Ketulusan Guru Honorer yang Kuliah Sambil Mengajar Siswa Difabel di Surabaya

Guru honorer di Surabaya rela mendedikasikan hidupnya untuk mengajar siswa difabel. (Ega Fansuri/Mojok.co)

 Seorang guru honorer dengan ketulusan mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) Surabaya. Itu bukan cita-citanya sejak kecil, tapi kurangnya guru bagi anak difabel mengetuk hatinya untuk memahami setiap karakter siswa.

Menjadi guru honorer adalah panggilan hati

Di sudut gang daerah Surabaya, ada Sekolah Luar Biasa (SLB) Grahita Sari Dharma Wanita. Gerbangnya seperti cerita dalam dongeng, sebab dikelilingi oleh daun-daun yang merambat.

Setiap pagi, guru-guru akan berjejer di depan pintu masuk menyalami siswa difabel yang datang. Sesekali mereka menyapa orang tua siswa yang mengantar. 

Jamaludin (29), salah satu guru honorer di sekolah tersebut mengaku kadang sulit bagi orang tua untuk mengantar dan membujuk anak mereka pergi ke sekolah. Sebab, tidak semua anak mau ditinggal sendirian. 

Sekolah Luar Biasa (SLB) Grahita Sari Dharma Wanita. MOJOK.CO
Sekolah Luar Biasa (SLB) Grahita Sari Dharma Wanita di Surabaya. (Aisyah Amira Wakang/Mojok.co)

“Ada anak-anak yang dulunya pertama datang ke sekolah sangat pemalu, selalu menangis ketika ditinggal orang tua, bahkan sulit diajak komunikasi,” ucapnya kepada Mojok, Minggu (17/11/2024).

Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi Jamal, sapaan akrabnya saat memulai kariernya menjadi guru. Dia tidak punya pengalaman mengajar sebelumnya, apalagi mengurus anak-anak berkebutuhan khusus.

Tak pernah bercita-cita sebagai guru honorer

Jamal sudah menjadi guru sejak tahun 2016. Mulanya dia hanya melamar kerja sebagai operator di SLB. Sesekali, kepala sekolah meminta bantuan dia untuk mengajar, karena kurangnya tenaga guru di sekolah tersebut.

Jamal tidak menolak karena ingin mencoba. Dia pun diangkat sebagai guru honorer untuk mengajar. Meskipun muridnya tidak lebih dari 40 siswa difabel, sekolah itu hanya memiliki empat guru, termasuk dirinya.

Pertama kali mengajar, dia pun merasa bingung karena setiap siswa memiliki karakter yang unik. Ada yang pemalu hingga sulit diajak berkomunikasi.

Jamal, guru honorer yang mengajar di SLB Surabaya. (Aisyah Amira Wakang/Mojok.co)

Namun, Jamal tidak berhenti. Dia berusaha mendekati anak-anak tersebut dengan selalu menyapa dan mengajak mereka berbincang.

Ketika anak-anak itu mulai terbuka, Jamal tak segan menanyakan masalah personal untuk mengetahui kebutuhan anak-anak difabel. Lambat laun, para siswa mulai menunjukkan rasa percaya diri. 

“Melihat mereka tersenyum saat mengikuti pementasan yang diadakan di luar sekolah, selalu menjadi momen mengharukan bagi saya,” ucapnya. 

Mampu mengatur pengeluaran

Sebagai guru honorer, gajinya tentu tidak seberapa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jamal tidak mau menyebut angka pastinya, yang jelas di bawah UMR Surabaya. 

Jamal memang jarang mengeluh tentang pendapatannya, sebab selama ini dia masih bisa mengatur pengeluaran. Dia juga tetap bisa menabung sebisanya.

“Bisa dibilang cukup nggak cukup, tapi mungkin karena saya belum berkeluarga jadi masih bisa untuk mencukup kebutuhan sehari-hari,” katanya.

Biasanya Jamal makan sebanyak dua kali sehari. Dalam seminggu dia hanya mengeluarkan uang sebanyak Rp100 ribu untuk makan, sebab terbiasa masak sendiri.

Di sisi lain, dia juga menyisihkan gajinya setiap bulan untuk kuliah. 

“Untuk biayanya dari sekolah dengan sistem potong gaji tiap bulannya untuk mencicil,” ujarnya.

Kuliah demi meningkatkan mutu guru honorer

Untuk melatih diri dan menambah wawasan, Jamal mengikuti pelatihan atau seminar tentang anak berkebutuhan khusus. Dia ingin lebih memahami para siswa.

Salah satu siswa difabel di SLB Surabaya mengikuti lomba seni. Dok. Jamal

“Saya juga sering bertukar pikiran dengan sesama guru, bahkan yang berasal dari sekolah lain, berusaha “kreatif” dengan memanfaatkan apa yang ada,” ucapnya.

Setelah beberapa tahun mengajar, Jamal mendapat tawaran dari kepala sekolahnya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Jamal yang hanya lulusan SMK tidak ingin menyia-nyiakan tawaran tersebut.

“Selain meningkat kan mutu, saya ingin mempelajari teknik dan metode yang lebih efektif dalam menyampaikan pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak,” ucapnya.

Saat ini dia masih menyelesaikan kuliahnya di luar kota. Dia harus bolak-balik kuliah sambil mengajar di sekolah tersebut.

Media belajar bagi anak berkebutuhan khusus 

Menurut Jamal, peningkatan mutu sumber daya manusia terutama bagi guru masih belum cukup untuk meningkatkan proses pembelajaran siswa. Sekolah juga perlu memberikan fasilitas dan alat bantu yang lengkap.

Untuk mengajar anak-anak berkebutuhan khusus, Jamal menggunakan media pembelajaran yang kreatif. Biasanya dia akan membuat media pembelajaran tersendiri jika fasilitas di sekolahnya belum mencukupi.

Jamal, guru honorer mengajari siswa difabel di SLB Surabaya. (Aisyah Amira Wakang/Mojok.co)

“Untuk pembelajaran visual saya menggunakan flash card atau speech board, itu bisa diakali dengan membuatnya sendiri,” ujar guru honorer tersebut.

Meski begitu, dia masih berharap pemerintah dapat meningkatkan perhatian dan dukungannya terhadap pendidikan inklusif. Sebab, ada kebutuhan yang memang tidak bisa mereka akali, seperti alat bantu dengar untuk anak tunarungu.

“Karena dengan perhatian dari pemerintah, kita dapat menciptakan lingkungan yang inklusif dan adil bagi semua anak,” kata dia. 

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: 22 Tahun Jadi Guru Honorer Bergaji Kecil di Surabaya, Kini Pilih Jadi Tukang Pijat demi Keluarga

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version