Cerita Penjual Angkringan di Jalan Gejayan Lulusan Kampus Informatika, Bahagia Menjadi Penolong Para Pekerja Jogja

Angkringan Pak Aam Pringgondani Jogja: Pernah Dibenci Akamsi, Kini Jadi Penyelamat Warga dan Mahasiswa.Angkringan Murah, Enak, dan Terbaik Ada di Kotagede Jogja MOJOK.COCerita Penjual Angkringan di Jalan Gejayan Lulusan Kampus Informatika, Bahagia Menjadi Penolong Para Pekerja Jogja.MOJOK.CO

Ilustrasi Cerita Penjual Angkringan di Jalan Gejayan Lulusan Kampus Informatika, Bahagia Menjadi Penolong Para Pekerja Jogja (Mojok.co/Ega Fansuri)

Sejak membuka angkringan di Jalan Gejayan sekitar 10 tahun lalu, Damar (36) menjadi penolong perut kelaparan para pekerja Jogja. Namun, di balik profesi menjajakan nasi kucing ini, ia punya latar belakang menarik: lulusan kampus IT yang kemampuannya bukan kaleng-kaleng.

Sehari-hari, lelaki asal Bayat, Klaten ini laju dari rumahnya untuk membuka kedai angkringan di Jogja. Perjalanan 45 menit ia tempuh demi menghidupi istri dan dua anaknya.

Sore itu, Jumat (13/9/2024) Mojok menemui Damar di lapak dagangannya yang berlokasi tepat di depan Hotel Grand Manohara. Sayangnya, ia tengah sibuk menata dagangannya dan melayani satu per satu pembeli yang datang.

Pada malam hari, di tengah kesibukannya, Damar menyempatkan diri menemui Mojok. Sepanjang satu jam obrolan, ia bercerita ngalor-ngidul seputar profesinya dan latar belakangnya yang unik.

Sudah jualan angkringan sejak usia 18 tahun

Kalau dipikir-pikir, sudah hampir 20 tahun Damar menekuni bidang usaha angkringan. Ketika masih usia 18 tahun, ia bercerita sudah membuka angkringan saat baru lulus SMK.

“Waktu itu sambil nunggu ijazah turun aja,” ungkapnya, Jumat (13/9/2024), sambil menghembuskan asap rokok yang ia isap.

Setelah ijazah turun, ia pakai lembaran tersebut sebagai bekal merantau. Tak tanggung-tanggung, Damar langsung merantau ke wilayah yang sangat jauh dari rumah, yakni ke Riau.

“Dulu macem-macem saya kerjanya [di Riau], Mbak. Kerja di perkebunan sawit pernah, nebang pohon juga pernah,” tuturnya.

Damar, penjual angkringan Jogja, sedang melayani pembelinya di sekitaran Jalan Gejayan (Mojok.co/Kiki Sofia)

Setelah beberapa tahun di perantauan, Damar memutuskan kembali ke tanah kelahiran di Klaten. Sempat menganggur, ia mendapat tawaran pekerjaan di sebuah bengkel di Purworejo.

Meski menikmati pekerjaan di bengkel–karena memang sesuai passionnya–Damar memutuskan keluar. Ada beberapa hal yang membuatnya tidak nyaman sampai akhirnya memilih untuk berhenti dari pekerjaannya.

Buka angkringan lagi dan iseng-iseng kuliah

Selepas tak bekerja lagi di bengkel, Damar memutuskan kembali membuka angkringan di Purworejo. Gayung bersambut, usahanya itu amat ramai.

Menurut penjelasan Damar, kebanyakan pembeli di angkringannya adalah mahasiswa. Bahkan, beberapa pembeli ada yang akhirnya berhubungan akrab dengannya.

Damar, penjual angkringan Jogja, membantu memindahkan motor milik pembelinya yang menutup jalan (Mojok.co/Kiki Sofia)

Alhasil, keinginannya untuk kuliah pun muncul. Damar menilai kehidupan perkuliahan sangat menarik buat dia ikuti. Sayangnya, kampus terdekat di Purworejo tak ada yang mengakomodir kegemarannya dalam hal otomotif. Ia pun mau tak mau masuk kampus informatika di Bina Sarana Informatika (BSI) Purworejo.

“Dulu kuliah itu, saya cuma iseng karena banyak pelanggan angkringan itu mahasiswa pada cerita soal kuliah jadi saya tertarik,” jelasnya.

“Tapi ya, dulu kuliah pakai uang sendiri biar kalo nggak lanjut juga terserah nggak ada beban dari orang tua,” imbuh Damar. 

Di BSI Purworejo, Damar mengambil jurusan D1 Manajemen Informatika. Karena merasa sangat menikmati proses pembelajaran, ia melanjutkan transfer studi D2 bahkan D3 di BSI Jogja dan lulus pada 2012 lalu.

Jualan angkringan di Jogja, tapi tetap tipis-tipis aplikasi ilmu IT yang dikuasainya

Setelah lulus kuliah, Damar sempat mendapatkan tawaran dari temannya, seorang pengembang IT, untuk bergabung ke dalam perusahaan yang belum lama terbentuk. Namun, karena waktu itu Damar sudah merencanakan untuk menikah dalam waktu dekat, akhirnya tawaran tersebut ia tolak. 

“Waktu itu istilahnya sudah cincinan [tunangan] lah, Mbak. Iya kalau perusahaan teman saya itu beneran jalan, tapi kalau nggak ya gimana buat biaya nikah aku nanti?,” terang Damar dengan ekspresi bertanya.

Keputusannya menolak gabung perusahaan rintisan itu diikuti dengan langkahnya yang terus melanjutkan usaha angkringan. Setelah menikah, Damar memberanikan diri membuka angkringan di Jogja, hingga saat ini.

Kendato fokus berjualan angkringan, Damar tidak sepenuhnya meninggalkan kegemarannya pada bidang informatika. Ia ingat, saat sudah aktif berjualan, beberapa teman masih kerap meminta tolong merancang website tempat wisata sampai memprogram sebuah aplikasi.

Hingga saat ini, Damar juga mengaku masih ingat terkait pemrograman. Hanya saja, kondisinya saat ini sudah sulit untuk melanjutkan bidang ini. Makanya, IT kini cuma dia anggap sebagai hobi.

“Sekarang sudah susah, Mbak. Repot. Ibarat aku buka komputer saja anak-anak sudah langsung pada ngikut, mau lihat semua,” tukas Damar dengan sedikit senyum.

Angkringan penolong perut kelaparan pekerja Jogja

Damar bercerita, pelanggan setia angkringannya adalah para pegawai  percetakan yang terletak di Jalan Gejayan, pegawai hotel yang berada di samping angkringannya, dan mahasiswa. Damar juga menjelaskan bahwa dulu memiliki banyak pelanggan juga dari siswa SMA Gama, tetapi karena sekarang peserta didiknya berkurang, hal tersebut juga mengurangi pelanggan Damar. 

“Sebenarnya, jualanku itu lebih murah, Mbak, daripada angkringan yang lain. Makanya banyak juga yang datang,” kata dia.

“Beberapa yang datang juga kenalanku. Langganan udah lama,” imbuhnya.

Mojok sendiri pernah berbincang dengan para pelanggan. Mereka kebanyakan adalah para pekerja. Bahkan, banyak dari mereka mengaku adalah pekerja-pekerja underpaid yang diupah di bawah UMR Jogja.

“Makanya, angkringan Mas Damar itu penyelamat kami,” ujar Dion (23), salah satu pekerja yang ditemui Mojok sekitar pertengahan Agustus 2024 lalu. Nyaris tiap sore Dion mampir ke angkringan Damar untuk mengisi perut.

“Di mana lagi bisa makan kenyang dan murah. Kalau makan di tempat Mas Damar, 8 ribu udah bisa kenyang. Hahaha.”

Penulis: Kiki Sofia Rista

Editor: Ahmad Effendi

Liputan ini diproduksi oleh mahasiswa Magang Jurnalistik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta periode September 2024.

BACA JUGA Angkringan Mas Aam Pringgondani Jogja: Pernah Dibenci Akamsi, Kini Jadi Penyelamat Warga dan Mahasiswa

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version