Mahasiswa Surabaya menyesal karena nekat mengambil jurusan yang terkenal sulit di Universitas Airlangga (UNAIR). Memang, ia berhasil lolos di seleksi tes tertulis SNBT (dulu SBMPTN). Sayangnya jalan masuk tak semulus jalan keluar, karena nyatanya dia nyaris saja DO gara-gara sulit mengikuti perkuliahan.
Farhan* (27), nama mahasiswa tersebut, lolos Jurusan Statistika UNAIR pada SNBT 2015 lalu. Secara persaingan, buat lolos ke jurusan ini memang tak seketat Jurusan Kedokteran ataupun Farmasi.
Namun, kelolosan itu menjadi penting karena konon kuliah di Statistika UNAIR bisa membuatnya dipandang sebagai “mahasiswa cerdas”. Paling tidak, pandangan ini yang dipercaya siswa-siswa di Surabaya semasa Farhan masih SMA.
Sejak awal sudah optimis tembus UNAIR
Lolosnya Farhan ke Jurusan Statistika UNAIR, sebenarnya bukan hal yang mengagetkan. Sejak masih SMA, ia memang menjadi siswa top di sekolahnya.
Farhan bersekolah di salah satu SMA negeri di Surabaya. Selama tiga tahun, ia selalu mendukuki ranking paling tidak tiga besar kelas. Peringkat paralelnya pun juga tak pernah keluar dari 10 besar.
“Makanya, dulu merasa di atas angin bisa lolos PTN secara gampang,” kata Farhan, saat Mojok hubungi Sabtu (6/4/2024).
Mahasiswa Surabaya ini bercerita kalau di sekolahnya dulu ada budaya adu prestis antarsiswa yang tergolong pintar. Salah satunya, adalah lolos ke PTN di jurusan yang terkenal sulit.
“Seingatku dulu, kalau UNAIR paling bare minimum itu lolos Psikologi. Bagi anak saintek kayak aku, lolos Statistika atau TI [Teknik Informatika] itu udah jadi keharusan,” jelasnya.
Karena gagal di percobaan pertama pada SNBP 2015 (dulu SNMPTN), Farhan kembali mencoba di SNBT. Statistika UNAIR ia taruh di pilihan pertama, sementara Matematika di pilihan kedua. “Aku lolos di pilihan pertama. Setahuku di sekolahku dulu cuma aku yang tembus UNAIR.”
Sebagai informasi, saat Farhan lolos pada 2015, ketetatan masuk Statistika UNAIR mencapai 1:26. Kini, pada SNBT 2024, tingkat selektivitas turun menjadi 1:10.
Kuliah ternyata susah, sampai harus mengandalkan joki tugas
Pada semester-semester awal, Farhan belum menemui kesulitan berkuliah di Jurusan Statistika UNAIR. Kuliahnya masih normal-normal saja, tak ada hal-hal yang membuatnya susah.
“Nah itu dia, aku ngerasa di atas angin banget soalnya di semester satu dan dua kuliah kerasa masih gampang. Kayak cuma ngulang pelajaran SMA,” jelasnya.
Kesulitan mulai dia jumpai ketika memasuki semester ketiga dan seterusnya. Terlebih, pada semester lanjutan ini, mulai ada mata kuliah pemrograman–mata kuliah yang sangat tak dikuasai oleh Farhan.
Di sini anehnya. Bagi teman kelas Farhan, pemrograman justru dianggap sebagai mata kuliah yang paling asyik. Namun, bagi Farhan, ini adalah mata kuliah yang sangat menjengkelkan. Selama satu semester, ia nyaris tak mendapatkan apa-apa di mata kuliah ini. Nilainya pun cukup jeblok.
Saking pusingnya, untuk beberapa tugas kuliah pun Farhan memutuskan pakai joki. “Soalnya malu kalau nilai benar-benar jeblok. Sementara teman sekelas kelihatan pinter-pinter. Ngerasa paling goblok, dan insecure sendiri,” jelas mahasiswa Surabaya ini. Semester tiga dan seterusnya, Farhan menjalani perkuliahan dengan ancur-ancuran. IPK-nya pun jug awut-awutan.
Baca halaman selanjutnya…
Memutuskan pindah ke PTS. Sudah enggak kuat kuliah di Statistika UNAIR.
Memutuskan pindah kampus ke PTS karena sudah tak kuat lagi
Semester 6 adalah akhir perjalanan Farhan di Jurusan Statistika UNAIR. Meski kelihatannya tinggal “sedikit” lagi buat lulus, ia mengaku sudah tak kuat.
Ada banyak mata kuliah yang mengulang. Belum lagi kalau dipaksakan, bisa-bisa ia bakal kesulitan mengerjakan skripsi.
“Ujung-ujungnya malah aku nanti pakai jasa joki. Enggak mau kalau joki buat ngerjain skripsi,” tegasnya.
Pada akhirnya, Farhan memutuskan buat mengundurkan diri. Dia kemudian mendaftarkan diri ke salah satu PTS di Surabaya pada jurusan Pendidikan Matematika. Farhan tercatat sebagai mahasiswa baru angkatan 2018.
Meski sama-sama saintek dan dominan pelajaran “menghitung”, Farhan cukup menikmati perkuliahannya ini. Terbukti, pada awal 2023 lalu ia berhasil lulus dan menyandang gelar Sarjana Pendidikan.
Kini ia tengah menyongsong karier sebagai seorang guru salah satu SMP di Surabaya. Dalam waktu dekat, ia ada niatan mengambil studi S2 di UNAIR.
“Belum kapok [kuliah di UNAIR]. Sekarang mungkin aku lebih bijak dalam mengambil keputusan. Kalau dulu kan emang modal gengsi aja sampai akhirnya salah pilih,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News