Indomie Penyet Pak Lamidi, Hidden Gem Surabaya yang Nonstop Layani Pembeli Sampai Tutup

Indomie Penyet Pak Lamidi, Hidden Gem Surabaya yang Nonstop Layani Pembeli Sampai Tutup MOJOK.CO

Ilustrasi Indomie Penyet Pak Lamidi, Hidden Gem Surabaya yang Nonstop Layani Pembeli Sampai Tutup

Meski hanya menyediakan menu yang sangat sederhana, Warung Indomie Penyet Pak Lamidi Surabaya nyatanya tak pernah sepi pembeli dan bahkan bertahan hingga hampir 23 tahun. Kepada Mojok.co, pemilik warung bercerita bagaimana mulanya tercetus ide menjual Indomie dengan campuran sambal khas penyetan.

***

Walaupun sering melintas di Jl. Dinoyo Surabaya, saya malah baru ngeh kalau persis di pertigaan jembatan Jl. Dinoyo ke arah kanan ada sebuah hiddem gem yang cukup legendaris, yakni Warung Indomie Penyet Pak Lamidi.

Indomie Penyet Pak Lamidi mendadak viral tak lama setelah viralnya Nasi Minyak Pak Bukhori yang menuai pro kontra pada awal Januari 2023 lalu.

Indomie Penyet Pak Lamidi sendiri menyediakan menu berupa mie campur nasi yang dilengkapi dengan telur, tahu, tempe, serta lalapan dan sambal khas warung penyetan.

Beberapa warganet menganggap bahwa sebenarnya tak ada yang istimewa dari Indomie Penyet Pak Lamidi. Karena sajian mie campur nasi adalah hal yang biasa. Yang beda dari warung Indomie Pak Lamidi hanyalah karena ketambahan sambal penyetan saja.

Namun, di mata sebagian banyak warganet lain, justru itu lah sisi uniknya sehingga membuat banyak pembeli menyerbu Indomie Penyet Pak Lamidi. “Varian baru Indomie, nih, rasa sambal penyetan versi konvensional,” demikian komen salah seorang warganet di TikTok.

Lokasi Warung Indomie Penyet Pak Lamidi yang selalu penuh antrean. (Muchamad Aly Reza/Mojok.co)

Merebus indomie non-stop sejak buka

Sebenarnya tak sulit menemukan keberadaan warung Indomie Pak Lamidi karena lokasinya benar-benar berada persis di pinggir jalan. Hanya saja memang agak samar karena Warung Indomie Pak Lamidi terbilang sangat kecil dan tak terlalu mencolok. Lebih-lebih di sebelah warung Pak Lamidi juga berderet beberapa penjual makanan.

Yang bisa menjadi titenan dari warung ini antara lain, beratap terpal biru, tak memiliki penutup, dan hanya menyediakan beberapa bangku plastik di pojok warung. Selain itu, ciri khas dari warung ini adalah kertas minyak yang ditata berjejer di atas meja.

Adji (25), salah satu karyawan di warung Indomie Pak Lamidi menjelaskan, sejak warung buka pada pukul 20.30 WIB, ia memang akan langsung menjajar kertas minyak di atas meja.

Di warung ini, Adji mendapat bagian khusus untuk menyajikan indomie penyet untuk para pembeli. Sementara Anton (55) selaku pemilik mendapat bagian merebus mie. Lalu satu karyawan lain bertugas menggoreng telur, tahu, dan tempe.

“Sejak buka langsung masak non stop sampai tutup. Soalnya ramai, Mas, pembeli datang terus, jadi nggak ada waktu buat berhenti,” ujar Adji sembari menuangkan sambal ke masing-masing kertas minyak yang sudah berisi Indomie matang.

Saat saya tiba di sana sekitar pukul 21.00 WIB, warung Indomie Penyet Pak Lamidi memang sudah penuh antrean. Rata-rata yang mampir dari kalangan anak-anak muda kisaran umur  17 hinga 25-an tahun. Beberapa memilih menyantap di tempat meski harus duduk ngemper tanpa bangku. Beberapa yang lain memilih membungkus; antara memang ingin menikmatinya di rumah atau karena sudah tak dapat tempat.

“Awalnya sebenarnya khusus untuk dibungkus saja, Mas, karena kami nggak ada tempat. Tapi karena ada beberapa yang pengin makan di sini, akhirnya kami sediakan kursi. Tapi ya cuma beberapa biji saja, wong tempatnya juga cuma sak uprit,” jelas Adji di sela-sela kesibukannya membungkus pesanan.

Pak Anton, pemilik warung Indomie Penyet Pak Lamidi saat merebus mie. (Muchamad Aly Reza/Mojok.co)

Menyediakan tiga menu

Karena padatnya antrean yang tak memungkinkan untuk mewawancarai Pak Anton, saya pun menepi sejenak setelah memesan satu porsi indomie penyetan.

Dari tempat saya duduk ngemper, Pak Anton, Adji, dan satu karyawannya yang lain tampak begitu sibuk. Pak Anton meniriskan mie yang sudah matang untuk kemudian meletakkannya di deretan kertas minyak yang telah ditata oleh Adji. Selanjutnya Adji akan menuangkan sambal penyetan ke masing-masing porsi sebelum melengkapi dengan telur, tahu, dan tempe yang masih hangat.

Berdasarkan hasil mencuri-curi obrolan dengan Adji sebelumnya, baru lah saya tahu kalau ada tiga menu di Warung Indomie Penyet Pak Lamidi, yaitu:

Satu, indomie nasi yang merupakan menu andalan. Di mana dalam satu porsi terdiri dari nasi, mie, telur dadar, tempe, tahu goreng, serta lalapan dan sambal penyetan. Menu ini bisa masuk dalam kategori makanan berat, cocok bagi yang datang dalam keadaan lapar.

Dua, indomie penyetan tanpa nasi. Isian dalam satu porsinya masih sama, hanya memang tidak pakai nasi di dalamnya. Ini lah menu yang saya pesan malam itu, Kamis, (30/03/2023). Menu ini cocok untuk sekadar mengganjar perut. Dan yang ketiga adalah nasi telur tanpa pakai mie. Ini menjadi menu yang minor karena cenderung jarang yang memesannya.

“Yang pesan nasi telur nggak pakai mie biasanya orang-orang sekitar sini, Mas. Ya bapak-bapak, ya emak-emak. Kalau malam-malam lapar terus mager keluar jauh-jauh, ya sudah beli (nasi telur) saja di sini,” jelas Adji.

Habiskan 10 kardus Indomie

Adji menambahkan, dalam semalam warung Indomie Pak Lamidi bisa menghabiskan 9-10 kardus Indomie goreng dan 20-25 kg telur. Kesemuanya itu setara dengan 200 porsi lebih.

Untuk waktu tutupnya sendiri tak tentu. Karena tidak jarang sebelum pukul 00.00 WIB sudah harus tutup karena 200 porsi sudah ludes terjual. Namun, umumnya Indomie Penyet Pak Lamidi memang buka hingga lewat tengah malam.

“Indomie pakai nasi harganya Rp12 ribu, kalau nggak pakai nasi Rp11 ribu, sedangkan yang nasi nggak pakai mie juga Rp11 ribu,” beber Adji.

“Dulu (warung ini) dikenalnya kuliner tengah malam. Jadi ramai-ramainya antara di jam-jam awal buka atau pas sudah masuk tengah malaman,” tambahnya.

Jika ingin tambahan lauk, temen-temen bisa memilih aneka macam jenis sundukan di lapak kecil sebalah Warung Indomie Penyet Pak Lamidi. Untuk setiap jenis sundukan; ada puyuh, pentol bakar, cecek (kulit sapi), dan lain-lain dipatok dengan harga Rp2.500.

Menurut Adji, lapak tersebut adalah milik teman Pak Anton. Dalam rangka berbagi rezeki, maka khusus untuk sundukan dan minuman, para pembeli harus memesan dari lapak tersebut. Atau dengan kata lain, minuman dan sundukan dijual terpisah dari Warung Indomie Penyet Pak Lamidi.

Yang datang karena penasaran dengan indomie penyet

Sambil menyantap indomie penyet yang saya pesan, saya mencoba membuka obrolan dengan Radit (22), satu di antara beberapa pembeli yang memilih dine in alias ngemper.

Karena bukan orang asli Surabaya, Radit mengaku baru tahu tentang Indomie Penyet Pak Lamidi ketika viral di TikTok. Ia yang awalnya mampir karena penasaran kini justru jadi sering datang untuk mencari santapan malam.

“Kadang sama temen, kadang sama pacar. Kalau malam-malam kebetulan lewat (di Jl. Dinoyo) kadang mampir dulu lah, buat ngganjel perut,” akunya.

“Sebenarnya kayak indomie goreng pada umumnya kok. Cuma ada sambel dan lalapannya,” imbuhnya.

Rasa pedas sambal cukup dominan

Selesai dengan Radit, saya lalu meminta pendapat pada Hestiana (23) yang tengah menyantap indomie penyet bersama pacarnya.

Hestiana mengaku sudah sejak lama pengin mencicipi Indomie Penyet Pak Lamidi karena sempat ramai jadi perbincangan warganet. Namun, baru malam itu ia bisa mencecap bagaimana sensasi rasa Indomie yang diucel dengan sambal penyetan khas warung Pak Lamidi.

Adji, keryawan di warung Indomie Pak Lamidi saat menuangkan sambal ke setiap porsi pesanan. (Muchamad Aly Reza/Mojok.co)

Menurut lidah Hestiana, rasa pedas sambalnya cukup dominan, sehingga cenderung menyamarkan bumbu asli dari si indomie goreng. Lebih-lebih sambal yang dalam satu porsi indomie penyet terbilang melimpah.

“Gokil, sih! Rasanya jadi kayak bukan indomie goreng lagi. Yang kerasa di lidah itu lebih ke pedas gurih dari sambel penyetnya,” ungkapnya.

“Indomie udah ada varian sambal penyet nggak, ya? Kalau belum terus nanti bikin, kayaknya menarik. Kira-kira rasanya lebih mantep versi warung Pak Lamidi atau versi mereka,” selorohnya.

Indomie penyet yang dulunya warung nasi penyetan

Memasuki jam sepuluhan malam, pembeli yang berdatangan ke warung Indomie Pak Lamidi semakin banyak. Pantas saja jika Pak Anton harus terus-menerus merebus mie. Pak Anton hanya sesekali saja berhenti untuk meneguk air dan mengelap keringat yang membasahi wajah dan tangannya. Selepas itu, ia akan kembali bergelut di depan dandang.

Berbeda dari jam-jam awal buka, pembeli yang mampir di atas jam sepuluh malam kebanyakan dari kalangan driver ojek online dan orang-orang dewasa.

Melihat warung yang semakin ramai, saya pun mencoba mencari celah untuk mengulik informasi dari Pak Anton.

Lelaki paruh baya yang agak pendiam itu menuturkan, warung indomie penyet yang saat ini ia kelola adalah peninggalan dari sang ayah yang bernama Pak Lamidi.

“Bapak saya (Pak Lamidi) buka warung nasi penyet itu kira-kira ya sejak 1995,” jelas Pak Anton.

Di tahun-tahun tersebut, menurut Pak Anton, warung nasi penyet sang ayah sudah memiliki banyak pelanggan. Itulah kenapa ketika Pak Lamidi telah uzur, meminta Pak Anton meneruskannya agar menjadi bisnis keluarga yang berkelanjutan.

“Dari kecil memang sudah bantu-bantu. Tapi dulu di masa bapak kan masih nasi penyet. Kalau mie penyet ini idenya dari saya sendiri,” terangnya.

Pak Anton lalu menceritakan bagaimana awalnya tercetus ide untuk membuat varian indomie penyet dan terus bertahan—bahkan selalu ramai—hingga saat ini

Berawal dari iseng

Pak Anton mulai mengelola Warung Nasi Penyet Pak Lamidi pada tahun 2000-an. Saat itu Pak Anton mendekati usia 30 tahun.

Awalnya Pak Anton tak banyak mengubah apa yang menjadi peninggalan sang ayah. Ia hanya mencoba meneruskan usaha sang ayah untuk menjual nasi penyet.

Namun, suatu kali tiba-tiba saja terbesit rasa penasaran dalam diri Pak Anton. “Seumpama makan Indomie pakai sambal penyet, kira-kira bagaimana ya rasanya?” Kurang lebih begitu lah yang ia pikirkan saat itu. Lalu Pak Anton pun mulai bereksperimen membuat dan menjual indomie penyet

“Siapa sangka, ternyata banyak yang suka. Jadi ya sudah saya jadikan menu tambahan saja di warung,” paparnya.

Akan tetapi jalan rezeki memang tidak ada yang tahu. Indomie penyet hasil kreasi Pak Anton justru makin banyak peminat. Maka, seiring berjalannya waktu, setelah menimbang-nimbang dengan matang, Pak Anton pun memilih mem-branding ulang warungnya dari yang semula Warung Nasi Penyet Pak Lamidi menjadi Warung Indomie Penyet Pak Lamidi.

“Akhirnya yang (jadi menu) utama ya indomie penyet. Nasi penyetnya ndak sepenuhnya dihapus, masih ada. Tapi pilihan lauknya cuma telur, tahu, dan tempe. Ndak lagi jual lele, ayam, atau bebek,” kata Pak Anton.

Berharap ada kreasi baru di masa mendatang

Ditanya kenapa merasa cukup dengan varian indomie penyet selama 23 tahun ini, Pak Anton mengaku masih belum kepikiran untuk iseng-iseng membuat kreasi Indomie yang lain. Apalagi semakin ke sini produk Indomie sendiri sudah mengeksplor banyak cita rasa Nusantara untuk melahirkan varian-varian unik.

Satu porsi indomie penyet tanpa nasi. (Muchamad Aly Reza/Mojok.co)

Pak Anton memilih bertahan dengan satu menu andalannya tersebut karena toh nyatanya selama puluhan tahun indomie penyetnya selalu menemukan penikmat/pelanggan baru.

Meski begitu, ia tidak menutup kemungkinan jika penerusnya kelak akan mengenalkan jenis menu yang berbeda dari kreasi indomie penyet miliknya.

“Dulu bapak saya nasi penyet, Lalu saya indomie penyet. Bisa jadi penerus warung ini nanti ada ide lain lagi. Doakan saja semoga semuanya lancar terus,” tuturnya.

Atas viralnya Indomie Penyet Pak Lamidi di TikTok, Pak Anton sendiri mengaku biasa saja. Ia menilai hal tersebut sebagai gejala zaman yang lumrah. Pasalnya, kalau dibilang viral, sudah sejak tahun 2000-an indomie penyetnya “viral”.

“Bedanya kalau dulu kan ramainya mulut ke mulut. Kalau sekarang ada HP, jadi kesannya kayak “wah!”. Maka, sebenarnya ya biasa itu, Mas,” tandas Pak Anton.

Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Ali Sadikin dan Catatan Utang Mahasiswa yang Makan Indomie Pakai Nasi dan tulisan menarik lainnya di kanal Liputan.

Exit mobile version