sebatang rokok yang saya tawarkan.
“Saya tadi narik habis Isya. Jam 8 lah. Dapat enam penumpang. Harusnya tujuh kalau yang satu nggak cancel tadi,” ujar pria asal Kulunprogo, Jogja, tersebut dengan wajah dan nada sendu.
Sopian memang narik malam hanya untuk tambah-tambahan pemasukan. Jadi cenderung sedapatnya penumpang. Pekerjaan aslinya adalah sebagai karyawan di sebuah perusahaan kecil di Jogja, bekerja dari pagi sampai sore hari. Sementara malam harinya ia gunakan untuk ngojol.
Ban bocor tengah malam bukan sekali itu Sopian alami. Sudah beberapa kali ia mengalami hal tersebut. Jadi ia sudah terlalu kebal dengan situasi-situasi tak terduga saat sedang ngojol malam. Wong dapat orderan fiktif aja sudah sangat sering kok.
“Namanya anak laki-laki pertama, Mas, harus siap montang-manting, ngurus orang tua, ngurus adik,” ucapnya.
Obrolan kami terhenti di situ. Motor saya sudah beres, saya pamitan dengan Sopian untuk tancap gas balik ke Ngaglik.
“Matur suwun sanget nggih, Mas (Terimakasih banyak ya, Mas),” ucap si bapak tukang tambal ban saat saya sodorkan besaran uang yang harus saya bayar. Matanya yang merah seketika berbinar.
Padahal harusnya saya lah yang berterima kasih karena beruntung ada si bapak tukang tambal ban yang melek sampai tengah malam. Kalau tidak, mungkin saya akan meng-gradak motor saya sampai ke Nologaten.
Saat motor saya melaju meninggalkan Sopian, dari sepion tampak Sopian menyandarkan punggung dan kepalanya ke sebuah pal papan iklan dekat tempat tukang tambal ban. Sedari kami ngobrol tadi Sopian memang sudah tampak kelelahan.
Baca halaman selanjutnya…
Depok Jogja lekat dengan kesialan ban bocor