Dulu, tak semua orang bisa menikmati seporsi sate di Warung Sate Kang Jilan yang ada Pasar Hewan Imogiri. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa makan di warung yang kini berusia hampir 40 tahun.
***
Sejak pagi, hujan mengguyur sebagian wilayah Kabupaten Bantul, termasuk kawasan Imogiri, Selasa (5/12/2023). Saya sampai di Pasar Hewan Imogiri yang terletak di Dusun Karangtalun, Kalurahan Karangtalun, Kecamatan Imogiri ketika hujan sudah reda. Lokasinya tak begitu jauh dari Makam Raja-raja Mataram di Imogiri, sekitar 2 kilometer.
Dari seorang kawan, ia memberikan informasi sate kambing di Pasar Hewan Imogiri patut dicoba. Warung sate ini sudah hampir 40 tahun eksis.
Kedatangan saya waktunya sebenarnya tidak pas karena bukan di hari pasaran Pasar Hewan Imogiri. Harusnya saya datang esok harinya, Rabu (6/12) yang bertepatan dengan hari pasaran Legi. Pasar ini memang hanya buka di hari pasaran Legi. Hari-hari biasa tak ada satupun hewan ternak seperti sapi atau kambing yang terlihat. Begitu juga dengan pedagang dan penjual di pasar tersebut.
Di sisi lain, saya juga beruntung nggak berebut menu di warung ini. “Kalau hari pasaran ramai banget,” kata Ponikem (55). Ia istri Kang Jilan. Suaminya tengah menyiapkan kambing untuk dijadikan menu keesokan harinya.
“Kalau hari pasaran, biasanya nyembelih tiga. Nah ini tadi bapak pulang, ngasih makan kambingnya, biar tetap gemuk pas besok dimasak,” kata Ponikem tertawa.
Awalnya jualan di Pasar Imogiri
Ia mulai jualan sate kambing ketika menikah dengan Marjilan pada tahun 1985. Lokasi awal mereka jualan dulunya di Pasar Imogiri. Waktu itu, pasar masih menjadi satu, baik itu hewan maupun barang kebutuhan pokok. Pada tahun 1992, pasar hewan yang baru mulai dibangun.
“Dulu itu yang di sini itu cabangnya yang ada di Pasar Imogiri, sekarang di sini malah pusat,” kata Ponikem. Pasar Imogiri lama yang dimaksud Ponikem saat ini menjadi Taman Kuliner Imogiri. Sekarang, warung sate di Pasar Imogiri yang lama sudah tidak ada. Sebagai gantinya, ia membuka cabang di daerah Siluk yang saat ini dikelola oleh menantunya.
Setiap hari pasaran, Kang Jilan akan menyembelih tiga ekor kambing untuk kebutuhan di Pasar Hewan Imogiri, sedang hari-hari biasa hanya dua ekor. “Tiga tapi yang gede-gede. Dagingnya tetap empuk karena kambing muda yang belum poel,” ucap Ponikem.
Kata Ponikem, saya beruntung, karena gulai yang saya pesan di jam-jam menuju tengah hari biasanya sudah habis. “Paling cepat habis yang gulai,” kata Ponikem. Menu di warung ini relatif lengkap, sejak awal berdiri hingga kini.
Ponikem menyebut menu-menu yang ada di warungnya seperti sate klatak, sate biasa/kecap, tongseng, gulai, tengkleng. Ada juga nasi goreng kambing dan sego godog. “Tapi kita juga sering ngikuti maunya pelanggan. Ada yang minta dibuatkan rica-rica kita buatkan, pokoknya minta apa, nanti kita masakan,” kata Ponikem.
Hidangan mewah, tak semua orang bisa makan sate di Warung Sate Kang Jilan
Ponikem lantas bercerita saat masih jualan di Pasar Imogiri yang lama. Dulu, warung satenya sangat laris. Salah satunya karena pasar buka hingga malam hari.
Soal sate atau menu berbahan kambing, dulunya merupakan makanan mewah. Tidak setiap orang bisa jajan sate atau tongseng. Hanya orang-orang yang kantongnya tebal yang beli.
“Dulu pertama kali buka harganya itu dua ribu lima ratus rupiah, itu sudah sama nasi dan teh,” kata Ponikem.
Marsudi (65) tetangga Ponijem dan Kang Jilan yang saat itu di warung lantas menyahut, “Mewah, nggak semua bisa makan sate kambing, kalau bukan blantik atau juragan, ya nggak kuat beli. Wong upah buruh harian jaman itu cuma 35 rupiah per hari,” papar Marsudi.
Ponikem membenarkan, orang-orang yang makan sate kambing atau kuliner berbahan kambing lainnya memang orang-orang tertentu. Dulu terkenal sebagai makanan mewah. “Harga tanah saat itu per meternya masih 8 ribu rupiah,” kata Ponikem.
Ponikem masih ingat harga menu sate di warungnya dari masa ke masa. Ketika pertama kali buka harganya Rp2.500 kemudian Rp5.000, Rp7.500, Rp10 ribu, Rp 15 ribu akhirnya sekarang harganya Rp30 ribu. “Sekarang apa-apa harga naik ya harganya menyesuaikan,” kata Ponikem.
Hari itu, seporsi sate klatak dan gulai kambing membuat saya sangat kenyang, sehingga keinginan untuk mencoba menu lain seperti sego godog atau nasi goreng kambing saya tunda. Saat hendap berpamitan, Kang Jilan datang.
Orang yang hobi makan tak mau bayar
Senyumnya merekah ketika pria paruh baya ini mengenalkan diri. Salah satu pertanyaan saya tentu saja tentang pengalaman menariknya selama jualan sate di Pasar Hewan Imogiri selama bertahun-tahun. Bahkan sampai saat ini, jika hari pasaran ia termasuk datang paling pagi yaitu sekitar pukul 03.00 dini hari.
“Kalau hari pasaran itu dulu yang dari gunung-gunung bahkan pada menginap di pasar. Sebagian ada yang jalan kaki,” kata Kang Jilan bercerita.
Ada cerita menarik di Pasar Hewan Imogiri terkait kebiasaan satu orang yang kerap datang setiap hari pasaran Legi. “Jadi orang itu makan, keluar warung, datang lagi sebulan kemudian,” kata Kang Jilan. Saya mencoba mencerna kalimat Kang Jilan.
“Maksudnya orang itu pergi tanpa bayar, datang lagi sebulan kemudian. Terus melakukan seperti itu lagi,” kata Kang Jilan tertawa.
Orang tersebut bukan hanya melakukan hal yang sama di Warung Sate Kang Jilan, tapi juga di warung-warung lain di pasar hewan itu. “Tahunya karena pedagang lain cerita. Tapi ya kami biarkan saja,” kata Jilan.
Saking lamanya jualan sate di Pasar Hewan Imogiri, Kang Jilan mengenal para blantik atau makelar jual beli hewan ternak yang datang. Begitu juga dengan peternak atau juragan ternak di wilayah Bantul dan sekitarnya.
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin
Baca juga Cerita Penjual Duwet Tentang Hal-hal yang Hilang di Pasar Legi Kotagede