Mukti meroasting Kepala Suku Mojok
Saat tampil sebagai Mukti Metronom, lulusan SMAN 2 Banguntapan ini membawakan candaan-candaan baru yang belum ia tampilkan sebelumnya. Mengulik lebih dalam tentang pengalaman hidupnya. Satu per satu tahapan dari saat SD, SMP, hingga SMA yang penuh kekonyolan.
Berkali-kali ia membuat suasana pecah karena merasa heran para penonton mau membayar mahal untuk pementasannya. Sesekali, dengan canda, ia memohon maaf kalau tidak sesuai ekspektasi.
Kadang memang bit yang ia lempar ke penonton sedikit melempem. Tapi dengan cerdiknya, Mukti bisa mengondisikan itu dengan spontanitas yang membuat tawa kembali memenuhi ruang. Ia bisa melakukan improvisasi dengan baik. Baik lewat diksi absurd maupun dengan laku panggungnya yang khas.
Ia juga komedian yang jeli membaca situasi. Beberapa penonton tak lepas dari amatannya dalam membuat bahan lelucon. Kejelian Mukti teruji saat menyebut beberapa orang yang dianggapnya penting. Puthut EA, Kepala Suku Mojok, disebut pertama kali. “Salam roti bakar, Mas Puthut!”
Momen Mukti me-roasting Puthut EA terjadi dua kali. Pertama saat ia masih jadi Candra Mukti si pembawa acara dan kedua saat ia sudah menjadi sosok Mukti Metronom.
Saat mendapat lemparan candaan dari Mukti di awal, Puthut EA yang duduk di samping saya tertawa. Hadirin bertepuk tangan. Tepuk tangan makin bergemuruh saat kepala suku Mojok berdiri memberi penghormatan ke semua hadirin.
Di situ saya melihat betapa dia sosok yang dihormati banyak orang. Dua ratus lebih pengunjung bertepuk tangan dan melambaikan tangan ke arahnya. Integritas dan dedikasi puluhan tahun di dunia kreatif, tidak luntur sedikit pun walaupun beberapa hari sebelumnya dia mendapat serangan membabi-buta di media sosial.
Sebelumnya, saat membuka Kanal Suara Politik di UGM, bahkan beberapa orang mengantre untuk berfoto dengannya sambil memberi salam, “Semangat, Mas Puthut!”
Tapi sebetulnya saat ada kasus dirisak di medsos, Puthut menunjukkan kualitas mentalnya. Tidak tampak sedikit pun raut muka cemas atau khawatir. Saya sempat menguping ketika dia ditanya oleh seorang kawan kenapa dia begitu biasa saja walaupun sedang menghadapi serangan.
Begini kira-kira jawabannya. “Orang kalau mau diangkat derajatnya memang harus melalui hal seperti ini. Lagian mereka yang membuli kan orang-orang yang tidak kenal. Orang-orang yang kenal kan tidak. Karena mereka tahu aku di dunia sebetulnya. Bukan di dunia citra dan maya.”
Di dalam pentas intinya, dia kembali ‘meroasting’ kepala suku. Ada-ada saja hal yang bisa ia kaitkan dengan roti bakar. Mulai dari endorse brand roti hingga Duta Roti Bakar Indonesia.
Mendengar roastingan itu, lagi-lagi orang tertawa lepas, bertepuk tangan, dan menoleh ke arah Puthut EA. Lagi-lagi pula, dia melambaikan tangannya ke segala penjuru dengan senyum ramah namun takzim.
Di situ pula saya kagum, bagaimana seorang komika seperti Mukti, meroasting dengan kualitas yang baik, tanpa bermaksud menjatuhkan orang, dan di situ pula orang-orang memberi hormat pada sosok yang di-roasting.
Kejutan menutup pementasan
Selepas El Metronom menutup penampilannya, kejutan dihadirkan. Bukan Orkes Pensil Alis seperti yang saya kira. Melainkan band baru yang yang digawangi Mukti sebagai vokalis dan tiga rekannya. Ia namai grup itu dengan sebutan Z Band. Binasrul turut naik memegang posisi sebagai basis.
Mereka meluncurkan single pertama berjudul Bocah Pinggiran. “Tapi mohon maaf, penampilan kali ini lyp sync. Wes kesel soale dadi mc, opener, ditambah headliner,” ujar Mukti.
Lagu yang menurut Mukti baru direkam beberapa hari sebelumnya berkat bantuan salah satu personil band FSTVLST itu kemudian diputar. Mukti, Binasrul, dan kawan-kawannya lalu beraksi layaknya sedang tampil di sebuah konser sungguhan. Penonton pun menikmatinya, mengangkat ponsel sambil menyalakan lampu flash.
Setelah lagu itu dinyanyikan, mereka berpose dipanggung. Meminta fotografer untuk mengambil foto layaknya sebuah band kondang yang sedang melakukan konser akbar. “Yak, untuk kebutuhan Instagram,” ujarnya.
Penampilan El Metronom: Fak untuk Aku pun ditutup. Mukti mempersilahkan penonton yang mau berfoto dengannya untuk naik ke panggung satu per satu. Antrean panjang pun tercipta. Menunjukkan bahwa Mukti berhasil memuaskan mereka dengan penampilan yang prima dan memuaskan.
Mukti adalah komedian yang sudah melewati proses panjang. Lebih dari sepuluh tahun meniti karir sebagai komedian tunggal. Naik turun dari panggung ke panggung. Mulai dari penampilan yang hanya dihadiri dua orang hingga ratusan orang mau membayar mahal, bahkan menjual velg motor demi mendapat kesempatan menyaksikan show eksklusifnya.
Malam yang menyenangkan. Candra Mukti, Mukti Entut, dan Mukti Metronom berhasil mengocak perut. Membuat IFI-LIP bergoyang. Berangkat tegang, pulang senang.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono