Lamuk Legok, sebuah dusun kecil di Kabupaten Temanggung menjadi penghasil srintil, tembakau terbaik di dunia. Masyarakat percaya, keberadaan tembakau tersebut tidak lepas dari pulung setan.
***
Pagi itu saya bersama salah seorang rekan melaju ke Dusun Lamuk Legok yang jaraknya sekitar 10 km dari pusat kota Temanggung. Wilayah ini masuk bagian dari lereng Gunung Sumbing, tepatnya di Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomoyo, Kabupaten, Temanggung, Jawa Tengah.
Sepanjang perjalanan menuju dusun, terlihat di samping kiri-kanan jalan nyaris semua merupakan tanaman tembakau. Di beberapa jalan juga tampak petani menjemur tembakau rajangan. Bulan Agustus-September ini petani di Temanggung memang sedang di masa panen raya, tanpa terkecuali di Lamuk Legok.
Lamuk Legok, penghasil emas hitam bernama tembakau srintil
Sesampainya di dusun itu, saya bertanya kepada beberapa warga kira-kira siapa sosok yang bisa saya tanya mengenai dunia pertembakauan. Beberapa warga menyebut nama Mbah Prayit. Saya ingin ngobrol tentang tembakau srintil yang karena warna, kualitas, dan harganya yang mahal punya sebutan, emas hitam.
Tembakau srintil menjadi tembakau terbaik dan termahal di seluruh dunia. Tembakau ini merupakan komoditas unggulan yang dihasilkan Temanggung. Untuk penamaanya sendiri, sebutan srintil secara mitologi berasal dari frasa Dewi Sri Nginthil.
Ketika dialih bahasakan dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai Dewi Keberuntungan yang menyertai. Tembakau ini juga punya julukan sebagai emas hitam. Karena berwarna hitam pekat dan memiliki nilai jual yang tinggi.
Secara umum, tembakau srintil tidak dirokok secara murni melainkan sebagai campuran pada tembakau rajangan biasa. Bagi industri rokok sigaret kretek, tembakau srintil sebagai saus untuk menambah nikmat rasa pada produksi kretek yang pabrik-pabrik hasilkan.
Tapi tidak semua tanah di Temanggung bisa menghasilkan tembakau srintil. Hanya beberapa daerah saja yang bisa menghasilkan tembakau srintil dengan kualitas yang bagus. Salah satunya adalah Dusun Lamuk Legok, satu dari dua dusun yang masuk di desa Legoksari Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung.
Lahan pertanian yang hanya cocok untuk tembakau di musim kemarau
Tanpa berpikir panjang saya menuju ke rumah Mbah Prayit. Tapi saat sampai di rumah itu, ternyata Mbah Prayit terkendala dalam pengucapan dan pendengaran. Maklum beliau sudah berumur 85 tahun. Tapi syukurlah selang beberapa menit anak dari Mbah Prayitno, Bari (51), datang menemui kami.
Sembari mengisap kretek Gudang Garam, Bari menceritakan bagaimana kakek buyutnya hingga dirinya menanam tembakau. Tanaman ini memang sudah ada sejak berpuluh-puluh bahkan ratusan tahun di bumi Lamuk Legok. Ia mengatakan nyaris semua petani di Lamuk Legok menanam tembakau saat musim kemarau.
Alasannya, karena kondisi iklim dan cuaca. Sebab di lereng Gunung Sumbing, ladang akan kering saat musim kemarau. Sehingga ketika mau berganti komoditas lain tentu tidak bisa. Sebab tananam-tanaman seperti cabai, bawang merah, jagung, butuh banyak air untuk bisa hidup. Berbeda dengan tembakau yang masih bisa hidup dan berwarna ijo royo-royo saat musim kemarau.
Bari cukup kesal ketika ada pihak-pihak yang mengimbau agar petani tidak melulu menanam tembakau. Padahal realita di lapangan, mereka hanya bisa menanam tembakau karena tidak ada komoditas lain yang bisa beradaptasi di tanah mereka saat musim kemarau.
Tembakau memiliki jasa yang besar bagi masyarakat Temanggung
Lebih-lebih menurut pengakuan Bari, tembakau dari waktu ke waktu sangat berjasa di segala bidang, khususnya di sektor ekonomi. Melalui tanaman ini dulu bapaknya yang masih muda dan mengelola tembakau bisa membangun rumah yang lebih dari kata layak.
Bari mengingat-ingat cerita yang bapaknya sampaikan. Dulu sekitar tahun 1975-1979 bapaknya sudah bisa membangun rumah. Bari mengatakan kalau Mbah Prayitno selalu menandai tahun 1979 adalah masa kejayaan tembakau. Terutama tembakau srintil.
“Ada istilah jual satu keranjang tembakau (beratnya antara 30-50 kg) bisa beli mobil. Karena memang uang masih “aji” di tahun segitu. Harga tembakau sudah mencapai Rp90 ribu per kg dan harga mobil juga sekitar 3jutaan,” kenangnya saat saya tanya pada Rabu, (16/08).
Baca halaman selanjutnya…
Permintaan Jokowi yang tak mungkin warga Lamuk Legok penuhi
Permintaan Jokowi yang tak mungkin warga Lamuk Legok penuhi
Bari menambahkan dari tahun 1975 hingga kini hasil panenan tembakau, terutama srintil belum ada yang menyamai dengan panenan tembakau 1975. Walau saat 2015 lalu tembakau hasil panenannya yang dielu-elukan bagus masih sebatas mirip, tidak sama persis dengan panenan tahun 1975.
“2015 tembakau srintil itu laku 1 juta per kg. Pak Presiden (Jokowi) tak kasih sak jaman tembakau srintil (kira-kira setengah kg). Sampe pak presiden bilang, “Nek gawe mbako sek kongene kabeh,” celetuk Mbah Prayit.
Memang Jokowi bersama Ganjar Pranowo pernah berkunjung ke dusun Lamuk Legok, terlihat di ruang tamu ada foto Mbah Prayit bersama Jokowi dan Ganjar Pranowo.
Namun, permintaan Jokowi agar semua tembakau menjadi srintil jelas tidak mungkin. Ini karena dari semua bibit tembakau yang mereka tanam, mana yang akan menghasilkan srintil, petani tidak tahu.
Tembakau srintil berasal dari daun paling atas pada tanaman tembakau. Biasanya pemetikannya paling akhir. Saat masih ada di pohon, petani tidak akan mengetahui lembaran daun itu menjadi srintil atau tidak. Mereka baru tahu setelah daun tembakau yang diperam seperti membusuk, mengeluarkan cairan yang menyebarkan aroma harum dan berwarna hitam.
Varietas tembakau yang menghasilkan srintil juga khusus yaitu jenis kemloko. Selain itu, letak geografis juga menentukan. Tembakau srintil hanya dihasilkan di tanah-tanah pertanian di sisi utara Gunung Sindoro dan Sumbing. Tidak ada daerah lain bahkan dunia yang menghasilkan tembakau ini.
Ada banyak faktor lain sehingga tembakau bisa menjadi srintil, terutama faktor cuaca. Petani di Temanggung bahkan menyebut emas hitam bernama tembakau srintil ini sebagai Pulung Setan. Pulung artinya keberuntungan dan setan berasal dari kata seto atau putih. Makna secara menyeluruhnya, lebih kurang tembakau srintil merupakan keajaiban atau anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada petani tembakau.
Mereka menganggap siapapun petani yang menghasilkan srintil sebagai ketiban ndaru atau mendapat keberuntungan.
Ada yang laku Rp2 juta untuk setengah kilogram emas hitam
Di tengah obrolan kami tiba-tiba ada Suroso (41) yang bertamu ke kediaman Mbah Prayitno. Suroso merupakan petani tembakau di daerah Pagersari. Ia juga turut bercerita bahwa di desanya nyaris semua warga juga menanam tembakau. Pun ia mengatakan bahwa untuk kualitas tembakau Mbah Prayitno sudah terjamin.
Terlintas di kepala Suroso mengingat kejadian 2015 di mana ia pernah mengambil sedikit sisa tembakau yang ada di Gudang Garam kemudian ia linting bersama temannya. Tapi saat sampai di Magelang, ada polisi yang mengejarnya bahkan ada 3 mobil yang memburunya.
“Aku sampai diborgol dan mereka menodong pistol karena mengira ngerokok ganja. Untungnya tak jelasin kalau itu tembakau srintil. Beneran mas, asapnya itu nggak putus. Kemudian polisinya tak tawari malah batuk-batuk,” kenang Suroso.
Tembakau srintil memang memiliki daya tarik tersendiri. Bahkan menurut pengakuan Bari, beberapa waktu lalu masih ada sisa tembakau dari hasil panenan 2015 sekitar setengah kilogram kemudian ada orang dari Malang yang menawar. “Tembakau itu laku 2 juta,” imbuh Bari.
Kenaikan cukai rokok turut berimbas bagi petani tembakau srintil
Bari mengatakan untuk menghasilkan tembakau dengan mutu yang bagus tidaklah mudah. Butuh perawatan dan juga keberuntungan. Keberuntungan itu lantaran para petani harus berhadapan dengan cuaca yang tidak bisa diprediksi. Itulah yang faktor yang membuat harga tembakau tidak stabil.
Selain cuaca, kebijakan pemerintah dari tahun ke tahun yang menaikan cukai rukok juga merugikan mereka, tanpa terkecuali bagi petani tembakau srintil. Hal inilah yang selalu Bari sayangkan. Sebab dari kenaikan cukai rokok ini, harga jual tembakau ke pabrik mengalami pengurangan.
“Pemerintah pusat itu memang punya wewenang untuk menaikan cukai tapi perlu juga untuk mempertimbangkan dampak dan paham akan kondisi petani. Jangan tiba-tiba menaikan cukai,” harap Bari. Ia juga berharap agar nilai jual tembakau garapanya bisa laku di tahun ini.
Alasan Srintil menjadi tembakau terbaik dan termahal
Mengenai alasan srintil menjadi tembakau terbaik dan termahal, saya menanyakan alasannya kepada Udin Badruddin, seorang pengiat kretek asal Kudus. Menurut Udin, emas hitam bernama srintil menjadi tembakau terbaik karena kandungan zat nikotin pada tembakau ini sangat tinggi.
“Ukuran kualitas tembakau srintil di awal itu yang minyak mistrinya banyak. Dia tidak kering tapi agak basah. Kalo dipegang terus menggenggamnya dan dikepal, nggak ngepyar,” kata Udin melalui sambungan telepon, Kamis, (31/08).
Untuk menghasilkan srintil, bibitnya harus berasal dari bibit tembakau Temanggung, yakni Kemloko. Bisa Kemloko satu, dua, atau tiga. Ia memberikan informasi bahwa tidak semua tanah di Temanggung bisa menghasilkan srintil.
Ciri-ciri tanah yang bisa menghasilkan srintil antara lain berada di wilayah pegunungan, sedikit mendapatkan curah hujan, dan terkena sinar matahari pertama kali saat pagi hari.
“Itu secara ilmiah. Cuma ada mitosnya, kalo ada sinar melewati ladang. Ada yang mengatakan itu sinar wahyu. Sebagian lainnya menyebut ndaru rigen. Ada petani yang sebelum panen melakukan ritual saat malam hari di ladang agar sinar itu melewati lahannya. Terus ada cerita lagi mitos, kalau kelinci putih melewati ladang maka akan menghasilkan srintil. Kelinci itu konon hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan (sosok wali yang yang memperkenalkan tembakau di Temanggung),” kata Udin.
Tembakau srintil walau menjadi tembakau terbaik dan termahal yang berasal dari Temanggung. Namun, tentu saat kenaikan cukai rokok para petani turut terkena imbasnya. Udin menjelaskan lantaran rokok-rokok premium harganya melambung tinggi, menjadikan konsumen beralih ke rokok-rokok murah, tingwe, atau rokok-rokok ilegal.
“Jadi grade-grade tembakau rendah yang laku di pabrik. Sehingga mempengaruhi jumlah pembelian dan harga tembakau yang kualitasnya bagus,” pungkas Udin.
Reporter: Khoirul Atfifudin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Cerita dari Koh Hin, Muslim Tionghoa di Parakan Temanggung
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News