Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Indonesia di UGM terbilang cukup populer. Namun, masih banyak juga yang belum mengetahui seluk-beluk jurusan ini.
Gambara itu saya dapat saat datang ke pelaksanaan UTBK di UGM beberapa waktu lalu. Saya berjumpa dengan beberapa pendamping yang setia menanti peserta. Salah satunya, sepasang suami istri dari Tangerang Selatan.
Namanya Indra (55) dan Wiwi (53), mereka ingin bisa ada di dekat anaknya pada momen yang cukup menentukan masa depan. Anak mereka, kebetulan ingin masuk ke Jurusan Sastra Indonesia UGM. Jurusan yang sebenarnya tak terbayang di benak mereka sebelumnya.
Namun, Wiwi berprinsip mendukung apa pun pilihan yang anaknya inginkan. Termasuk saat memilih jurusan kuliah. Meski, kedua orang tua ini mengakui awalnya ragu dengan jurusan pilihan anaknya.
“Dulu ya sempat tanya, apa sih nanti belajarnya kalau ambil Sastra Indonesia? Kan sudah bisa bahasa Indonesia,” kata Tiwi tertawa.
Namun, ia memang memperhatikan bahwa anaknya selama sekolah gemar dengan pelajaran bahasa Indonesia. Ia mengaku belum tahu bagaimana prospek kerja jurusan ini sehingga kami malah jadi berdiskusi tentang peluang kariernya selepas lulus.
Indra lantas menjelaskan bahwa anaknya benar-benar mantap mengambil jurusan itu. Pilihan pertama di UGM dan kedua di UNS. Dua-duanya di Sastra Indonesia.
“Anak ini emang, saya kira pilihan keduanya mau yang deket rumah, ternyata malah di Solo,” kata Indra tertawa.
Dari pilihan yang diambil saat UTBK, Indra dan Wiwi jadi merasa yakin bahwa anaknya punya tekad yang bulat. Mereka hanya berharap yang terbaik untuk sang anak.
Pengalaman kuliah di Sastra Indonesia UGM
Saya lantas berbincang dengan Inas (23), seorang yang baru lulusan dari Jurusan Bahasa dan Sasta Indonesia UGM untuk tahu lebih lanjut tentang dunia yang ia dalami selama kuliah. Menurutnya, banyak hal yang di luar bayangan kebanyakan orang.
“Orang kadang beranggapan bahwa jurusan ini enak dan mudah. Sekadar baca novel dan semacamnya. Praktiknya, jauh lebih detail dan njlimet,” ungkapnya.
Baca halaman selanjutnya…
Sisi lain Sastra Indonesia: hal-hal yang rumit hingga prospek kerja
Di semester awal perkuliahan, tentunya ia belajar berbagai aspek mendasar soal jurusannya. Mulai dari sejarah Sastra Indonesia hingga ragam mata kuliah pengenalan awal terhadap bidangnya.
Jurusan Sastra Indonesia UGM terbagi menjadi tiga bidang yang akan dipilih mahasiswa ketika memasuki semester lanjut. Ketiganya yakni peminatan sastra, linguistik, dan filologi.
“Setelah masuk peminatan itu akan detail pembahasannya,” tuturnya.
Inas yang mengambil peminatan sastra, belajar banyak dalam membedah karya-karya Sastra Indonesia dalam rentang periode yang panjang. Selain itu, juga menganalisis beragam jenis karya penulisan yang tak terbatas pada buku atau novel saja. Menganalisis lagu dari perspektif lirik hingga naskah film.
Selanjutnya, soal linguistik, mahasiswa akan belajar lebih dalam mengenai ilmu tentang bahasa. Mulai dari penyusunan bahasa Indonesia, psikologi bahasa, bahkan hingga beragam hal yang menyangkut bagaimana bahasa bekerja dan berfungsi.
“Sampai misalnya, kenapa di Jawa Tengah dan Jawa Timur punya dialek bahasa Jawa yang berbeda. Ada pembahasan seputar itu,” kata dia.
Peminatan yang menurut Inas paling dianggap sulit adalah filologi, ilmu yang mempelajari naskah-naskah kuna. Pada bidang ini, mahasiswa tidak hanya dituntut untuk paham bahasa Indonesia, melainkan juga bahasa Belanda dan Arab.
“Mengingat naskah kuna di Indonesia bahasanya belum kayak bahasa kita sekarang. Sebagian ada yang pakai bahasa Melayu, ada juga yang tertulis pakai aksara Pegon, dan ada juga naskah berbahasa Belanda. Jadi, bahasa-bahasa itu perlu dipelajari juga,” terangnya.
Prospek kerja
Jadi, menurutnya cukup banyak hal yang dipelajari di Jurusan Sastra Indonesia UGM. Sebagian, jauh lebih rumit dari yang kebanyakan orang bayangkan.
Mengenai prospek karier setelah lulus juga cukup beragam. Jika bekerja linear, maka lulusannya kebanyakan berprofesi sebagai ahli bahasa dan Sastra Indonesia, penulis, editor, peneliti, pengajar, staf di instansi pemerintah/swasta, hingga pekerja dalam bidang media massa.
“Kalau sekarang sih teman-temanku banyak yang ambil bidang penulisan untuk iklan dan media sosial. Sepertinya itu sih yang lagi tren dan banyak dibutuhkan,” tuturnya.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News