Tips Bisnis Mie Ayam dari Sederet Pemilik Warung Terenak di Jogja, Usaha Potensial Sejuta Umat

Ilustrasi Tips Bisnis Mie Ayam dari Sederet Pemilik Warung Terenak di Jogja, Usaha Potensial Sejuta Umat. MOJOK.CO

Bisnis mie ayam cukup menjanjikan. Mie ayam adalah kuliner sejuta umat. Tidak tergerus tren dan cocok di lidah semua kalangan. 

***

Jika Anda bisa membuat mie ayam yang enak dan mendapat penerimaan pasar baik, keuntungan adalah jaminan. Modalnya pun relatif terjangkau. Tak sanggup menyewa ruko, bisa menggunakan lapak di pinggiran dan tetap ramai. 

Saya pernah membuat seri liputan tentang mie ayam terbaik di Jogja. Daftar warung-warung terbaik itu hasil rekomendasi dari orang yang sudah belasan tahun menjelajahi kuliner di Jogja. Ada Veta Mandra pemilik akun @infomieayamyk dan Dadad Wisesa, salah satu pengulas kuliner ternama di Jogja.

Daftar dari mereka berdua menjadi modal saya untuk berkeliling. Mencicipi sekaligus berbincang dengan para pedagang. Obrolan panjang dengan sejumlah pengusaha membuat saya merangkum beberapa hal yang mereka tekankan untuk bisa bertahan dan berkecukupan dari bisnis mie ayam.

Posisi Jogja juga terbilang strategis untuk melihat khazanah kuliner yang satu ini. Jogja memang tidak seperti Wonogiri yang dikenal sebagai penghasil pengusaha dan gagrak khas mie ayam yang melegenda. 

Sebenarnya ada sih, satu gagrak mie ayam khas Jogja yakni Sari Rasa Jatiayu dari Gunungkidul. Ciri khasnya yakni rasa manis dan kuah kentalnya yang medhok banget. Gagrak ini terkenal lewat warung Mie Ayam Bu Tumini milik almarhumah Bu Tumini. 

Selain itu seperti kota besar lainnya, Jogja jadi melting pot di mana ragam jenis mie ayam. Ini adalah satu fakta yang saya temui dari perjalanan menyambangi beberapa warung. Keragaman ini jadi salah keuntungan tersendiri bagi penikmat yang tinggal di wilayah ini.

Bahkan, ada grup Facebook yang eksistensinya hanya membahas info tentang mie ayam. Anggotanya, ratusan ribu. Fenomena ini saya kira hanya ada di Jogja. 

Modal awal usaha mie ayam

Modal usaha mie ayam bisa terjangkau jika Anda berjualan tanpa menyewa kios. Menjajakan di emperan jalan bermodalkan gerobak, beberapa kursi plastik, dan ubo rampe lainnya.

Gerobak, jadi salah satu modal untuk jualan mie ayam. Selain membeli, saat ini ada juga yang menyewakan gerobak.
Gerobak, jadi salah satu modal untuk jualan mie ayam. Selain membeli, saat ini ada juga yang menyewakan gerobak. (Ilustrasi Mojok.co)

Veta Mandra, penikmati mie ayam cum pemilik usaha Mie Ayam Pak Sarmintul menjelaskan modal terbesar untuk jualan konsep tanpa kios adalah gerobak. Harga gerobak bekas berkisar antara Rp2,5-3 juta rupiah.

Mie Ayam Pak Sarmintul memang memilih konsep jualan di kios. Namun, pemiliknya juga paham seluk-beluk jualan mie ayam keliling lantaran sering menjelajah kuliner satu ini. 

Selain gerobak jika menghitung kebutuhan lain seperti membeli mangkuk, kompor soblok, dan perkakas lain, modalnya tetap bisa ramping. Mie sebagai bahan baku utama, harganya berkisar Rp15 ribu per kilogram. Satu kilo bisa untuk sepuluh porsi.

“Untuk awal ya maksimal itu sediakan 100 porsi per hari. Artinya butuh Rp150 ribu,” terangnya kepada Mojok,.

Nah, untuk ayamnya berbeda-beda setiap penjual. Ada yang menggunakan potongan khusus bagian dada. Namun, ada juga yang sembarang bagian termasuk balungan. 

Untuk keuntungan per porsi, ya relatif juga tergantung penjual. Namun, berdasarkan pengalamannya, Veta mengambil untung sekitar 25-30% dari harga jual per porsi.

“Ya ada juga yang bisa sampai 40-50 persen sih,” katanya.

Jika ingin lebih praktis, saat ini masih ada banyak penyedia persewaan gerobak mie ayam beserta bahan bakunya. Mereka yang ingin mencoba usaha tanpa keluar modal seabrek juga bisa mencoba model bisnis yang satu ini.

Kunci saat mau buka usaha

Veta lantas bercerita perihal persiapan penting jelang buka warung. Buatnya, resep mie ayam itu harus pakem sejak awal. Setidaknya, sudah mengajak orang-orang mencicipi dahulu sebelum akhirnya menjualnya ke pasaran.

“Harus paham mau jualan mie ayam seperti apa,” katanya.

Mengingat, mie ayam punya banyak ragam. Ada yang dominan gurihnya dan ada yang lebih kentara rasa manisnya. Perihal ini harus dipikirkan masak-masak.

Jika di tengah jalan ada masukan dari pembeli, maka masukan itu tidak mengubah identitas mie secara menyeluruh. Terlalu sering berubah mengikuti kemauan pelanggan justru membuat karakter warung jadi nggak jelas.

Karakter rasa mie ayam harus sudah ditentukan dari awal sebelum jualan. (Hammam Izzuddin/Mojok.co)

Selanjutnya, hal yang perlu jadi perhatian adalah pemilihan lokasi. Rezeki, kata Veta, sudah ada yang mengatur. Lokasi di mana saja kalau enak maka orang akan datang. Namun, alangkah lebih baik buka warung maupun menjajakan di tempat yang ramai.

Terakhir, usaha apa saja saat ini perlu memanfaatkan media sosial untuk sarana promosi. Veta mengaku sangat terbantu berkat keberadaan akun Twitter yang ia kelola.

“Grup-grup Facebook itu potensinya gede banget. Itu promo yang paling murah yang bisa dimanfaatkan,” katanya.

Inovasi jadi faktor penentu

Pondasi bisnis mie ayam memang harus kuat sejak awal. Termasuk urusan inovasi atau pembeda antara usaha Anda dengan yang lainnya. Jika bicara karakter khas, di Jogja, kita tentu harus menyebut nama Mie Ayam Bu Tumini.

Eko Suprianto, anak mendiang Bu Tumini berujar bahwa sejak awal warungnya ingin mengangkat cita rasa khas Jogja dalam semangkuk mie ayam. Dari ciri-ciri yang melekat pada setiap porsinya, rasa manis adalah satu yang memang ingin ditekankan saat awal membuka warung ini. Mie Ayam Tumini ingin menciptakan rasa manis sesuai karakter sajian kuliner khas Yogyakarta yang dominan manis.

“Ya kalau bicara Yogya kan gudeg ya. Gudeg kan dikenal manis juga rasanya. Nah kita ingin buat yang manis, agar cocok sama lidah orang sini,” jelas Eko saat berbincang dengan Mojok pada 2022 lalu.

Selain manisnya, Bu Tumini terkenal dengan kuah kental yang menggoyang lidah. Berbeda dengan manis yang sudah terencana sejak awal, kekentalan kuah merupakan bentuk inovasi. Proses penciptaan kuah kental yang khas di warung ini merupakan hasil dari proses eksperimen panjang Bu Tumini.

Menurut penuturan Eko, awalnya kuah mie ayam buatan orang tuanya belum sekental sekarang. Dulu mie ayam di tempat ini menggunakan potongan sawi hijau atau caisim yang tampak dalam setiap sajian. Hal yang tak akan ditemui jika menyantap seporsi Mie Ayam Bu Tumini hari ini.

Ternyata, sayur-sayuran itu telah menjelma menjadi adonan dalam kuah. Gilingan sawi berpadu dengan beberapa resep lain membentuk kuah yang lebih padat dari biasanya. Terciptalah cita rasa Warung Bu Tumini yang saat ini bahkan banyak diaplikasikan oleh banyak pengusaha lain di Jogja.

Inovasi yang benar-benar sesuai lidah pembeli

Inovasi memang tidak bisa sembarang dan manasuka. Harus ada landasannya yakni riset kesukaan pasar.

Hal itu salah satunya diterapkan oleh Mie Ayam Om Karman, salah satu warung yang jadi jujugan warga Bantul. Pemiliknya, Karman berasal dari Wonogiri. Biasanya penjual dari Wonogiri membuat mie dengan cita rasa gurih dan asin. 

Namun, bagi Karman, pertimbangan saat menentukan rasa mie ayam yang hendak ia buat adalah selera para pembeli di tempat ia jualan. Karman ingin buat mie ayam dengan cita rasa manis agar sesuai dengan lidah orang Yogyakarta.

“Kalau saya ngikutin selera Wonogiri ya harusnya dominan gurihnya. Tapi kan saya di sini (Yogyakarta), jadi nyesuaikan tempat juga. Saya tambahkan lada dan jahe agar manisnya pas dan agak pedas sedikit rasanya,” jelas bapak tiga anak ini.

Seporsi Mie Ayam Om Karman. Warung ini tidak membiarkan meja jualannya kosong, salah satunya dengan menyediakan bakso goreng. (Hammam Izzuddin/Mojok.co)

Karman juga punya catatan penting yang bukan hanya relevan bagi usaha mie ayam. Ia berprinsip bahwa meja tempat pelanggan makan tidak boleh tampak kosong. Harus ada isinya sehingga meningkatkan gairah makan.

Hal itu membuatnya berinovasi membuat bakso goreng kering sebagai kudapan pendamping mie ayam. Terbilang unik dan ternyata jadi daya tarik tersendiri buat warungnya di mata pelanggan.

Jogja rasanya memang penuh inovasi kuliner. Mie ayam goreng konon juga tercipta di wilayah ini. Pelopornya yakni Mie Ayam Goreng Mekaton yang sudah meluncurkan menu ini sejak 1996.

Arjun, salah satu anak pendiri warung ini berujar bahwa bapaknya dulu ingin menjual mie ala Sumatera dengan kuah terpisah. Namun, setelah menimbang-nimbang, rasanya orang Jogja saat itu belum terbiasa dengan model seperti itu.

Sekalian saja, akhirnya bapaknya membuat mie ayam tanpa kuah dengan konsep ala mie instan goreng. Ternyata, konsep itu banyak disukai pelanggan. Lalu muncul inovasi lain agar lebih masakan lebih padu, sawi yang jadi pendamping bukan sawi hijau melainkan putih. 

Bisnis mie ayam perlu perjuangan

Terdengar klise dan berlaku untuk semua usaha, namun inilah gambaran nyata yang terdengar dari banyak penjual mie ayam. Banyak di antara mereka merupakan perantau. Di Jogja, sebagian penjual mie ayam adalah pendatang dari Wonogiri.

Berangkat dengan modal minim. Sebagian yang lain mengawali perjalanan dengan menjadi buruh di warung milik saudaranya. Kepiawaian mengolah bumbu yang enak berangkat dari pengalaman bekerja atau membantu usaha kerabat.

Cerita itu tertutur dari Sularman, pemilik Mie Ayam Gedhek Laras. Salah satu warung jujugan bagi penikmati mie di kawasan Maguwoharjo, Sleman.

Sularman merupakan orang Wonogiri yang merantau ke Jogja sejak masih remaja. Mulanya, ia membantu kakak-kakaknya berjualan sambil melanjutkan sekolah. 

Kata yang tersemat di warungnya, gedhek, selain berarti anyaman bambu juga punya filosofi lain. Dalam peribahasa Jawa rai gedhek bisa diartikan sebagai tidak punya malu. 

“Ya artinya, merantau dan cari kehidupan di kota orang itu harus berani. Nggak malu asal tetap halal caranya,” ujarnya.

Warung mie ayam memang kental dengan nuansa kesederhanaan. Jarang, mie ayam dikonsep dengan resto modern. Citra makanan ini sudah lekat dengan terjangkau dan merakyat.

Selama merangkum kisah-kisah dalam seri liputan Mie Ayam Jogja tahun lalu, saya mendapati cerita-cerita serupa dengan apa yang Sularman sampaikan. Bisnis mie ayam itu potensinya besar, namun tidak serta merta bikin penjualnya kaya secara instan.

Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Tahu Gimbal Pak Yono Jogja, Sepiring Sukses Setelah Meninggalkan Semarang

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Exit mobile version