Tiga Tahun Jadi “Calo” Tiket Konser demi Bayar UKT di UNY, Modal Orang Dalam dan Sasar Penonton Kepepet

Mahasiswa tak sanggup bayar UKT UNY. MOJOK.CO

ilustrasi - jual tiket konser untuk bayar UKT. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Terbiasa mendengarkan musik metal dan rock sejak berusia 10 tahun, Chester* (28) akhirnya hobi datang ke konser-konser seperti Megadeth, Extreme, hingga Power Trip. Di sela-sela itu, ia menemukan ide agar mendapatkan uang untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Langkah cepat cari cuan untuk bayar UKT di UNY

Chester melakoni bisnis jual beli tiket konser dari tahun 2017 hingga 2019. Pekerjaan ini terpaksa ia jalani karena kondisi ekonomi yang mendesak. Salah satunya, untuk membayar UKT di UNY. 

“UKT ku waktu itu Rp2,4 juta. Bagiku angka segitu itu sudah mahal. Mangkanya aku berpikir untuk mencari uang secara cepat tapi hasilnya lumayan banyak,” kata Chester.

Sebelum menjual tiket konser, Chester mengaku sering mengambil kerja sampingan. Salah satunya menulis di media. Hanya saja, pekerjaan itu tak pasti karena bisa jadi naskahnya tidak tembus ke redaksi. Selain itu, jika dilihat dari segi upah, ternyata masih belum mencukupi untuk membayar UKT di UNY.

Di sela-sela mencari pekerjaan lain, Chester melihat sebuah potensi jual beli tiket konser di sebuah grup Telegram yang ia ikuti. Grup itu berisi para pegiat serta penikmat musik seperti dirinya. Tak jarang, mereka sering menawarkan tiket konser di sana.

“Topik pembahasannya macem-macem, salah satunya ngomongin soal dunia percaloan bahkan tiketnya dinegokan secara bebas,” ucap Chester.

Dari sana, Chester jadi penasaran bagaimana caranya anggota grup tadi memperoleh tiket untuk diperjualbelikan. Salah satu anggota pun berkenan memberikan Chester jawaban. 

Mencari untung dari jual beli tiket konser

Anggota grup Telegram itu menjelaskan, sebagai pembeli VIP ia sering mendapat informasi tiket lebih untuk para tamu undangan. Sayangnya, cara itu tak bisa Chester lakukan karena ia bukan tergolong pegiat atau tokoh masyarakat yang bisa mendapatkan akses VIP semacam itu. 

Namun secara kebetulan, Chester menemukan cara lebih mudah dengan mengakali margin harga. Mulanya, ia memperhatikan nominal harga tiket yang dijual saat konser. Ia menemukan harga tiket paling murah dengan diskon buy one get one atau buy one get three.

“Modalku waktu itu Rp 2 juta. Itu pun aku pinjam dari teman-temanku mahasiswa UNY. Dari modal tadi, aku bisa dapat katakanlah 16 tiket, artinya harga satu tiketnya Rp125 ribu,” kata mahasiswa UNY tersebut.

16 tiket tadi, Chester jual dengan harga yang berbeda. Misalnya, 10 tiket ia jual dengan harga normal sebesar Rp125 ribu. Lalu, sisanya ia jual dengan harga lebih murah untuk menarik pelanggan.

“Dan ternyata hasilnya lumayan walaupun marginnya memang kecil tapi pas dikumpulin jadi untung banyak,” kata Chester. 

Bukan calo, hanya mengubah margin

Sepengalaman Chester, sudah tiga kali ia menjual tiket konser dengan cara di atas. Namun, mahasiswa UNY itu mengelak disebut calo karena tiket yang ia jual terbilang resmi dan legal. Setiap penjual, kata Chester, punya cara masing-masing untuk mendapatkan modal tiket. 

Ada yang menjual tiket hasil dari buy one get one, ada yang mengandalkan relasi seperti panitia yang menjual tiket sisa untuk media partner, ada yang punya akses VIP. 

Umpanya begini, kata dia menjelaskan, panitia acara menyiapkan 1.500 tiket untuk diperjualbelikan tapi biasanya mereka akan mencetak lebih. Sebut saja, 500 tiket untuk kerja sama, sponsor, media, dan lain-lain. 

Namun, untuk membeli 500 tiket tadi juga tidak mudah apalagi ia bukan panitia, alih-alih membeli tiket yang 1.500 tadi. Beruntung, Chester punya orang dalam alias panitia volunteer untuk dimintai tolong, tapi dengan harga yang miring.

“Misalnya, aku beli 20 tiket dengan harga asli satu tiketnya Rp200 ribu, terus aku jual lagi Rp150 ribu,” jelas mahasiswa UNY tersebut.

Bisa bayar UKT UNY dari jual tiket konser

Melihat keuntungan yang semakin besar pada pengalaman pertama, Chester semakin gelap mata. Ia kumpulkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) milik teman-temannya UNY sebagai syarat membeli tiket. Dengan begitu, jumlah tiket yang ia beli dari volunteer bisa lebih banyak. 

Guna menggaet pasar lebih besar, Chester biasanya menawarkan langsung tiket yang ia jual di kolom komentar Instagram resmi acara. Biasanya ia menargetkan pelanggan yang kepepet. Agar mereka percaya, Chaster selalu menawarkan pembayaran secara COD. Sangking percayanya, ia jadi punya pembeli setia dari tahun 2017 hingga 2019. 

Tapi, karena itu pula ia jadi tidak bisa menikmati konser. Karena tak semua pelanggan menonton konser sesuai jadwal. Padahal, ia juga ingin melihat band favoritnya tampil di samping mencari cuan.

Namun, bagi Chester itu hanya hambatan kecil. Yang penting, hasil dari jual beli tiket konser tersebut mampu digunakan untuk membayar UKT di UNY. Di tahun 2017, keuntungannya bisa mencapai sekitar Rp2 juta hingga Rp3 juta.

“Tapi dari tahun ke tahun, harga tiket konser semakin mahal jadi aku lebih sulit mengakali marginnya sehingga peluang untungnya semakin kecil. Akhirnya, aku berhenti.” ucap Chaster.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Demi Turuti Anak Jadi Sarjana Orangtua Rela Hidup dalam Pura-pura, Pura-pura Sanggup Bayar UKT dan Sembunyikan Banyak Kepedihan 

Exit mobile version