Prayoga (23) nyaris mengubur mimpinya untuk berkuliah. Persoalan biaya adalah penyebab utama. Namun, di tengah keputusasaannya itu, dia nekat menjadi driver ojol.
Awalnya, profesi itu dia jalani sekadar untuk mengisi waktu. “Daripada nganggur”, kalau kata lelaki asal Bantul ini. Namun, siapa sangka, menjadi driver ojol malah berhasil mewujudkan mimpinya.
Tak sampai di situ. Da juga sangat bersyukur, karena berkat profesi yang sudah dijalani empat tahun ke belakang itu, Prayoga bisa kuliah tanpa membebani orang tua.
“Kalau kata film favoritku, sih, namanya ‘Butterfly Effect’, Mas,” kata mahasiswa PTS Jogja semester 8 ini, bercerita kepada Mojok di sela-sela kesibukannya mengerjakan skripsi, Selasa (15/10/2024).
“Mungkin kelihatannya cuma langkah sederhana. Tapi aku bisa bayangin, kalau waktu itu aku nggak mutusin ngojol, mungkin sekarang aku nggak bisa kuliah. Apalagi nikmatin masa muda seperti sekarang bareng circle-ku,” sambungnya.
Berawal dari ditolak kampus negeri
Pada 2019 lalu, Prayoga memutuskan mendaftar kuliah via jalur UTBK di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Dia memilih Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia pada pilihan pertama, dan Ilmu Sejarah di pilihan kedua.
Saya sendiri pertama kali bertemu dengan driver ojol ini pada Mei 2024 lalu. Saat itu, aia baru saja mengantarkan para peserta UTBK 2024 di UNY. Karena kebetulan sedang meliput acara, saya pun berkenalan dengannya dan akhirnya tahu bahwa UNY adalah kampus impiannya.
“Tapi ditolak, Mas. Aku sangat percaya sama yang namanya keberuntungan. Tapi gagalnya aku masuk UNY murni karena kurang pinter aja, sih. Hahaha,” kelakarnya dengan aksen Jawa yang medok.
Gagal masuk UNY, sama berarti dia harus mengubur mimpinya hidup-hidup. Sebab, saat itu, dalam pandangan Prayoga kuliah di kampus keguruan tersebut sangat terjangkau. Sehingga, kalau memutuskan lanjut ke PTS, dia khawatir orang tuanya tak sanggup membiayainya karena memang sangat mahal.
“Bapak serabutan. Ibu nggak kerja. Jadi kalau harus lanjut kuliah ke PTS ya nggak dulu aja. Mana punya uang,” ungkap driver ojol ini.
Driver ojol ini menemukan “berlian” di tengah ganasnya pandemi
Setelah gagal masuk UNY, Prayoga berpikir untuk gap year saja. Jeda satu tahun akan dia manfaatkan untuk bekerja dan mengumpulkan duit. Beberapa lamaran kerja pun disebar, tapi belum ada satupun panggilan.
Alhasil, Prayoga memutuskan buat menjadi driver ojol saja. Bagi dia, cuma profesi ini yang paling mungkin dia kerjakan pada waktu itu. Apalagi, jam kerjanya pun juga fleksibel. Prayoga pun tercatat mulai menggeluti profesinya itu sejak Agustus 2019.
Beberapa bulan bekerja sebagai driver ojol, “kiamat” datang. Pandemi Covid-19 tiba-tiba datang dan melumpuhkan aktivitas manusia. Industri mengkis-mengkis, pekerja banyak yang di-PHK, serta pelajar dan mahasiswa harus menjalani pembelajaran via daring.
Prayoga sempat berpikir itu adalah akhir dunia. Namun, ternyata dia salah. Pandemi justru mendatangkan berlian bagi dia. Di saat banyak orang kehilangan pekerjaan mereka, driver ojol ini malah merasa sedang panen rezeki.
“Bukan bermaksud meromantisisasi pandemi, bagiku Covid itu bagai kiamat. Tapi aku juga nggak mau bohong, pandemi justru datangin rezeki buat aku,” ujarnya sumringah, mengingat masa jayanya waktu itu.
“Sebelum pandemi, orderan ramai kalau malam saja. Kemarin waktu pandemi, akunku gacor banget. Orderan nganter makanan padat banget, bahkan sejak pagi hari,” tegasnya.
Bisa nabung 200 ribu sehari hasil dari narik ojol
Selama pandemi, penghasilan Prayoga tak main-main. Padahal, driver ojol ini hanya bekerja secara normal saja. Maksudnya, bekerja dari pagi sampai sore saja, laiknya para pekerja lain.
“Ya kalau malem gabut gitu, kadang on, ngebid. Buat nambah-nambah aja,” kata Prayoga.
Penghasilan hariannya memang tak menentu. Namun, yang harus digarisbawahi, kata “tak menentu” ini berada pada level di atas rata-rata. Menurut Prayoga, dia kadang dapat penghasilan bersih Rp200 ribu, Rp250 ribu, hingga yang paling banyak pernah menyentuh Rp400 ribu.
“Pokoknya sehari nabung 200 ribu itu pasti dapet. Sampai bapak sama ibu kaget, ‘kerjanya nggak usah ngoyo-ngoyo, eman badanku’. Padahal mah, aku kerja normal-normal saja,” ungkap driver ojol ini.
Alhasil, Prayoga pun mulai berani menghidupkan mimpinya lagi. Dari total tabungannya hasil ngojol, dia menargetkan cukup untuk mendaftar kuliah. Walaupun nggak bisa masuk negeri, dia mengaku cong-congan saja alias berani mendaftar ke PTS yang terkenal mahal.
“Puji Tuhan banget. Di UTBK 2020 aku ikut lagi. Meski gagal, aku nekat aja daftar kuliah di PTS di jurusan idamanku. Bukannya sombong ya, karena duit udah kepegang. Hahaha.”
Selama lima semester awal, Prayoga mengaku profesinya sebagai driver ojol sama sekali tak mengganggu kuliahnya. Sebab, proses pembelajarannya dilakukan via daring, sehingga bisa disambi.
Memasuki semester tua, intensitasnya ngojol mulai berkurang lantaran kesibukan KKN, magang, hingga skripsian. Tapi dia tetap meluangkan waktunya untuk ngojol, karena katanya, “hasilnya lebih dari lumayan buat ngopi, nongkrong, dan beli rokok.”
Bersyukur meringankan beban orang tua
Selain bisa kuliah berkat jadi driver ojol, ada hal lain yang disyukuri Prayoga. Terutama, dia berhasil meringankan beban orang tua. Setidaknya dengan ngojol, Prayoga bisa mencukupi sendiri uang jajan hariannya.
“Aku daftar kuliah, bayar uang gedung di semester-semester awal, murni dari uangku sendiri. Duit nabung hasil ngojol tadi,” jelasnya.
“Ya, memang sampai 4 tahun kuliah ini ada saja bantuan dari ortu, karena mereka merasa kuliahku masih tanggung jawab mereka. Tapi paling nggak uang saku aku nggak pernah minta lagi.”
Prayoga sadar, menggantungkan hidup dari ayahnya yang kerja serabutan, tak pernah mudah. Makanya, sebisa mungkin dia tak jadi anak yang merepotkan. Syukur-syukur, kini dia bisa membantu mereka.
“Bayar listrik, ngasih uang saku adik, kadang beli beras. Puji Tuhan masih bisa melakukan hal kecil, tapi cukup buat bikin orang tua senang.”
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News