Aturan soal “kos bebas” memengaruhi strategi bisnis pemilik kos di berbagai daerah. Seiring perkembangan waktu, pengertian kos bebas ikut berubah. Pemilik kos mengaku rugi jika membuat aturan yang terlalu ketat, tapi juga tak ingin ada masalah berkepanjangan seperti “kumpul kebo”.
***
Jika diartikan secara hafriah, kos bebas adalah jenis kos-kosan yang memberikan kebebasan pada penyewanya untuk menghuni kos tersebut. Misalnya, tidak ada aturan ketat soal jam malam atau memliki fleksibilitas untuk keluar masuk kos kapan saja.
Bagi penyewa, khususnya pekerja atau anak kuliah yang memiliki kegiatan sampai malam, aturan kos bebas dapat menguntungkan. Namun, seringkali mereka jadi kebablasan mengartikan aturan kos bebas ini.
Karena diberi akses bebas atau punya kunci sendiri, tak jarang mereka bisa seenaknya membawa ‘orang lain’ ke kos tanpa izin pemilik bahkan sampai menginap. Masalahnya bakal lebih runyam jika penyewa membawa pacarnya, padahal belum menikah.
Potensi kumpul kebo pun bakal lebih besar. Maka tak heran, pengertian kos bebas ini sering dikonotasikan negatif. Anak kos yang tinggal di kos bebas berpotensi melanggar norma sosial atau moral. Masalah ini juga yang menjadi kebimbangan pemilik untuk membuat aturan bebas atau sesuai syariat yang tak berpotensi menimbulkan kejadian kumpul kebo.
Pilih mengusir penyewa daripada pakai aturan kos bebas
Fally (33), salah satu pemilik kos di Kota Bandung mengaku jengkel saat ada orang yang bertanya tentang aturan di kosnya. Khususnya, pertanyaan soal ‘kos bebas’. Sebagai pemilik kos, Fally sendiri tidak ketat-ketat amat membuat aturan.
Misalnya, boleh membawa pacar ke kos, asal tidak boleh lama-lama. Maksimal ya hanya kongkow-kongkow selama dua jam di kosan. Dan tidak boleh menginap. Namun, ada saja penyewa yang bandel dengan membawa pacarnya menginap, tanpa seizin Fally.
Saat ketahuan dan sudah ditegur, penyewa tersebut malah tidak merasa bersalah karena melanggar aturan. Yang ada, Fally justru kena marah balik, alih-alih menuding si penyewa melakukan kumpul kebo.
“Dia sampai bilang ‘kan nggak pernah telat bayar’. Lah, bayar kan memang kewajiban. Kalau bisa ya jangan sampai telat. Nggak ada hubungannya bayar kos tepat waktu sama bawa pacar ke kos,” ujar Fally.
Alhasil, Fally jadi bete sendiri saat ada yang tanya soal aturan kos bebas atau tidak. Tanpa sadar, ia jadi sering menjawab dengan ketus: “Kalau mau bebas sewa apartemen saja”. Namun, Fally paham jika hal itu tidak baik.
“Akhirnya sekarang, kalau ada penyewa yang ketahuan pasti saya tegur dulu. Kalau sampai tiga kali ditegur dan masih seperti itu, langsung saya minta untuk cari kos lain,” kata Fally.
Kos bebas lebih diminati penyewa
Sebetulnya, kata Fally, menanyakan aturan kos bebas atau tidak sah-sah saja. Tapi lama-kelamaan ia jadi bimbang untuk melepas aturan-aturan yang berlaku. Fally mengaku pasarnya jadi menurun karena tidak menggunakan aturan kos bebas.
“Di zaman sekarang ya, kebanyakan penyewa ini ingin kos bebas tapi saya takut akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” kata Fally.
Senada dengan Fally, Karina (28) yang juga seorang pemilik kos di Kabupaten Pasuruan mengaku akhir-akhir ini sering mendapat pertanyaan yang sama dari calon penyewa. Bukan lagi pertanyaan template seperti “Apakah ada kamar kosong?” atau “Berapa lebar kamarnya?” melainkan pertanyaan yang membuatnya risih.
“Di WhatsApp itu sering ada yang tanya, ‘Apakah bebas? Tidak ganti-ganti pasangan, kok’ atau ‘kalau nikah siri boleh nggak, Kak?’” kata Karina.
“Kalau aku jawabnya tidak bebas dan tidak boleh untuk penyewa dengan status nikah siri, biasanya mereka langsung menghilang,” lanjutnya.
Kos biasa tetap penuh, asal promosi jalan terus
Pertanyaan-pertanyaan di atas membuat Karina jadi sering menimbang ulang, untuk mengubah aturan di kosnya menjadi bebas. Mengingat, bisnisnya yang semakin sepi peminat karena kalah saing dengan kos bebas.
Terlebih, Kabupaten Pasuruan merupakan pasar yang empuk untuk membuka kos-kosan, karena banyak pekerja industri di sana. Namun, baik Karina dan Fally tak mau mengambil jalan itu. Mereka percaya bahwa masih ada penyewa yang mau ngekos dengan aturan sesuai syariat. Bukan kos bebas.
“Ya kalau orientasinya hanya uang, bisa saja kosanku langsung penuh. Tapi Puji Tuhan, tanpa harus membuka peluang untuk para penyewa ‘hidup bersama’ (red: kumpul kebo), kosku tetap penuh walaupun harus promosi terus-menerus,” ujar Karina.
“Aku bukan sok tidak butuh uang, aku hanya peduli,” lanjutnya.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Hari-hari Mahasiswa Malang yang Jalani Kumpul Kebo: Latihan Berumah Tangga, Hidup Layaknya Suami Istri meski Tak Siap Menikah atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.
