Gelar Sarjana Akuntansi Tak Guna, Akhirnya Pilih Kuliah S2 dan Nekat Cari Beasiswa dari “Ordal” dengan Harapan Kerja di Perusahaan Besar

Upaya mahasiswa dapat beasiswa s2 dari dosen Unair. MOJOK.CO

ilustrasi - beasiswa S2 dari dosen. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Ekonomi yang pas-pasan tak menghalangi mimpi Sahrian (24) untuk lanjut kuliah S2 Jurusan Akuntansi di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya. Berkat aktif dan rajin selama kuliah, ia dapat tawaran beasiswa S2 dari salah satu dosen. Menurut mahasiswa Jurusan Akuntansi itu, kuliah S2 masih penting, apalagi saat berkecimpung di dunia kerja.

Pentingnya beasiswa untuk S2

Dilansir dari laman resmi Unair, Akuntansi termasuk jurusan yang paling diminati oleh peserta SBMPTN. Tahun 2025/2026 sendiri presentase keketatannya adalah 4,46 persen, menempati posisi kedua setelah Jurusan Psikologi karena prospek kerjanya yang luas.

Itu juga yang menjadi landasan Sahrian memilih Jurusan Akuntansi sejak kuliah S1. Menurut dia, jurusan tersebut lebih fleksibel dari segi materi ketimbang Matematika murni. Misalnya, belajar soal pajak, manajemen, keuangan, perbendaharaan, hingga audit, ketimbang belajar limit, turunan, integral, statistika inferensial, fungsi trigonometri, hingga matriks.

Namun, dengan perkembangan teknologi yang semakin maju seperti sekarang, Sahrian merasa perlu upgrade diri. Berdasarkan informasi dari alumninya yang sudah bekerja di perusahaan besar dengan gaji tinggi, mereka masih dituntut ahli dalam bidang lain. 

“Misalnya, data sains, artificial intelligence, atau mungkin yang berhubungan dengan sistem informasi,” ujar Sahrian kepada Mojok, Selasa (10/6/2025).

Alasan itu juga yang membuat Sahrian memilih S2 dan mencari beasiswa untuk menunjang kariernya setelah lulus sarjana. Dengan kuliah S2, ia juga bisa mendapat pengalaman luas tentang industri serta mempertimbangkan suatu kebijakan.

Pergaulan sulit di kampus elit

Masalahnya, untuk lanjut kuliah S2 Jurusan Akuntansi butuh modal yang tak sedikit. Sahrian beruntung bisa menyelesaikan S1-nya di Unair dengan beasiswa bidikmisi atau yang kini dikenal sebagai Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Beasiswa ini diberikan pemerintah untuk siswa berprestasi dari keluarga kurang mampu. 

Saat kuliah saja, Sahrian mengaku cukup sulit beradaptasi sebab bukan rahasia lagi kalau mahasiswa Jurusan Akuntansi Unair memiliki perbedaan kasta. Ada yang memiliki gaya hidup fancy atau mewah. Mulai dari pakaian, tempat tinggal, makanan, tempat nongkrong, hingga cara berinteraksi dengan orang lain. 

Baca Halaman Selanjutnya

Terpaksa membaur dengan kelompok elit

Ada pula mahasiswa yang “mendang-mending” seperti Sahrian. Kadang-kadang, ia masih mau membaur dan bergaul dengan teman-temannya, apalagi kalau ada kegiatan organisasi yang harus ia ikuti.

“Kadang aku pernah ngopi sama teman-temanku di coffee shop yang bisa dibilang dari kelas menengah atas. Ngopinya sampai jam 02.00 WIB pagi baru kelar terus mereka lanjut makan, tapi malah nyari tempat billiard buat main. Nah itu juga pernah, jadi aku pun harus pintar-pintar mengimbangi,” tutur penerima beasiswa S2 Unair tersebut.

Namun, gaya hidup yang seperti itu memang sering tak diikuti oleh Sahrian. Ia lebih memilih lingkungan yang dapat menunjang akademiknya tanpa harus mengorbankan banyak uang. Beruntungnya, ia masih menemukan teman-teman yang saling mendukung. Dari lingkungan itu pula ia termotivasi untuk kuliah S2.

Dapat beasiswa S2 dari “ordal”

Selama kuliah sampai S2 di Unair, Sahrian sama sekali tak mengeluarkan biaya pribadi karena mendapatkan beasiswa. Pertama, beasiswa KIP-Kuliah. Kedua, beasiswa yang langsung diberikan oleh dosennya. 

“Jadi saat kuliah S1 sampai S2 aku nggak pernah mengeluarkan uang pribadi sepeserpun untuk kuliah,” kata Sahrian.

Mulanya, setelah lulus S1 ia ingin langsung kerja. Tak kepikiran sama sekali untuk S2, tapi salah satu dosen pembimbing skripsinya mengajak dia untuk membuat proyek penelitian bersama. Dari sanalah Sahrian jadi tertarik dan menginginkan beasiswa S2.

“Saat itu dosenku tanya, ‘siapa yang di sini cita-citanya mau S2?’ terus beliau jelaskan plus minusnya S2. Salah satunya beliau bilang, kalau S2 kami bisa menyesuaikan waktu kuliah dan tetap bekerja,” jelas Sahrian.

Bekerja yang dimaksud dosen Sahrian adalah membantunya mengajar sebagai asisten. Mahasiswa yang diajak adalah mereka yang mau kuliah S2 sambil membantu dosennya melakukan riset.

“Kebetulan pekerjaan yang kulakukan juga riset jadi aku merasa linear, apalagi bisa sekaligus menyelesaikan tugas kuliah. Jadi sayang kesempatannya kalau nggak diambil,” kata Sahrian.

Sahrian merasa beruntung dapat kuliah S2 di Unair sebab kampus dengan slogan “excellence with morrality” itu kerap mendukung karier alumninya. Misalnya dengan mengadakan program campus hiring di mana beberapa perusahaan yang mengikuti acara tersebut bisa merekrut alumni bahkan mahasiswa akhir yang belum lulus.

“Cuman kadang begini, menurutku lembaga yang menaungi alumni memang sudah bagus dan banyak di Unair. Sayangnya, beberapa alumni juga kurang mengoptimalkan. Jadi setelah lulus, mereka langsung lost contact,” ucap Sahrian.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Perjuangkan Mimpi dari Unesa hingga Kuliah S2 di Boston Amerika, meski Berat usai Ayah “Pergi” atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version