Saat ini ternyata banyak mahasiswa di Jogja yang mengandalkan sertifikat tes TOEFL palsu untuk mendaftar sidang skripsi atau memenuhi persyaratan kelulusan. Kampus seperti tidak melakukan pengecekan mendalam.
Banyak kampus yang mensyaratkan sertifikat tes TOEFL dengan skor tertentu untuk mendaftar ujian skripsi. Jimi* (23) misalnya mengaku kampusnya mewajibkan mahasiswa punya skor tes TOEFL sebesar 450.
“Tapi seperti sekadar formalitas,” katanya saat Mojok wawancara Kamis (25/1/2024).
Pasalnya, Jimi bisa lolos sidang skripsi hingga wisuda berbekal serfikat palsu yang ia beli secara daring. Penampakan lembaran kertas itu memang tampak asli dengan keterangan lembaga hingga cap resmi. Namun, semua itu ia dapat tanpa tes sama sekali.
Saat memberikannya kepada staf administrasi program studi, tidak ada pengecekan apa pun. Petugas sekedar melihatnya sekilas lalu dibiarkan begitu saja. Tak heran, kakak tingkatnya juga bercerita kalau cara itu memang aman untuk digunakan.
Senada, Joni* (24) juga menuturkan hal serupa. Kampus tidak melakukan pengecekan saat ia menyerahkan sertifikat tes TOEFL palsu.
Padahal, kampusnya memiliki lembaga tes TOEFL. Namun, tidak ada ketentuan agar tes kemampuan berbahasa Inggris ini harus dilakukan di lembaga kredibel yang sudah diverifikasi kampus.
“Selain itu tempat tes di kampus juga tidak fleksibel jam operasinya. Mahasiswa yang butuh segera karena deadline mepet jadi kesusahan. Ya sertifikat palsu jadi pilihanku waktu itu,” curhatnya.
“Intinya sertifikasi berbayar itu jadi ladang yang menjanjikan untuk bisnis,” imbuhnya.
Ladang basah tes TOEFL abal-abal di Jogja
Beberapa kampus di Jogja memang mensyaratkan tes TOEFL hanya bisa lewat lembaga internal. Selain itu dengan lembaga resmi yang sudah terverifikasi oleh kampus. Sayangnya, masih banyak yang tidak menerapkan hal tersebut.
Joni berpendapat, lembaga tes semacam itu memang jadi lahan basah untuk praktik pemalsuan. Skor bisa ditentukan sesuai kesepakatan.
“Saat datang ke lokasi tes juga tempatnya memang tampak tidak meyakinkan. Bahkan tempat bimbingan belajar anak SD pun lebih bagus,” kelakarnya.
Di sana ia mengaku melihat ada banyak mahasiswa lain dari berbagai kampus di Jogja yang melakukan praktik serupa. Hal itu mengindikasikan praktik ini lazim di kalangan mahasiswa.
Baik Jimi maupun Joni mengaku, memilih membeli sertifikat tes TOEFL palsu lantaran mepetnya pengumuman jadwal sidang dengan batas pendaftaran administrasi. Di sisi lain, mereka merasa tidak yakin dengan kemampuannya agar lolos ujian.
Kondisi berbeda terjadi jika kampus menerapkan prosedur ketat mengenai tes TOEFL untuk persyaratan wisuda. Vina* (23) misalnya, tahun lalu saat mengurus persyaratan wisuda di Universitas Islam Indonesia (UII) ia sampai mengulang tes TOEFL empat kali.
“Soalnya di UII wajib banget pakai lembaga internal kampus sendiri tesnya. Jadi tidak ada potensi kecurangan apalagi beli sertifikat palsu,” tuturnya.
Vina mengaku jadi begitu serius mempersiapkan tes tersebut. Selain belajar, ia harus mengeluarkan biaya ekstra. Tekanan karena hambatan kecil menjelang kelulusan juga jadi hal yang tambah membebani.
Mahasiswa ini bahkan harus mengundur jadwal pendaftaran wisudanya hingga semester berikutnya karena kegagalan los tes TOEFL tersebut. Kendati begitu, prosesnya semua tanpa manipulasi.
Sebagai informasi, selain untuk syarat kelulusan mahasiswa S1, tes TOEFL biasanya menjadi persyaratan mendaftar S2, melamar kerja, hingga beasiswa.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Nekat Beli Sertifikat Tes Toefl Palsu Demi Lolos Sidang Skripsi, Awalnya Lega tapi Berakhir Menyesal
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News