Awalnya bermimpi masuk IPB, begitu diterima, ada situasi yang membuatnya terpaksa memilih ITS Surabaya. Namun, jalan menuju gelar sarjana di kampus pilihannya ternyata cukup terjal.
Ini adalah kisah dari Rury (26) yang sejak SMA memang sudah mendambakan masuk IPB. Alasannya, ia ingin menyelami dunia ilmu kehutanan.
Di IPB, destinasi utamanya adalah Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata di Fakultas Kehutanan. Ia memang suka berkegiatan alam sejak SMA. Jika tidak di jurusan itu, setidaknya ia ingin masuk jurusan lain di Fakultas Kehutanan.
Berbagai hal telah ia persiapkan sejak SMA. Hingga tiba di masa jelang kelulusan pada 2017 silam, ia mendapat kesempatan beasiswa dari Kementerian Agama. Beasiswa ini hanya membuka peluang untuk beberapa jurusan di sejumlah PTN. Hal yang membuat Rury lega, ada jurusan di Fakultas Kehutanan IPB.
“Bukan jurusan yang paling aku mau. Pilihannya cuma di Jurusan Silvikultur. Tapi aku tetap berminat,” kenangnya.
Kesempatan itu semakin memompa semangatnya. Belajar lebih giat dari sebelumnya. Sebelum akhirnya, sebuah tragedi akibat keteledoran mengubah garis hidup lelaki ini.
Mendaftar IPB tapi keterimanya di ITS Surabaya
Ada kejadian unik yang terjadi pada Rury. Ia berniat memilih IPB saat pendaftaran lewat laman web. Namun, ia teledor. Tidak teliti saat melakukan finalisasi data.
Saat membuka-buka pilihan, ia sempat coba untuk mengecek pilihan di ITS. Seingatnya, ia sudah mengubah kembali pilihannya ke IPB sehingga data pun ia submit.
Beberapa waktu berselang ia baru sadar bahwa pilihannya keliru saat mencetak berkas pendaftaran yang sudah ia lakukan secara online sebelumnya. Ternyata, data merekam pilihannya di ITS.
Meski merasa kesal, ia tetap mengikuti proses ujian. Di momen yang sama ia akhirnya mendaftarkan diri di IPB dengan jalur mandiri untuk jaga-jaga. Tak lama kemudian, Mabrur dinyatakan lolos beasiswa.
Ia sempat merasa bimbang. Masih ada kesempatan ujian mandiri di IPB. Sehingga ia mencoba mengikutinya.
Namun, tenggat pendaftaran beasiswa juga cukup mepet. Sebelum pengumuman IPB keluar, ia terpaksa harus mendaftar ulang di ITS.
Padahal, seminggu kemudian pengumuman seleksi jalur mandiri muncul. Ternyata, otak cemerlang Rury kembali membuahkan hasil. Ia pun lolos di ujian mandiri. Namun, ia memutuskan untuk tidak mengambilnya.
Selain kuliah gratis ia juga bisa mendapat uang bulanan yang bisa memenuhi kebutuhan hidup. Sayang untuk ia lewatkan.
Baca halaman selanjutnya…
Menyesal pilih ITS, berakhir kesepian dan terlunta-lunta ditinggal teman saat semester akhir
Kondisi yang membuat kuliah terlunta-lunta
Masuk ITS Surabaya setengah hati, akhirnya kuliahnya pun tidak terlalu bergairah. Pada semester awal ia mencari pelarian dengan aktif di organisasi. Kuliahnya pun keteteran.
Ada banyak mata kuliah yang terpaksa harus mengulang. Ketika menjelang semester akhir, ia baru menyadari bahwa harus segera memperbaiki nilai jika ingin lulus.
Ia semakin terpacu saat sudah banyak temannya yang wisuda. Bahkan, teman yang sama-sama suka bolos di semester awal juga wisuda duluan.
“Sempat ada masa di mana aku kepikiran kalau nggak salah klik dan pilihannya IPB, pasti akademikku lebih baik. Itu jadi mimpi buruk yang membayangi,” curhatnya.
Proses akhir masa studi mahasiswa ITS ini sampai bisa sidang skripsi penuh kesepian. Hanya tersisa empat mahasiswa, termasuk dirinya yang sampai semester 13 masih berjuang menuntaskan skripsi. Namun, mereka sudah tidak saling kontak intens.
Ada temannya yang mengurung diri karena tertekan. Setiap Rury mengajak untuk mengerjakan tugas akhir bersama, pasti menolak dengan berbagai alasan.
Beberapa semester terakhir, ia mengaku sudah terbiasa dengan sepi dan tekanan yang datang dari keluarga dan teman yang sudah lulus. Dulu, hal itu sempat jadi isu. Bapaknya sering membandingkan dengan anak saudara yang sudah lulus. Namun, di semester akhir bapaknya seperti mengurangi tekanan-tekanan itu.
Sampai akhirnya, Rury berhasil sidang skripsi di akhir semester 13. Lalu wisuda pada semester 14 atau tahun ketujuh di ITS Surabaya pada Februari 2024 lalu. Ternyata, jalannya menuju sarjana setelah gagal ke IPB cukup panjang. Namun, ia bisa mengambil banyak pelajaran.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News