Pernah ada cerita mahasiswa UNY yang sebenarnya belum lulus, tapi mengundang keluarganya datang ke kampus untuk mendatangi wisuda. Setibanya di kampus, tentu orang tuanya syok berat.
***
UNY memang menyimpan banyak kisah unik. Beberapa waktu lalu saya membuat liputan soal mahasiswa UNY yang mampu bertahan hidup di Jogja bermodalkan Rp250 ribu per bulan. Ini hal yang jarang. Kisahnya bisa baca di sini.
Setelah itu, saya juga mendapati kisah tentang mahasiswa yang membohongi keluarganya perkara wisuda. Rombongan dari luar kota sudah datang ke kampus, ternyata mahasiswa itu tidak menampakkan batang hidungnya karena sesungguhnya belum lulus.
Bicara kuliah, wisuda memang jadi momen yang banyak dinantikan. Bukan hanya buat para mahasiswa, melainkan juga orang tua dan keluarga besar. Bahkan, seringkali orang tua lebih semangat mendatangi wisuda ketimbang anaknya sendiri.
Hal itu sempat saya rasakan beberapa waktu lalu. Setelah sidang skripsi, orang tua berulang kali mengingatkan untuk mengurus pendaftaran wisuda. Padahal, sidang skripsi dan yudisium sudah jadi penanda kelulusan.
Terkadang, ada mahasiswa yang tidak mampu mengelola tekanan itu sehingga berujung mencari siasat buruk. Salah satunya mengirim kabar bohong soal wisuda yang tentunya berujung pada kekecewaan rombongan keluarga.
Hal itu sungguh-sungguh terjadi di Jurusan Ilmu Sejarah UNY. Berbekal informasi dari seorang rekan, saya meluncur ke gedung kampus beralmamater biru tersebut.
Jumat (29/9/2023) pagi, saya tiba di ruangan Jurusan Ilmu Sejarah untuk menemui dosen senior yang mengetahui cerita tersebut. Beruntung, meski tanpa membuat janji, saya langsung berjumpa dengan Danar Widiyanta, Kepala Jurusan Ilmu Sejarah UNY.
Ia langsung tertawa saat saya menggali kisah soal mahasiswa yang memberikan kabar bohong soal wisuda kepada orang tua. Cerita itu memang beberapa kali ia sampaikan kepada mahasiswa. Sebagai pengingat agar menjalani perkuliahan dengan sungguh-sungguh.
“Ya itu memang benar pernah terjadi. Mahasiswa Ilmu Sejarah,” ujarnya.
Rombongan keluarga besar mahasiswa UNY datang, tapi berakhir kecewa
Danar ingat, kejadian itu terjadi sekitar tahun 2018-2019. Ia memang bukan saksi langsung peristiwa tersebut. Namun, mendapat banyak informasi dari dosen dan staf jurusan yang menyaksikan kehebohan orang tua itu.
Wisuda dihelat di GOR UNY. Setiap edisi, biasanya lebih dari seribu mahasiswa dari jenjang D3 hingga S3 menjalani prosesi wisuda.
Wajah yang awalnya bahagia lalu beralih menjadi kecemasan bagi keluarga mahasiswa berasal dari sebuah kabupaten di selatan Jawa Tengah. Tidak ada tanda-tanda kehadiran anak yang hendak mereka banggakan di GOR UNY.
“Mereka rombongan keluarga besar naik mobil,” kata Danar.
Setelah bingung di GOR UNY, barulah mereka coba menghampiri kantor Jurusan Ilmu Sejarah untuk meminta kepastian. Namun, ternyata memang nama mahasiswa itu belum terdaftar sebagai peserta wisuda.
Bahkan, sidang skripsi dan yudisium saja belum. Sehingga, mustahil ia bisa menjalani wisuda bersama rekan-rekan lainnya.
“Orang tua sempat syok, nggak percaya. Karena informasi kan dari anaknya sendiri yang biasanya valid,” ujarnya.
Namun, Danar tidak mengetahui pasti bagaimana komunikasi antara mahasiswa itu dengan orang tuanya. Sebab, hubungan orang tua dengan anak memang cukup beragam. Ada yang komunikasinya lancar dan ada yang bertukar kabar saja jarang.
“Soal komunikasinya kami nggak paham. Satu yang jelas ini kelewat berani membohonginya,” tutur Danar.
Halaman selanjutnya
Wisuda nomor dua, lulus paling utama
Wisuda itu nomor dua, lulus paling utama
Kisah itu lantas menjadi salah satu hal yang kerap Danar dan dosen lain di Ilmu Sejarah UNY sampaikan ke para mahasiswa. Bahwa jangan sampai menelantarkan kuliah sampai tidak bisa bertanggung jawab kepada orang tua yang telah memberikan dukungan finansial.
Selain itu, Danar beranggapan bahwa banyak orang tua memahami penanda kelulusan adalah wisuda. Padahal, sebelum itu ada prosesi sidang skripsi dan yudisium yang jadi penentu keabsahan lulusnya mahasiswa.
“Wisuda itu setelah lulus, jadi kita kan nggak mantau informasinya ke keluarga. Pihak program studi saja nggak ikut datang ke wisuda. Hanya level fakultas saja. Kalau yudisium baru kami mengawal,” paparnya.
Danar mengungkapkan bahwa ia enggan menyebut identitas mahasiswa secara terbuka. Hal itu lantaran kisah ini juga menjadi beban bagi keluarga mereka.
“Ya intinya ini jadi pembelajaran saja bagi para mahasiswa lain,” paparnya. Kisah mahasiswa UNY ini bahkan jadi urban legend di kampus ini, khusunya Jurusan Ilmu Sejarah. Dosen-dosen selalu menceritakan kisah kepada mahasiswanya sebagai pengingat agar cepat lulus.
Kisah serupa selain di UNY
Namun, kisah semacam ini ternyata tidak hanya terjadi di UNY. Pada akhir 2022 lalu, seorang mahasiswa Institut Agama Kristen (IAKN) Kupang berinisial YT juga terbukti membohongi orang tuanya. Ia mengundang orang tua datang ke wisuda padahal belum lulus.
Kala itu, YT tercatat sebagai mahasiswa semester 13 yang belum menyelesaikan skripsi. Mahasiswa ini bahkan nekad menggunakan atribut wisuda lengkap dan berpose layaknya seorang wisudawan. Kejadian itu dipergoki oleh dosen yang akhirnya menguak kondisi YT sebenarnya.
“Kejadiannya saat wisuda di Hotel Cahaya Bapa, Selasa (29/11/2022) lalu,” ungkap Ketua Panitia Wisuda IAKN Kupang saat itu, Martin Liufeto.
Keluarga YT datang menggunakan mobil bak terbuka bersama sanak saudara. Lebih parahnya lagi, ternyata keluarga lain yang tidak ikut datang juga sudah menyiapkan syukuran.
Wisuda penuh momen suka dan duka
Prosesi wisuda bagi banyak orang tua merupakan momen yang begitu dinanti. Tak jarang mereka menyiapkan waktu, tenaga, dan materi yang tidak sedikit. Tak heran jika acara itu jadi momen yang cukup penting meski sifatnya sebenarnya tidak wajib.
Dukanya, terkadang ada mahasiswa yang tidak mengikutinya dengan serius meski orang tua mereka sudah mengupayakan hadir. Salah satunya di IAIN Sultan Amai Gorontalo. Mahasiswa bernama Rivaldo Dullah bangun kesiangan padahal orang tuanya sudah menanti di kampus sepanjang prosesi wisuda.
Rivaldo baru bangun pada pukul 13.00 WITA saat acara wisuda sudah selesai. Sehingga, ia pun terpaksa melangsungkan wisuda seorang diri di ruang rektorat. Siang itu ia datang ditemani teman dan keluarganya.
Sebelumnya, orang tua Rivaldo sudah tiba di Gorontalo pada Rabu (30/8/2023), sehari sebelum wisuda. Mereka menginap di tempat kerabat terlebih dahulu. Nahasnya, setibanya di kampus keesokan harinya, anak mereka justru tidak menampakkan batang hidup sampai acara selesai.
Bukti bahwa wisuda jadi penting untuk orang tua juga terjadi di Universitas Muhammadiyah Malang. Kali ini, kisahnya cukup mengharukan. Pada wisuda Kamis (24/8/2023) lalu, wisudawan bernama Roy Inzaqhi Saputra diwakili oleh kedua orang tuanya. Sebab, pemuda itu meninggal dunia usai dinyatakan lulus kuliah.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Kisah Mahasiswa UNY Bertahan Hidup di Jogja Bermodalkan Rp250 Ribu per Bulan
Cek berita dan artikel lainnya di Google News