PSHT Tetap di Hati meski Belajar di Lingkungan Muhammadiyah yang Punya Tapak Suci

Anggota PSHT Iri dengan Perguruan Tapak Suci yang Dianakemaskan Muhammadiyah karena Merasa Dikucilkan di UMM. MOJOK.CO

ilustrasi - siswa PSHT sedang latihan. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Seorang anggota dari perguruan silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) merasa iri dengan perguruan Tapak Suci yang ada di kampusnya, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Meski begitu, ia tak mau pindah ke hati yang lain, karena banyak nilai kehidupan yang diajarkan oleh perguruan pencak silat tertua dan terbesar di Indonesia itu.

***

Maul (23) tertarik bergabung PSHT sejak usia 16 tahun. Orang tuanya sempat tidak merestui, karena jadwal latihannya yang bisa selesai hingga larut malam bahkan dini hari.

Namun, Maul tak patah arang meski digempur di tempat latihan lalu kena omelan orang tua saat pulang. Ia tetap berlatih sebanyak dua kali dalam seminggu, yakni di hari Rabu dan Sabtu.

Proses itu ia lalui selama dua tahun hingga menjadi murid yang diperhitungkan. Latihannya pun naik tingkat, mulai dari pengasahan fisik, mental, sampai kepercayaan diri.

“Saya memang tertarik untuk mengembangkan ilmu bela diri. Saya juga jadi lebih disiplin khususnya di lingkungan sekolah dan kampung halamanku,” ujar Maul saat dihubungi Mojok, Selasa (15/7/2025).

Persis seperti sepenggal nama perguruannya, hingga kini, Maul masih setia mengikuti latihan PSHT bahkan saat kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang notabennya memiliki organisasi silat unggulan tersendiri: Tapak Suci.

Cara keras PSHT melatih fisik dan mental siswa

Maul sudah tahu sejak memutuskan ikut PSHT, kalau fisik dan mentalnya akan ditempa habis-habisan. Salah satu latihan fisik terberat menurut Maul adalah harus push up seribu kali di atas batu koral tajam dan tidak boleh menurunkan badan.

Jika tidak mampu melakukannya, murid di PSHT harus siap menerima hukuman . Hukumannya, kata Maul, seperti menambah jumlah push up atau melakukan latihan fisik dua kali lipat dari target. 

“Tapi tidak menuntut kemungkinan juga pelatih memberikan kami toleransi jika hukuman itu malah mencakup kondisi siswa, apalagi yang punya riwayat penyakit,” ujar Maul.

Selain latihan fisik, murid di PSHT juga diwajibkan melakukan meditasi untuk melatih kepekaan terhadap sekitar. Dengan beradaptasi, mereka dituntut berkonsentrasi secara penuh. 

Puncaknya, para murid akan diuji saat mengikuti kenaikan tingkat. Sebagai informasi, setiap murid punya tingkatan sabuk yang ditandai dengan warna. Hitam berarti siswa baru yang mengenal PSHT, jambon (merah muda) menandakan peningkatan kemampuan, hijau berarti siswa sudah menguasai teknik dasar dan pemahaman yang lebih mendalam, lalu putih sebagai tingkat tertinggi siswa untuk menjadi pendekar atau warga PSHT.

Untuk naik level, Maul harus melalui ujian yang dilakukan secara serempak oleh siswa lainnya. Ia sendiri membutuhkan waktu selama dua tahun hingga bisa memperoleh sabuk putih. Ujiannya pun tidak mudah karena di sanalah fisik dan mentalnya benar-benar diuji.

“Kami harus memahami banyak materi juga mengambil sabuk yang disembunyikan di area makam.Entah itu digantung di pohon, batu nisan, bahkan ada yang di dalam tanah dengan diberi tanda,” jelas Maul.

Baca Halaman Selanjutnya

Minoritas di kampus sendiri

Tak Tergiur karena Tapak Suci

Dari latihan yang keras itu, Maul berasumsi, kenapa solidaritas di PSHT terjalin sangat kuat. Ia juga sering mendengar dari teman-temannya kalau siswa di PSHT sudah seperti saudara kandung yang beda rahim.

Oleh karena itu, setelah lulus dari SMA, Maul tetap setia mengikuti PSHT hingga kuliah. Beruntungnya, di kampusnya, Universitas Muhammadiyah Malang masih terdapat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) bela diri PSHT.

“Di UMM cuman ada dua, Tapak Suci dan PSHT,” ujarnya.

Sejujurnya, Maul cukup kaget karena ada perguruan PSHT di UMM. Mengingat, Muhammadiyah mempunyai perguruan Tapak Suci yang dinaungi mereka secara langsung. 

Namun, Maul tak mau pindah hati meski berada di lingkungan Muhammadiyah. Sebabnya, Tapak Suci adalah organisasi bela diri yang mereka naungi secara langsung, segala kebutuhannya pun pasti mereka dukung.

PSHT bicara adab dan pendekar yang berbudi pekerti

Sementara itu, bagi Maul, PSHT tak hanya mengajarkan bela diri namun menata adabnya dalam berperilaku. Maka, jika ada siswa PSHT yang meresahkan, itu berarti ia belum benar-benar memahami materi yang diberikan saat latihan.

“Warga PSHT dituntut untuk menjadi pendekar yang berbudi pekerti. Arti pendekar di sini bukan Merujuk ke jagoan di jalan. Yang merasa lebih unggul kemampuan bela dirinya dibandingkan masyarakat biasa,” ujar Maul.

Selama 7 tahun bergabung dengan PSHT, Maul mengaku mendapat banyak ilmu. Di mana pun, tak semua masalah harus diselesaikan dengan kekerasan . Tidak mengedepankan ego dan menjadi pribadi yang punya aura positif serta berwibawa.

Perubahan itu pula yang membuat orang tua Maul akhirnya mendukung kegiatannya di PSHT. Sampai sekarang pun ia masih ingat betul nasihat dari pelatihnya, agar menikmati segala proses dari masalah yang ia temui.

Sepiro gedene sengsoro yen tinompo amung dadi cubo . Jadi sebesar apa masalah yang kita hadapi, anggaplah itu sebagai ujian. Terbiasalah menjalaninya karena itu akan membentuk karakter diri yang lebih kuat,” ucap mahasiswa UMM tersebut. 

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA:  Gabung PSHT Biar Kuat tapi Selalu Kalah saat Duel 1 Lawan 1, Hanya Menang kalau Keroyokan atau liputan Mojok lainnya di rubrik  Liputan .

Exit mobile version