Rujak Es Krim Pak Nardi, Pertama di Jogja dan Impian yang Terwujud Setelah 40 Tahun

Ilustrasi Rujak Es Krim Pak Nardi yang Pertama di Jogja dan Impian yang Terwujud Setelah 40 Tahun. (Mojok.co)

Harta yang terkumpul sejak memulai usaha di tahun 1970-an ludes karena gempa 2006. Memulai lagi dari nol, usaha rujak es krim rujak membawa keluarga Pak Nardi akhirnya mewujudkan impian yang diangan-angankan lebih dari 40 tahun silam. 

Hujan yang kerap turun di Yogyakarta akhir-akhir ini tak menyurutkan saya untuk mampir ke Rujak Es Krim Pak Nardi Pakualaman. Ini adalahlah rujak es krim pertama di Yogyakarta.

Saya berkunjung di tengah hari, Kamis 7 Maret 2024. Meski bukan akhir pekan, suasana warung terlihat ramai. 

Saya lantas rujak es krim. Pertama saya mencicipi rujaknya saja. Potongan buah pepaya, mangga, bengkuang, kedondong, hingga mentimun memunculkan perpaduan rasa pedas, asam, manis dalam satu suapan. 

Cita rasa itu makin komplit ketika saya memasukan es krim ke dalam mulut. Rasa nano-nano dari buah dan bumbu rujak makin lengkap dengan rasa manis dan dingin yang masuk ke rongga mulut.

Rujak es krim yang berawal dari panen mangga

Ismirah (61) istri almarhum Pak Nardi menyapa saya. Sejak Pak Nardi sakit stroke di tahun 2010 dan meninggal di tahun 2020, praktis ia yang bertanggungjawab pada kelangsungan Rujak Es Krim Pak Nardi.

Ismirah dan Pak Nardi ini asli Klaten, tepatnya di Kecamatan Wedi. Mereka kemudian mencari penghidupan dengan merantau di Yogyakarta sekitar tahun 1973, tepatnya di kawasan Pakualaman. 

Mereka berjualan es podeng, yaitu es dengan kondimen berupa es puter atau es krim, roti, dan jenang mutiara. Keduanya berkeliling di sekitaran Kecamatan Pakualaman. Jualan ini ternyata tidak begitu laris. 

Hingga akhirnya, tahun 1978, Pak Nardi dan Bu Ismirah berinisiatif menambahkan rujak di bawah es krim. “Awalnya itu musim mangga, tapi saat itu kan ibarat nggak ada harganya. Jadi kami buat rujak terus atasnya dikasih es,” kata Ismirah, Kamis (7/3/2024).

Rujak es krim pertama di Jogja MOJOK.CO
Ismirah, penerus Rujak Es Krim Pak Nardi, dari jualan di bawah pohon hingga sekarang punya warung. (Agung P/Mojok.co)

Menurut Ismirah, dulunya satu porsi tidak seperti sekarang yang menggunakan mangkuk, tapi piring kecil. “Dulu itu cuma sedikit saja, rujak dikasih es bagian atasnya, ternyata banyak yang suka,” ujar Ismirah. 

Rujak Es Krim Pak Nardi yang mangkal di bawah pohon tanjung 

Lama berkeliling untuk menawarkan jualannya, Pak Nardi dan istri kemudian memutuskan untuk mangkal di bawah pohon Tanjung. Bertahun-tahun mereka berjualan di situ. 

Makin banyak orang-orang yang tahu tentang rujak es krim. Apalagi lokasi jualan mereka saat itu dekat dengan kampus STIE Kerjasama dan Akper Notokusumo. Mahasiswa dari kedua kampus itu jadi pelanggan tetap.

Selain itu turis-turis yang berwisata ke Pura Pakualaman tidak sedikit yang kemudian mampir ke gerobak Rujak Es Krim Pak Nardi. “Artis-artis banyak yang datang ke tempat ini,” kata Ismirah menunjukkan deretan foto-foto yang terpajang di dalam warung. 

Rupiah demi rupiah keluarga tersebut kumpulkan untuk membangun rumah mereka di Klaten. Saat itu, mereka berpikir untuk membeli tempat tinggal di Yogyakarta sebatas mimpi. Angan-angan itu ada, tapi mereka memilih untuk membangun rumah di Klaten. 

Kebahagiaan keluarga ini bertambah setelah Ismirah kemudian melahirkan tiga putri yaitu Eko Setianingsih, Dewi Susilaningrum dan Novia Kurniawati. Selain bisa membangun rumah di Klaten, hasil jerih payah mereka juga untuk mencukupi biaya pendidikan ketiga anaknya. 

Harta ludes karena gempa bumi 2006

Ismirah mengatakan, saat masih ramai-ramainya pengunjung Rujak Es Krim Pak Nardi, musibah menimpa mereka. Gempa bumi tahun 2006 meluluhlantakkan tempat tinggal mereka di Klaten. “Yang tersisa cuma lantainya saja, benar-benar kami nggak punya apa-apa,” kata Ismirah. 

Pelan-pelan Pak Nardi dan Bu Ismirah mengumpulkan kembali puing-puing rumah. Harta benda yang tersisa berupa perhiasan anak-anak mereka, kemudian dijual agar rumah mereka kembali bisa berteduh. 

Bahkan ia masih ingat, saat menikahkan anak pertamanya hanya di rumah los, seperti kebon dengan pagar dari kain. 

Seporsi Rujak Es Krim Pak Nardi. (Agung P/Mojok.co)

Pak Nardi dan istri kemudian kembali tekun untuk menjual rujak es krim di bawah pohon tanjung. Tahun, 2010, musibah kembali menimpa mereka. Pak Nardi mengalami stroke yang mengharuskan untuk beristirahat dan tidak bisa melakukan aktivitas apa-apa. 

“Sejak 2010, saya membagi waktu antara jualan rujak es krim di Jogja dan merawat Pak Nardi di Klaten. Hari Jumat, Sabtu, dan Minggu, ada di Jogja, sorenya ke Klaten,” ungkap Bu Ismirah. 

Keinginan 40 tahun yang tercapai saat Pak Nardi tiada

Bu Ismirah mengatakan, ia dan suaminya sudah lama punya keinginan memiliki tempat yang layak untuk jualan di Jogja. Namun, kemampuan keuangan mereka belum mencukupi. Awalnya atas kebaikan ndoro dari Pura Pakualaman, mereka bisa menempati petak kecil di dekat mereka biasa jualan yaitu di bawah pohon tanjung. 

Namun, kemudian Satpol PP melarang Rujak Es Krim Pak Nardi dan pedagang lain yang berjualan menempel di tembok Pura Pakualaman. Bu Ismirah kemudian meminta izin kepada ndoro di Pura Pakualaman untuk menyewa lagi bagian bangunan lain. 

Pandemi Covid-19 kemudian menghantam semua usaha, termasuk usaha rintisan Pak Nardi. Belum reda, duka kembali datang di keluarga ini ketika Pak Nardi meninggal di tahun 2020. “Pak Nardi memang nggak menyaksikan saya dan anak-anak bisa membeli tempat yang sekarang untuk jualan, tapi dia tahu perjuangan saya, untuk bisa punya tempat,” kata Ismirah. 

Ia juga berterima kasih karena yang punya bangunan membolehkannya untuk membeli. “Dibelinya bertahap, ndoro pemilik mau menjual ke saya alasannya biar anak cucunya nggak perlu jauh membeli Rujak Es Krim Pak Nardi,” kata Ismirah. 

Ismirah juga tidak mempermasalahkan saat ini di sekitar Pura Pakualaman, muncul banyak warung yang menjual produk serupa dengan warungnya. Baginya rezeki sudah ada yang mengatur.

Kini Ismirah hanya bisa bersyukur, selain memiliki tempat jualan, pelanggannya masih banyak. Setiap hari ia menjual sekitar 200-300 mangkuk. Jumlah itu akan meningkat hingga 500 mangkuk tiap kali musim liburan.

Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA Rujak Es Krim Pak Nardi Yogya, Eksis Sejak 1978

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

Exit mobile version