Knalpot brong amat meresahkan. Mojok beberapa kali memuat tulisan tentang keresahan masyarakat di berbagai daerah terkait suara bising motor brong.
Sebagai misal, dalam liputan “Sudah 2025, Tapi Knalpot Brong bikin Surabaya Terasa ‘Tertinggal’ di 2005”, Mojok memotret bagaimana orang-orang Surabaya resah dengan konvoi motor yang knalpotnya dimodif aneh-aneh.
Terutama sekali mendekati hari-hari besar seperti tahun baru, masa kampanye Pemilu, atau masa-masa kelulusan sekolah. Pada momen-momen tersebut, suara bising dari jalanan Surabaya bikin warga naik pitam.
Atau, ada juga tulisan berjudul “Menanti Jogja Tanpa Knalpot Brong, Sampah yang Bikin Telinga Tersiksa” di rubrik Terminal. Dalam artikel tersebut, penulis resah tantang adanya motor ber-knalpot brong yang masih kerap dijumpai di jalanan Jogja. Padahal, aturan pelarangannya sudah ada, dan tindakan penertiban pun kerap dilakukan.
Suara knalpot brong mengganggu proses syuting
Saya dan rekan-rekan Mojok sendiri, sebenarnya punya pengalaman unik dan menyebalkan soal knalpot brong.
Tiap hari Kamis setiap pekannya, Mojok rutin mengadakan syuting program Youtube Akar Rumput. Nah, biasanya tim video melakukan pengambilan gambar di ruangan indoor.
Namun, belakangan ini mereka berpindah lokasi syuting ke sebuah warung kopi yang bentuk ruangannya semi indoor. Alasannya, sih, karena ingin mencoba suasana baru.
Uniknya (dan sekaligus bikin jengkel), tiap Kamis pukul 15.00 WIB Mojok selalu “diganggu” oleh kehadiran motor ber-knalpot brong. Masalahnya, tak cuma lewat, tapi motor ini gebar-geber di sekitaran lokasi syuting.
Kalau sudah begini, crew video mau tak mau harus menjeda dulu proses syuting. Bukan apa-apa, suara bising dari geberan motor tersebut masuk ke video. Alhasil, paling tidak ada 10-15 menit waktu yang terbuang gara-gara suara mengganggu tadi.
Selain mengganggu teknis syuting, tak jarang suara knalpot brong ini bikin pembawa acara kehilangan “feel-nya” lagi.
Sialnya, motor tersebut sepertinya punya rutinitas gebar-geber tiap hari Kamis pukul tiga sore. Sebab, kejadian ini terus berulang di pekan-pekan berikutnya.
Knalpot brong lebih banyak mudharatnya
Saya, dan tentunya banyak orang lain di luar sana, tentu heran mengapa di tahun 2025 ini masih ada orang yang memakai knalpot brong. Sebab, dari kesaksian dan cerita-cerita yang ditulis Mojok, lebih banyak yang emosi ketimbang memuji.
Syahrul (25), salah satu pekerja media di Jogja, baru-baru ini juga mengalami kisah serupa. Ceritanya, awal 2025 kemarin, ia terjebak kemacetan di Jalan Wonosari Ringroad Selatan Jogja saat hendak mengantar ibunya ke Puskesmas.
Sialnya, di tengah kemacetan itu, ia berdampingan dengan satu sepeda motor dengan knalpot brong. Pengendara itu terus menggeber knalpotnya hingga tak karuan bisingnya.
“Herannya itu kayak nggak ngerasa bersalah, malah tambah kenceng bleyer-nya. Kalau nggak ada ibu yang gonceng, mungkin udah aku pukulin itu orang. Hahaha,” kisah Syahrul.
Kemarahan Syahrul ini amat berdasar. Sebab, berdasarkan banyak riset, suara kencang yang sifatnya antropogenik (dihasilkan dari aktivitas manusia) secara psikologis dapat menghasilkan hormon stres. Hal inilah yang kerap memicu kemarahan seseorang.
Apalagi melihat fakta bahwa untuk waktu singkat (1-2 menit) batas toleransi pendengaran manusia adalah 135 desibel. Sementara knalpot brong bisa mencapai 180 desibel.
“Knalpot brong itu banyak mudharatnya. Sama sekali nggak keren,” tegas Syahrul.
Mendengar alasan para pengguna brong
Kalau melihat apa yang sudah dipaparkan dalam subbab-subbab di atas, sudah jelas: knalpot brong amat menjengkelkan, banyak mudharatnya, dan sama sekali tidak keren.
Lantas, apa yang bikin anak muda “nekat” memasang knalpot janahan tersebut di sepeda motor mereka?
Di dekat kos saya di Condongcatur ada sebuah bengkel motor. Kebetulan bengkel ini jarang sepi. Setiap hari, setidaknya ada saja pelanggan yang memodifikasi motor mereka dengan knalpot brong. Beberapa orang sempat saya wawancara.
Saya sendiri sebenarnya cuma punya tiga pertanyaan dasar: 1) apa alasan memasang knalpot brong, 2) apa sensasi yang dirasakan berkendara dengan knalpot brong? dan 3) banyak orang mengeluhkan, mengapa masih nekat pakai?
Ini jawaban mereka!
Jawaban para pengguna
Ali (bukan nama sebenarnya, diwawancara pada Minggu, 26 Januari 2025)
Brong itu laki banget, Mas. Makin kenceng suaranya, makin segan orang-orang sama kita di jalanan.
Bima (bukan nama sebenarnya, diwawancara pada Minggu, 26 Januari 2025)
Saya punya dua motor, Mas. Yang satu brong, dan satu lagi knalpot biasa. Saya itu biasanya pakai brong kalau ada acara aja sama teman-teman. Misalnya kopdar komunitas. Pakai knalpot brong itu bikin kita nggak minder sama yang lain, seenggaknya gagah aja.
Chicco (bukan nama sebenarnya, diwawancara pada Minggu, 26 Januari 2025)
Orang-orang punya hak nggak suka sama kami yang pakai Brong, Mas. Tapi kami juga punya hak yang sama buat berekspresi. Toh, kami cari makan sendiri-sendiri kan, nggak ganggu mata pencaharian satu sama lain.
Dicky (bukan nama sebenarnya, diwawancara pada Senin, 27 Januari 2025)
Brong itu keren, Mas. Gagah aja didengarnya. Yang nggak suka tinggal tutup kuping apa repotnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Jatuh Bangun Bersama Motor Honda C70, Motor Busuk dan Jelek yang Membuat Saya Merasa Menang dari Honda Vario di Jalanan Surabaya atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.