Wadah kuah yang menjunjung tinggi budaya lokal
Melihat kemasan odennya, saya agak terkekeh. Untuk mangkok sekali pakainya sih tidak ada masalah. Yang cukup kocak ya pengemasan kuahnya. Karena tidak langsung dimasukkan ke mangkok, kuahnya diplastik selayaknya kamu beli kuah mie ayam pisah di warung-warung kebanyakan. Sungguh, meski Lawson ini asalnya dari Jepang yang terkenal dengan pengemasan unik, urusan wadah kuah ini tetap menjunjung tinggi budaya lokal! Sugooi! Mantappu!
Cuma ya kalau orang nggak tahu bisa dikira wedang jahe angkringan. “Lawkek, Lawson Cekek ini mah,” Wanto mengomentari pengemasan yang mengingatkannya pada es cekek.
Kuah itupun saya tuang ke mangkok, mengguyur 4 potong jenis olahan makanan yang ada di dalamnya. Untuk paket yang saya beli, yakni oden dan minum, yang didapat adalah 1 odeng, 1 stik ikan, 1 bakso udang dan 1 siomai gulung serta untuk minumnya Ichigo (strawberi) latte. Itu yang tertera di gambar promonya. Tetapi yang saya dapat kok kayaknya berbeda haha….
Tak diambil pusing juga sih. Cukup mengejutkan, kuahnya lumayan banyak juga. Tidak semua saya tuang, hanya ¾ saja. Sisanya ya saya minum langsung hehe…
Rasa kuahnya mengingatkan pada kuah shoyu yang sering digunakan dalam ramen. Asin dan gurih dengan lamat-lamat ada rasa rumput laut. Kuah kaldunya bukan tipe yang kuat, lebih ke yang ringan-ringan saja. Ya memang kuah oden seperti itu. Ringan dan segar.
Bisa jadi kesegaran ini didapat karena pas giliran kami tadi, kuahnya baru saja diisi ulang dengan air mineral terkenal merk A*** lalu diberi kaldunya. Hehehe. Tidak sengaja melihat “rahasia” perusahaan.
“Ini kalau pake merk sebelah, entar kuah oden ada manis-manisnya!” celetuk saya disambut cekikikan kami bertiga.
Kuah odennya terlalu banyak, cocok pakai nasi
Sekarang waktunya menikmati isian odennya. Jujur hanya 2 isian yang saya suka, yakni odeng dan bakso udangnya. Untuk odengnya, punya rasa asin ikan yang pas. Bau amisnya juga tidak terlalu kuat sehingga tidak mengalahkan aroma dari kuah kaldunya.
Teksturnya kenyal, sensasinya menyenangkan ketika digigit. Ukurannya juga cukup besar. Sedangkan untuk bakso udangnya memiliki aroma amis udah yang pas juga. Rasa khas udangnya juga terasa dengan level kekenyalan yang paripurna. Dua isian lain juga lumayan enak sih.
Saya kemudian menanyakan pendapat Santo. Pendapat dia sangat penting karena kawan satu ini tidak terlalu menyukai sesuatu yang berbau amis. “Rasanya enak kok. Ini odennya agak pedes juga enak. Ya mirip-mirip frozen food gitu tapi.” YA EMANG FROZEN FOOD ITU MAH BAMBANG! Beda merek dan kualitas saja sama yang kamu beli di Pasar Bantul!
“Kalau menurutku lumayan enak kuahnya. Ringan dan ada rasa-rasa convenient store gitu”, Wawan menimpali.
RASA CONVENIENT STORE APAAN DAH?! TERUS KALAU INI LAWSON BUKA DI PABRIK ADA RASA-RASA DERITA BURUH GITU?
“Tapi ini baksonya mirip pentol di bakso tusuk yang dijual di Paseban yo. Cuma agak premium aja,” saya ikut berceloteh. Kedua kawan tadi sontak membalas “Lho lho rak ngono to le mbandingke!”
Sayangnya, segitu banyaknya kuah hanya ada 4 isian. Ya maklum namanya juga paket promo. Jiwa orang Indonesia saya mulai berontak. Bisikan itu datang… “WAH INI KUAH PAKE NASI ENAK NIH!”.
Susunya juara
Kini beralih mencoba karaage-nya. Dalam satu tusuk hanya ada 3 potong daging ayam saja. Pas untuk kami bagi rata bertiga. Eits, tapi jangan berkecil hati dulu. Satu potongan dagingnya buesar-buesar! Panjangnya sekitar 5-7cm.
Ada 3 pilihan saus pilihan, yakni Gochujang, Buldak dan Spicy. Saya mencoba spicy karena yang sudah siap cuma itu. Wuih, dalam satu suapan terasa “meledak” di mulut. Pedasnya sih kalem saja, tetapi sausnya mampu melapisi secara merata ke semua permukaan.
Dipadu dengan luarnya yang renyah dan daging yang masih lumayan juicy plus tanpa tulang menghasilkan “ledakan” kebahagiaan di dalam mulut. Ini baru kaarage namba Wan! Dua kawan saya juga setuju. Bahkan bagi Wanto yang nggak kuat pedas pun menganggap pedasnya kaarage ini masih wajar.
Selesai dengan segala makanan, saatnya membanjiri tenggorokan dengan minuman dingin. Nyesss, kira-kira begitu bunyinya ketika ichigo latte perlahan mengaliri mulut lalu terjun ke perut. Susu dan strawberi yang asam manis menghasilkan kombinasi sempurna pelepas dahaga kala Jogja saat itu yang sedang dalam puncak panasnya.
Rasa manisnya pun pas. Strawberinya, yang dalam bentuk selai dan potongan kecil, memberikan sedikit tekstur kenyal dalam minuman susu cair. Mengingat basis awal berdirinya Lawson adalah karena susu, ya wajar sih kalau minuman yang ada susunya punya rasa yang juara. Saya juga mencoba minuman dari kawan saya yang lain, yakni yuzu dan matcha. Keduanya juga tak kalah mantappu! Kedua kawan saya juga puas akan minumannya. Tidak ada komentar aneh-aneh.
Semua menu tandas. Saya yang awalnya memang nggak berekspektasi apapun lumayan puas dengan apa yang ditawarkan Lawson. Cuma ya kalau mengingat harganya saya harus senyum tipis agak kecut.
Kaum mbanding-mbandingke UMR Jogja akan pusing mau beli oden terus-terusan
Saat itu memang harga promo, yakni paket oden dibanderol Rp25 ribu, minuman tadi Rp10 ribu, dan kaarage Rp16 ribu. Murah? Ya lumayan murah. Namun, begitu tidak promo, satu paket oden tadi bisa seharga Rp30 ribuan lebih. Minumannya bisa sekitar 18 ribuan. Harga yang sama dengan harga makanan di kafe-kafe di Jogja.
Tentunya harga segitu, membuat jiwa mbanding-mbandingke saing-saingke saya menjerit. Satu odeng saja harganya Rp12 ribu. Itu kalau buat beli mie ayam udah dapat bonus bakso bos! Itu latte seharga Rp18 ribu kalau buat beli Pop Ice bisa buat beliin 6 bocil bosque! Begitulah, dan dibarengi mendang-mending yang lain.
Tetapi saya juga paham. Makan seperti ini kan tidak setiap hari. Ya paling sebulan 2 kali lah. Buat jadi reward saja misalnya. Toh apa-apa kok perlu dipusingin gegara UMR Jogja kecil lalu nggak bisa beli makanan yang bisa buat makan biasa 3 kali gitu?
Yo nggak gitu to! Yang penting tu kita bisa bahagia kan? Meski bahagianya harus puasa dulu buat beli makanan yang harganya Rp30 ribuan ga pake nasi kan? Hehehe…
Reporter: Oktavolama Akbar Budi Santosa
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Lawson Buka di Jogja, Ada Menu ‘Oden’ yang Katanya Jadi Favorit dan reportase menarik lainnya di rubrik Liputan.