Ada kisah mahasiswa UIN Sunan Kalijaga (UIN Suka) dan UNY dengan keterbatasan ekonomi yang kesulitan dapat keringanan UKT. Situasi itu membuat mereka harus rela cuti dan kerja karena tak ada jalan lain.
Sebenarnya, kasus semacam ini terjadi di banyak kampus Jogja dan daerah lain. Persoalan ekonomi yang dialami mahasiswa tidak selalu berujung keringanan biaya kuliah. Pengajuan penurunan UKT sering mengalami penolakan.
Saya sempat mewawancara seorang mahasiswa UIN Suka dan UNY yang pernah merasakan peliknya persoalan itu. Lia* (24), bukan nama sebenarnya, sejak awal masuk UIN Suka sudah merasa keberatan dengan besaran UKT yang harus ia bayar.
“Saat mengisi berkas, aku mencantumkan pendapatan orang tuaku di kisaran Rp1-2 juta. Bapak kerja serabutan, bahkan kadang tidak dapat sampai segitu,” ujarnya.
Kondisinya keluarga Lia memang agak pelik. Kedua orang tuanya terpisah dan ia sudah putus kontak dengan ibunya cukup lama. Bapaknya pun, merantau keluar kota dan jarang bisa dihubungi. Praktis, sebenarnya seperti hidup sendiri.
Namun, kondisi itu tetap membuatnya harus membayar biaya UKT sebesar Rp4 juta per semester. Nominal yang berat baginya. Awal kuliah, ia tahu bapaknya mencari pinjaman ke berbagai tempat demi biaya kuliahnya.
Selepas itu, setiap masa pembayaran UKT adalah momen yang membuatnya gundah. “Bapak sering menjanjikan mengirim uang tapi sampai tenggat pembayaran kiriman belum datang,” keluhnya.
Sementara itu, ia sudah berulang kali banding UKT ke UIN Suka. Seluruh kelengkapan berkas telah ia penuhi namun selalu gagal. Akhirnya ia memutuskan kerja part time demi bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menabung untuk membayar kuliah.
“Kerja part time aku cuma dapat Rp900 ribu per bulan. Aku kerja di semester empat dan lima, sampai akhirnya ada pandemi dan tempatku kerja bangkrut,” kenangnya.
Beruntungnya pada masa pandemi itu ia mendapat keringanan UKT dari UIN Suka setelah melakukan negosiasi langsung ke dekan. Namun, keringanannya masih belum cukup.
Cuti dari UIN Suka solusi paling akhir
Lia mendapat keringanan dari Rp4 juta menjadi Rp2 juta. Namun, di saat bersamaan ia putus kontak dengan bapaknya yang pergi keluar kota berbulan-bulan. Akhirnya, ia harus memutuskan cuti demi bisa melanjutkan kuliah dan membeli kebutuhan penting seperti laptop dan kendaraan yang selama ini tidak ia miliki.
“Akhirnya, aku memutuskan untuk mencari pekerjaan purna waktu untuk memenuhi semua kebutuhan hidupku sendiri. Pada awal 2021 aku berhasil mendapatkannya. Meski kuliah harus menjadi kompromi. Aku memutuskan mengambil cuti satu semester,” kenangnya.
Sampai 2024 ini Lia masih berjuang untuk menuntaskan studinya. Sempat cuti satu semester dan harus kuliah sambil kerja penuh waktu bukan perkara mudah. Namun, tidak ada jalan lain selain mengupayakan semua itu.
Baca halaman selanjutnya…
Orang tua jual sapi demi biaya kuliah anak di UNY