Rahasia Larisnya Warung Soto Bu Kini, Langganan Utang Mahasiswa UIN Jogja

Rahasia Larisnya Warung Soto Bu Kini, Langganan Utang Mahasiswa UIN Kalijaga. MOJOK.CO

Ilustrasi Rahasia Larisnya Warung Soto Bu Kini, Langganan Utang Mahasiswa UIN Kalijaga. (Mojok.co)

Warung Soto Bu Kini, lokasinya tak jauh dari Pasar Talok Baciro, Kota Jogja. Meski, letaknya terbilang nylempit, di sebuah gang kecil, tapi setiap hari warung ini tak pernah sepi pembeli. Jadi langganan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Kepada Mojok, Bu Kini menceritakan rahasia mengapa warungnya selama 32 tahun ini selalu ramai dan menjadi jujugan mahasiswa UIN Jogja. Ia juga punya alasan tersendiri mengapa membolehkan mahasiswa utang di warungnya.

***

Setiap kali makan di Warung Soto Bu Kini, saya selalu kesulitan memarkir motor. Terutama jika saya datang setelah pukul 10.00, pasti ramai. Sehari sebelum Ramadan, saya makan di warung yang terletak di Gang Kusuma, Baciro, Kota Yogyakarta.

Saya melihat, semua ruangan utama yang diisi meja-kursi panjang maupun tempat lesehan di sebelah utaranya penuh. Tak ada sisa tempat untuk duduk. Puluhan pengunjung yang sebagian besar mahasiswa, memenuhi ruangan itu.

Dua hari sebelum itu, saya urung sarapan di sana karena tak kebagian tempat parkir. Puluhan sepeda motor pelanggan Bu Kini penuh mengular sampai mulut gang di bilangan Pasar Talok, Baciro.

Saya tak mungkin balik kanan lagi karena ini hari terakhir sebelum bulan puasa. Alhasil saya memilih berdiri beberapa saat di depan kasir, menunggu pengunjung yang selesai makan bangkit dan meninggalkan kursinya. 

Bagi pelanggan Soto Bu Kini, tentu pemandangan semacam ini bukan hal baru. Berdesak-desakan dan mengantre tak membuat mereka mundur untuk makan di warung yang sudah berumur sekitar 32 tahun ini. 

Harga ramah kantong

Jika dilihat-lihat, kebanyakan pelanggan Bu Kini berasal dari kalangan mahasiswa, tepatnya mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta atau UIN Jogja. Setidaknya, setiap kali makan di sana, saya kerap bertemu kenalan anak UIN. Hal ini juga diamini oleh Tukini (58), nama lengkap Bu Kini.

Bu Tukini, warung sotonya jadi langganan mahasiswa UIN Jogja. (M Hasbi Kamil/Mojok.co)

Selain karena terletak di bilangan Pasar Talok, Baciro, yang tak jauh dari UIN, harga Soto Bu Kini juga terbilang ramah kantong bagi mahasiswa. Cocok dengan modelan anak UIN yang banyak berasal dari kalangan proletar, canda beberapa teman.

Di warung ini, menu andalan saya adalah soto ayam dengan dua tempe goreng tepung. Alasannya sederhana, biar uangnya pas dan tak perlu menunggu kembalian saat membayar. Untuk menu di atas saya hanya perlu keluar uang sebesar Rp10 ribu rupiah.

Ya, soto ayam harganya delapan ribu rupiah dan gorengan seribu rupiah tiap potongnya. Untuk minum cukup dengan air putih yang sudah disediakan gratis di setiap meja.

Selain gorengan, menu pendamping lain yaitu aneka macam sate. Pilihan sotonya juga beragam. Bu Kini menyediakan pilihan berupa soto ayam, soto kulit, soto tulang, dan soto sapi. Jadi, siapa pun tak perlu khawatir bosan bolak-balik ke sana karena bisa berganti-ganti menu.

Cita rasa asin gurih yang bikin nagih

Saya sendiri pertama kali mencoba Soto Bu Kini sekitar dua tahun lalu, gara-gara diajak (secara paksa) oleh seorang kawan yang sudah lebih dulu menjadi pelanggannya. Namanya, Clarissa. Mahasiswi Fakultas Ekonomi semester empat ini sudah menjadi pelanggan di sana sejak mahasiswa baru tahun 2021.

“Aku tahu dari kating, katanya Soto Bu Kini tuh sotonya anak UIN. Kalo belum makan di sana belum jadi anak UIN,” kata Clarissa, mengingat kalimat kakak tingkatnya waktu itu. 

“Terus pas aku coba, enak banget. Tapi serius enak banget itu,” lanjutnya. Sebelumnya, perempuan asal Padang ini mengaku bahwa ia memang jarang makan soto. Namun, setelah mencoba soto Bu Kini, ia mulai menjajal beberapa warung soto lain yang cukup terkenal di Jogja. 

“Aku orang yang jarang makan soto. Terus pas nyobain Soto Bu Kini enak, akhirnya nyobain tempat lain. Nggak nyoba banyak sih, beberapa yang terkenal aja,” ucapnya.

Namun, setelah itu, ia mengaku belum mendapat soto yang rasanya lebih cocok di lidahnya ketimbang soto Bu Kini. Karakter rasa kuah yang cenderung asin ketimbang manis menjadi alasan Clarissa senang makan di sana.

Seporsi soto ayam di Warung Soto Bu Kini, di sini juga tersedia soto sapi, soto kulit, dan soto tulang. (M Hasbi Kamil/Mojok.co)

Setiap hari laku lebih dari 200 porsi

Usai kembali ke Jogja dari Lebaran di kampung, saya ingin makan di Soto Bu Kini. Karena tak ingin berdesakan seperti biasanya, saya datang ke Warung Soto Bu Kini lebih awal. Sekitar pukul setengah delapan pagi saat sampai di sana, Bu Kini bersama beberapa pelayan—yang belakangan saya tahu adalah suami dan anak-anaknya—tengah sibuk bersiap-siap membuka warung

Ada yang menata dan membersihkan meja, ada yang memasak gorengan, menyiapkan sate-satean, dan lain-lain. Setengah jam kemudian warung ini baru buka. Saya ingin ngobrol dengannya, tapi ia tak punya waktu karena pelanggan yang mulai banyak.

Sore hari setelah warung tutup, saya baru bisa mewawancarai Bu Kini. Ia bercerita bahwa hari itu, seperti biasa, warungnya ramai pengunjung. Jam buka normal Soto Bu Kini mulai dari jam 8 pagi sampai ashar. Namun, hari itu warungnya tutup lebih awal karena sejak jam satu siang sotonya sudah habis.

“Ini tadi jam satu aja sudah habis. Mbalekke wong okeh. Podo kecelik,” kata Bu Kini.

Selain berjualan bersama suami dan empat orang anak, Bu Kini juga dibantu dua pelayan lain di warungnya.

“Persiapannya untuk masak, jam segini [sore] udah bikin bumbunya. Malemnya racik-racik bikin sate, terus habis subuh mulai masak,” katanya.

Ketika ditanya laku berapa porsi perhari, Bu Kini tampak menerawang beberapa saat dan masih tak yakin untuk menyebut angka karena memang tak pernah menghitung. Namun yang jelas, katanya, kira-kira tak kurang dari 200 porsi ia hidangkan setiap hari ke pembeli.

Deretan motor yang memenuhi pinggiran gang karena ingin menyantap Soto Bu Kini.

Deretan motor yang memenuhi pinggiran gang karena ingin menyantap Soto Bu Kini. (M Hasbi Kamil/Mojok.co)

Pernah jualan soto di Karangwuni dan Kartasura

Bu Kini mengaku sudah mulai jualan sejak masa-masa awal ia memiliki suami. Ia pernah jualan bakso dan soto di Karangwuni, Klaten, dan Kartasura, Solo cukup lama. 

Kalau diingat-ingat, sebelum jualan di tempat yang sekarang, mungkin ia sudah sekitar 10 tahun jualan ke sana kemari. “Podo karo manuk mabur,” kata Bu Kini saat mengingat masa-masa itu.

Karena jualannya di Klaten dan Solo tak begitu mendatangkan untung, sejak tahun 1991, bersama suami, Bu Kini mencoba peruntungan di Jogja. Di Jogja, mulanya mereka berjualan soto dan aneka kue. 

“Kuenya rame, sampe sehari bisa habis 25kg tepung,” kisahnya. “Terus capek to rasanya jualan soto nyambi bikin kue, jadi setelah 5 tahun saya berhenti bikin kue.”

Saat itu lokasi jualan Bu Kini tak jauh dari lokasinya sekarang di dekat Pasar Talok, Baciro. Hanya saja, dulu lokasinya persis di dekat rel kereta api. Kemudian saat ada gempa Bantul 2006, rumah tempat jualan Bu Kini roboh dan setelah itu ia geser sekitar 70 meter ke selatan.

Tak persoalkan mahasiswa UIN yang ngutang makan

Bu Kini bercerita, bahwa sejak dulu, tak jarang ada mahasiswa UIN yang ngutang di warungnya. Seperti jadi langganan saja. Dan ia mengatakan bahwa hal itu tak jadi persoalan. Bu Kini paham bahwa di UIN banyak anak kos yang jauh dari orang tua dan terkadang telat mendapat kiriman.

“Soalnya mahasiswa banyak yang rantau kan, kadang kalau uangnya habis atau kiriman telat, ya udah makan aja tinggal hitung belakang. Saya tidak apa-apa,” ucapnya. 

“Kalau saya prinsipnya, anak saya kan banyak dan di mana-mana. Kalau aku suka nolongin orang, semoga nanti anak-anakku di mana-mana juga ditolongin orang,” lanjut Bu Kini.

Meski tak sebanyak dulu, Bu Kini bercerita bahwa hingga saat ini masih ada yang mengutang di warungnya. Ia bahkan tidak terlalu berpikir pusing apakah nanti utangnya bakal benar-benar dibayar atau tidak. 

Bagi Bu Kini, prinsip jualan adalah ikhlas. Kalau ada yang utang dan lupa membayar, ia mengaku tak begitu masalah.

Bahkan, katanya, ada beberapa orang yang sudah lulus kuliah lama kemudian datang kembali hanya untuk membayar utang. “Ada yang udah lama tiba-tiba datang bilang ‘aku mbiyen isih nduwe utang lo mak’, terus mbayar.”

Warung Soto Bu Kini, warung sederhana yang tak pernah sepi. (M Hasbi Kamil/Mojok.co)

Rahasia ramainya Soto Bu Kini

Selama 32 tahun berjualan, Soto Bu Kini telah melewati masa pasang surutnya. Dari tombok karena sepi pembeli hingga memiliki banyak pelanggan. Sampai-sampai setiap jualan hampir tak dapat beristirahat karena pembelinya tak pernah putus.

Kepada saya, Bu Kini menyebutkan rahasia mengapa warung sotonya bisa bertahan hingga lebih dari 30 tahun dan kini menjadi warung soto paling laris di sekitar UIN Sunan Kalijaga.

“Rahasianya ya tekun. Saya nggak bosenan orangnya. Mbok laku-nggak laku saya tetep siap terus. Mbok sampai krisis, tombok-tombok, ya saya jalani terus. Ujian itu kalau bertahan rak yo nanti bakal lulus, to, itu kata orang tua dulu,” beber Bu Kini. 

“Yang penting jangan sampai males. Sama saya nyuwun ke Gusti Allah setiap jam 3 pagi. Yo nyuwun, yo tekun, lek kerjo,” pungkasnya.

Reporter: M Hasbi Kamil
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Warung Kopi Mbah Ito Lamongan, Rahasia Ampas Kopi dan Air untuk Menyeduh

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Exit mobile version