Menengok Geliat Anak Muda Jogja Menggandrungi Jamu Demi “Keperkasaan”

Ilustrasi Alasan Anak Muda Jogja Mulai Menggandrungi Jamu, Tak Cuma Kesehatan tapi Juga "Keperkasaan" (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bersamaan dengan tangan kirinya yang sibuk scroll video-video di TikTok, tangan kanan Oni (24) mengarahkan gelas berisi es beras kencur ke bibirnya. Sedikit demi sedikit ia mulai menyeruput, menikmati jamu tersebut seperti sedang minum kopi di coffee shop Kota Jogja.

Oni, memang kerap njamu di warung Jamu Ginggang, Pakualaman, yang siang itu juga saya datangi. Paling tidak, tiga kali dalam seminggu. Kadang sendirian, tapi kerap juga ramai-ramai bersama teman kuliahnya, seperti pada siang itu.

“Kalau orang lain nongkrongnya di coffee shop, kita ke warung jamu saja,” kelakar mahasiswa asal Jogja ini kepada Mojok, Kamis (6/6/2024).

Ia mengaku doyan hampir semua jenis jamu. Mulai yang manis-manis, paitan alias yang rasanya pahit nggak karuan, dan sesekali juga minum galian, yakni “ramuan khusus” kesehatan perempuan.

“Karena mood-nya lagi pengen cari yang seger-seger, hari ini pesan yang es beras kencur,” jelasnya.

Kegandrungan Oni dengan jamu sebenarnya sudah cukup lama. Penyebabnya, ia kesulitan minum obat. Padahal, semua cara sudah dicoba, mulai dari digerus, dicampur pisang, bahkan dimasukan ke dalam roti. Tapi semua sia-sia karena Oni selalu muntah.

“Makanya, gara-gara itu sejak SMP nggak pernah minum obat. Kalau demam, batuk, larinya ke jamu. Sampai sekarang.”

Sejak pandemi Covid-19, tren anak muda minum jamu alami kenaikan

Oni hanya salah satu contoh anak muda yang doyan jamu. Bahkan, kebiasaan njamu-nya itu juga diikuti teman-temannya. Terbukti, kira-kira setahun terakhir teman-teman kuliahnya lebih banyak mengajaknya ke warung Ginggang Pakualaman ketimbang coffee shop.

Di kalangan anak muda, tren minum jamu juga sedang mengalami kenaikan. Hasil survei Herbathos, platform produk herbal terbesar di Jawa Tengah, menunjukkan bahwa konsumsi jamu di kalangan anak muda (18-35 tahun) meningkat sebesar 20 persen dalam setahun terakhir.

Sebenarnya, tanpa melihat survei tersebut, hipotesis soal naiknya tren minum jamu di kalangan anak muda, terutama Jogja sangat mudah kita validasi.

Misalnya, dari masifnya kemunculan warung jamu bergaya modern seperti Suwe Ora Jamu; sampai mulai menjamurnya menu jamu di berbagai coffee shop. Pendeknya, minuman yang awalnya kerap dikaitkan dengan minumannya orang sepuh itu kini sudah mengarusutama.

Jamu Ginggang Pakualaman, Pilihan Sehat Tanpa Pahit Obat yang Digandrungi Anak Muda Jogja.MOJOK.CO
Sejumlah muda-mudi datang menikmati “racikan herbal” di warung Ginggang Pakualaman (Mojok.co/Ahmad Effendi)

Pemilik warung jamu Ginggang, Rudi Supriyadi (60), mengakui kalau anak muda sekarang memang mulai gandrung dengan jamu. Saat pertama meneruskan usaha itu pada 1950, Rudi mengaku kalau pembelinya kebanyakan orang-orang sepuh.

“Sekarang malah kebanyakan anak muda. Dugaan saya malah 60 persen itu muda-mudi,” kata penerus generasi kelima Ginggang ini, Kamis (6/6/2024).

Kata Rudi, perubahan tren ini mulai kelihatan saat pandemi Covid-19. Saat itu, muda-mudi sering datang buat njamu ke tempatnya karena mengaku ingin meningkatkan imun tubuh agar lebih kebal terhadap virus.

“Dan itu berlanjut sampai sekarang. Dari yang awalnya sekali dua kali datang ke sini pas Covid, sekarang malah jadi pelanggan.”

Rudi mengaku, dulu memang ada perbedaan mencolok antara menu yang dipesan orang-orang tua dengan anak muda. Buat yang muda-muda, biasanya memesan menu manis, seperti beras kencur atau kunir asem, sementara orang tua sebaliknya. Namun, kini sudah tak ada lagi perbedaan. Anak-anak muda sudah banyak yang doyan dengan menu paitan.

Ambisi anak muda mengejar “keperkasaan”

Ada banyak alasan mengapa anak muda di Jogja mulai beralih ke jamu. Bahkan, menjadikan kebiasaan njamu sebagai sesuatu yang kasual–pengganti kebiasaan ngopi saat kongkow.

Oni, misalnya, mengaku badannya jadi lebih bugar dan nggak gampang sakit semenjak beralih dari obat ke kebiasaan njamu. Bahkan, menurut pengakuannya, ia tak pernah mengalami sakit parah dan berkepanjangan. Paling banter cuma demam ringan, yang setelah minum ramuan herbal tersebut sehari berselang langsung segar lagi.

“Apalagi menurutku, ya, jamu ‘kan serba herbal. Jadi minim efek samping. Apalagi buat mahasiswa semester tua yang rajin begadang kayak kita, harusnya minum jamu itu jadi kebiasaan,” jelasnya.

Sementara alasan nyeleneh datang dari Ridho (25). Lelaki yang sehari-hari bekerja di sebuah online store ini mengaku dengan rutin njamu, dia lebih merasa “perkasa”.

“Ya anak muda to, Mas. Yang begini-gini kan penting. Tapi ya nek belum menikah jangan ditiru, adegan ini hanya untuk orang dewasa,” jelasnya sambil tertawa.

Ridho sendiri sudah setahun ke belakang rutin minum jamu di warung Ginggang Pakualaman. Ada dua menu yang paling sering dia pesan, yakni Sehat Pria Komplit dan paitan.

“Dua racikan yang menurut saya pas. Cocok di tubuh saya. Enak juga dan bikin ‘perkasa’,” pungkasnya.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Jamu Ginggang Pakualaman, Pilihan Sehat Tanpa Pahit Obat yang Digandrungi Anak Muda Jogja

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version