Candra Mukti, Mukti Entut, dan Mukti Metronom berhasil mengocok perut ratusan pengunjung dalam pentas stand up comedy, El Metronom: Fak untuk Aku di gedung IFI-LIP Yogyakarta, Sabtu (10/12).
***
Saat menginjakkan kaki di halaman gedung IFI-LIP Yogyakarta pada Sabtu (10/12) malam, perasaan saya campur aduk. Menonton pementasan tunggal stand up comedian sekaliber Candra Mukti untuk pertama kalinya tentu membuat saya antusias. Apalagi gratis dan ditemani satu atasan dan satu rekan dari kantor.
Dua sosok yang menemani saya yakni Puthut EA (Kepala Suku Mojok) dan Iradat Ungkai (Admin Media Sosial Mojok). Nama pertama yang saya sebut mendatangkan perasaan lain selain antusiasme, yakni kecemasan.
Beberapa hari lalu, ia baru saja dirujak ratusan bahkan ribuan orang di media sosial. Perkaranya karena sebuah insiden di Kedai Roti Bakar yang ia ceritakan di Twitter. Datang ke acara komedi yang jujur dan frontal, Mas Puthut tentu rawan untuk dikuliti.
Ia mudah ditandai di antara kerumunan anak muda yang menonton acara ini. Terlebih, ia membawa satu hal yang identik dengan persoalan yang dibicarakan saat itu yakni sebuah kamera. Tetapi segala perasaan itu buru-buru saya benamkan ketimbang membuat tidak bisa menikmati guyonan yang disampaikan Mukti.
Kami pun masuk ke dalam. Sambutan hangat dan penuh cengengesan langsung diberikan oleh Binasrul di tempat registrasi. Binasrul adalah karib Mukti yang kerap muncul di kanal YouTube Jiroluger. Ia mencairkan suasana tegang yang saya rasakan sebelum menginjakkan kaki di dalam gedung.
“Nanti ada penampilan kejutan menarik,” katanya. Pementasan bertajuk El Metronom: Fak untuk Aku di Jakarta sebelumnya, komika Marshel Widianto dan Ananta Rispo hadir memberikan kejutan. Edisi kali ini, Binasrul enggan membocorkan. “Surprise pokok e, di akhir,” ujar Binasrul.
Kami memasuki area auditorium pukul 19.45, lima belas menit sebelum jadwal pementasan dimulai. Suasana di dalam sudah ramai. Hampir setiap bangku sudah terisi sehingga kami pun perlu berhenti sejenak memetakan tiga bangku berderet yang masih tersedia. Beruntung, masih ada yang kosong di sudut belakang. Kapasitas ruang itu kalau ditaksir mampu menampung 200-300 penonton.
Lagu “Lantai Dansa” dari Shaggy Dog diputar tepat saat kami mendekat ke bangku. Membuat aura semakin hidup. Di depan, penataan panggung juga terlihat menawan. Foto-foto imut nan menggemaskan sosok Mukti terpasang jadi ornamen di kanan dan kiri panggung.
Penataan pencahayaan juga sangat mendukung. Tampak serasi dengan panggung dan segala tata ruang acara ini. Ada dua gitar, satu bass, dan satu set drum tertata di atas. Saya jadi membatin, apakah Orkes Pensil Alis yang digawangi Mukti, Hifzi Khoir, dkk akan tampil jadi kejutan malam ini.
Tiga Mukti dalam satu sosok
Tepat pukul 20.00, pengeras suara mulai berbunyi menyapa penonton. Mengajak berdiri dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah penonton kembali duduk, suara terdengar mempersilahkan pembawa acara naik ke atas panggung. “Kita sambut dengan riuh tepuk tangan yang paling meriah untuk MC kita malam ini, Candra Mukti.” Penonton lalu bersorak.
“Halo, selamat datang di nikahan Kaesang,” buka Mukti disambut gelak tawa. Ia langsung membawakan guyonan seputar akad nikah anak presiden yang dilangsungkan di Jogja pada hari yang sama.
Ia juga mengucapkan terima kasih pada Mukti Metronom yang memberikan kesempatan pada Candra Mukti untuk menjadi pembawa acara di malam ini. Ia berlaku seolah sosok lain dari penampil utama hari ini. Sosok pembawa acara yang belum punya banyak pengalaman.
“Saya bener-bener diambil dari MC yang grassroot banget. Saya biasanya nge-MC di acara jalan sehat ibu-ibu. Tepuk tangan untuk aku,” celetuknya.
Ketika ia terselip saat mengucapkan sebuah kata. Secara spontan ia berujar, “mohon maklum ya, inilah MC akar rumput.”
Candra Mukti lalu memuji sosok Mukti Metronom dengan cara yang jenaka. Menunjukkan rasa bahagianya bisa mengadakan show ini dengan cara yang tidak saya bayangkan sebelumnya.
“Luar biasa Mas Mukti, lulusan UIN, sebuah kampus yang terkenal wagu di Jogja itu, bisa mengadakan show semeriah ini. Tepuk tangan untuk Mas Mukti,” katanya.
“Sebuah pencapaian bisa tampil di IFI-LIP dengan genset terpasang di luar,” sambungnya memancing gelak tawa penonton. Saking lepasnya tertawa, badan Mas Puthut yang besar itu sampai berkali-kali menggoncang saya. Ungkai juga kewalahan, harus membuat live tweet sambil terus terbahak.
Sang pembawa acara lalu menanyai asal para penonton. Menawarkan memberikan oleh-oleh khusus bagi mereka yang datang dari jauh. Tiga penonton terpilih, ada yang dari Surabaya, Depok, dan yang terakhir dari Godean, Sleman. Saat membuka bingkisan dibuka, hadiah membuat penonton terbahak. Bingkisan itu berisi poster aksara Jawa.
Usai bercuap-cuap sekitar lima belas menit, Candra Mukti sebagai pembawa acara, mempersilahkan penampil pembuka alias opener untuk naik ke atas panggung. Ia lalu lari tergontai ke belakang panggung.
Lagu “Eaaa” dari Coboy Junior diputar. Setelah berganti pakaian, Candra Mukti kini berganti menjadi Dek Mukti Entut. Ia digambarkan sebagai sosok pelawak tunggal yang cupu dan belum banyak jam terbang.
Candra Mukti mengucapkan rasa syukur dan bangganya bisa dipercaya menjadi opener di show akbar Mukti Metronom. Seperti saat seolah menjadi pembawa acara, lidah Mukti sesekali tersilap saat melafalkan diksi-diksi yang agak berbelit. Dan lagi-lagi, ia melempar canda, “maklum stand up comedian masih bau bawang.”
Candra Mukti membawakan beberapa bit sederhana. Mulai dari pembahasan tentang UIN, guyon-guyonan tentang Jogja, dan pengalaman pribadi Mukti. Namun, hal yang membuat menarik adalah cara Mukti mengemasnya dengan celetukan-celetukan absurd. Diksi-diksi spontan yang membuatnya khas dan dikenal. Apalagi, ia punya suara unik yang mendukung.
Selepas Mukti sebagai opener usai menyampaikan bit-bit-nya, ia mempersilahkan penampil utama naik ke panggung. Mukti Metronom, disambut musik yang berbeda, yang lebih dewasa, naik ke atas panggung dengan jaket kulit layaknya Alex Turner.
Akan tetapi, tak lama Mukti Metronom berdiri di atas, keringatnya mengucur deras. Ia lalu mengeluh, “orang lain kalau show ganteng-ganteng, saya malah keringetan gini kaya tukang.” Ia lalu berusaha melepas jaketnya. Tidak semudah yang dibayangkan, jaket itu susah dilepas karena nyangkut di lengannya yang gempal. IFI-LIP kembali diguncang tawa.
Baca halaman selanjutnya
Mukti meroasting Kepala Suku Mojok
Mukti meroasting Kepala Suku Mojok
Saat tampil sebagai Mukti Metronom, lulusan SMAN 2 Banguntapan ini membawakan candaan-candaan baru yang belum ia tampilkan sebelumnya. Mengulik lebih dalam tentang pengalaman hidupnya. Satu per satu tahapan dari saat SD, SMP, hingga SMA yang penuh kekonyolan.
Berkali-kali ia membuat suasana pecah karena merasa heran para penonton mau membayar mahal untuk pementasannya. Sesekali, dengan canda, ia memohon maaf kalau tidak sesuai ekspektasi.
Kadang memang bit yang ia lempar ke penonton sedikit melempem. Tapi dengan cerdiknya, Mukti bisa mengondisikan itu dengan spontanitas yang membuat tawa kembali memenuhi ruang. Ia bisa melakukan improvisasi dengan baik. Baik lewat diksi absurd maupun dengan laku panggungnya yang khas.
Ia juga komedian yang jeli membaca situasi. Beberapa penonton tak lepas dari amatannya dalam membuat bahan lelucon. Kejelian Mukti teruji saat menyebut beberapa orang yang dianggapnya penting. Puthut EA, Kepala Suku Mojok, disebut pertama kali. “Salam roti bakar, Mas Puthut!”
Momen Mukti me-roasting Puthut EA terjadi dua kali. Pertama saat ia masih jadi Candra Mukti si pembawa acara dan kedua saat ia sudah menjadi sosok Mukti Metronom.
Saat mendapat lemparan candaan dari Mukti di awal, Puthut EA yang duduk di samping saya tertawa. Hadirin bertepuk tangan. Tepuk tangan makin bergemuruh saat kepala suku Mojok berdiri memberi penghormatan ke semua hadirin.
Di situ saya melihat betapa dia sosok yang dihormati banyak orang. Dua ratus lebih pengunjung bertepuk tangan dan melambaikan tangan ke arahnya. Integritas dan dedikasi puluhan tahun di dunia kreatif, tidak luntur sedikit pun walaupun beberapa hari sebelumnya dia mendapat serangan membabi-buta di media sosial.
Sebelumnya, saat membuka Kanal Suara Politik di UGM, bahkan beberapa orang mengantre untuk berfoto dengannya sambil memberi salam, “Semangat, Mas Puthut!”
Tapi sebetulnya saat ada kasus dirisak di medsos, Puthut menunjukkan kualitas mentalnya. Tidak tampak sedikit pun raut muka cemas atau khawatir. Saya sempat menguping ketika dia ditanya oleh seorang kawan kenapa dia begitu biasa saja walaupun sedang menghadapi serangan.
Begini kira-kira jawabannya. “Orang kalau mau diangkat derajatnya memang harus melalui hal seperti ini. Lagian mereka yang membuli kan orang-orang yang tidak kenal. Orang-orang yang kenal kan tidak. Karena mereka tahu aku di dunia sebetulnya. Bukan di dunia citra dan maya.”
Di dalam pentas intinya, dia kembali ‘meroasting’ kepala suku. Ada-ada saja hal yang bisa ia kaitkan dengan roti bakar. Mulai dari endorse brand roti hingga Duta Roti Bakar Indonesia.
Mendengar roastingan itu, lagi-lagi orang tertawa lepas, bertepuk tangan, dan menoleh ke arah Puthut EA. Lagi-lagi pula, dia melambaikan tangannya ke segala penjuru dengan senyum ramah namun takzim.
Di situ pula saya kagum, bagaimana seorang komika seperti Mukti, meroasting dengan kualitas yang baik, tanpa bermaksud menjatuhkan orang, dan di situ pula orang-orang memberi hormat pada sosok yang di-roasting.
Kejutan menutup pementasan
Selepas El Metronom menutup penampilannya, kejutan dihadirkan. Bukan Orkes Pensil Alis seperti yang saya kira. Melainkan band baru yang yang digawangi Mukti sebagai vokalis dan tiga rekannya. Ia namai grup itu dengan sebutan Z Band. Binasrul turut naik memegang posisi sebagai basis.
Mereka meluncurkan single pertama berjudul Bocah Pinggiran. “Tapi mohon maaf, penampilan kali ini lyp sync. Wes kesel soale dadi mc, opener, ditambah headliner,” ujar Mukti.
Lagu yang menurut Mukti baru direkam beberapa hari sebelumnya berkat bantuan salah satu personil band FSTVLST itu kemudian diputar. Mukti, Binasrul, dan kawan-kawannya lalu beraksi layaknya sedang tampil di sebuah konser sungguhan. Penonton pun menikmatinya, mengangkat ponsel sambil menyalakan lampu flash.
Setelah lagu itu dinyanyikan, mereka berpose dipanggung. Meminta fotografer untuk mengambil foto layaknya sebuah band kondang yang sedang melakukan konser akbar. “Yak, untuk kebutuhan Instagram,” ujarnya.
Penampilan El Metronom: Fak untuk Aku pun ditutup. Mukti mempersilahkan penonton yang mau berfoto dengannya untuk naik ke panggung satu per satu. Antrean panjang pun tercipta. Menunjukkan bahwa Mukti berhasil memuaskan mereka dengan penampilan yang prima dan memuaskan.
Mukti adalah komedian yang sudah melewati proses panjang. Lebih dari sepuluh tahun meniti karir sebagai komedian tunggal. Naik turun dari panggung ke panggung. Mulai dari penampilan yang hanya dihadiri dua orang hingga ratusan orang mau membayar mahal, bahkan menjual velg motor demi mendapat kesempatan menyaksikan show eksklusifnya.
Malam yang menyenangkan. Candra Mukti, Mukti Entut, dan Mukti Metronom berhasil mengocak perut. Membuat IFI-LIP bergoyang. Berangkat tegang, pulang senang.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono