Pura-pura lulus kuliah di hadapan ibu padahal drop out (DO) pada akhirnya menjadi satu-satunya pilihan yang Nawan (25) ambil saat masih berstatus mahasiswa di sebuah PTN di Jawa Timur. Dia memilih fokus bekerja untuk membantu sang ibu. Tapi di sisi lain, dia harus membuat ibunya bangga kalau sang anak bergelar sarjana. Sehingga pura-puralah solusinya.
Kabar buruk di tengah kebanggaan menjadi mahasiswa PTN
Nawan masih ingat betul ketika pada 2018 lalu dia diterima di sebuah PTN di Surabaya, Jawa Timur. Meski bukan dari keluarga berduit, tapi orangtua Nawan sangat mendukungnya untuk kuliah: mengejar gelar sarjana.
Waktu itu, saat masih menjadi mahasiswa baru, seluruh biaya terkait kuliahnya masih ditanggung oleh orangtuanya. Tugas Nawan adalah fokus kuliah agar tidak molor-molor.
Namun, situasi berubah ketika sang bapak meninggal di pertengahan masa pandemi Covid-19 pada 2020 silam. Nawan masih belum lulus kuliah. Sementara dia tidak mungkin membebankan biaya kuliahnya pada sang ibu yang hanya bantu-bantu tetangga pemilik usaha katering. Selain itu, sang ibu juga harus memikirkan pendidikan sang adik yang saat itu masih SMP.
“2021 aku putuskan balik ke Surabaya setelah cukup lama pulang di Jember. Sebenarnya kuliah masih banyak yang online. Tapi aku punya beberapa rencana yang hanya bisa kukerjakan kalau di Surabaya,” ucap pemuda asal Jember, Jawa Timur itu, Selasa (5/8/2025) malam WIB.
Kuliah sambil kerja demi kejar gelar sarjana dari PTN
Mumpung kuliah banyak yang online, akhirnya Nawan memutuskan untuk kuliah sambil bekerja. Belum ada opsi untuk meninggalkan kuliah karena dia masih ingin mengejar gelar sarjana di PTN tempatnya menimba ilmu.
Apalagi, sebelum Nawan berangkat kembali ke Surabaya, ibunya berpesan betul agar Nawan menuntaskan kuliahnya. Urusan biaya, ibunya yang akan mencari-cari.
“Tapi aku nggak mungkin membiarkan ibu berjuang sendiri. Aku anak laki-laki pertama. Adikku masih sekolah,” kata Nawan.
Atas bantuan temannya, Nawan akhirnya bekerja sebagai pelayan di sebuah rumah makan di Surabaya. Kerja enam hari dalam seminggu dengan durasi kerja hingga 10 jam perhari.
Upahnya lumayan. Tidak hanya untuk dirinya sendiri, bahkan dia kerap mengirim sebagian—tidak besar memang—untuk sang ibu di rumah. Buat tambah-tambahan.
“Ibu awalnya ya tanya, kok dapat uang dari mana? Aku jawab aja, ikut lomba-lomba online. Hadiahnya duit. Ya ibu percaya aja,” ucapnya.
Pilih DO untuk kerja lebih keras
Pada 2022, saat kegiatan perkuliahan berangsur normal pasca pandemi, Nawan masih mencoba kuliah sambil kerja. Ada beberapa mata kuliah yang harus mengulang karena sebelumnya keteteran.
Belum juga satu semester penuh, Nawan merasa kuliahnya makin tak terpegang. Tugas-tugas makin terbengkalai. Jika begitu terus, maka rasanya akan sangat sulit mencapai fase skripsian.
Di saat bersamaan, Nawan mulai berpikir untuk menambah opsi kerjanya. Tidak hanya menjadi pelayan rumah makan, tapi juga nyambi sebagai ojek online untuk menambah pundi-pundi rupiah.
“Jadi 2022 itu beberapa teman sudah ada yang lulus kuliah. Mereka keluar kuliah karena lulus, aku pun ikut keluar dari kampus juga, tapi men-DO-kan diri,” tutur Nawan.
“Karena sayang saja kalau tiap semester harus bayar UKT. Padahal uang jatah UKT bisa buat kebutuhan ibu di rumah,” sambungnya.
Nawan memang meminta sang ibu agar tak mengirim uang bulanan lagi. Alasan Nawan, sekarang dia sudah bisa cari uang saku sendiri lewat lomba. Tapi kalau UKT, tiap ganti semester sang ibu masih rutin mengirim. Itu membuat Nawan tak tega sekaligus bertanya-tanya: habis jual apa lagi atau utang ke siapa lagi si ibu?
“Kenapa aku nggak terus terang kalau aku kuliah sambil kerja? Wah, pasti ibu malah sedih dan memintaku berhenti kerja. Fokus kuliah biar dapat gelar sarjana,” kata Nawan.
Pura-pura lulus kuliah meski DO, biar ibu bangga anaknya bergelar sarjana
Pada 2023, saat melihat pengumuman wisuda teman-temannya di grup jurusan, Nawan mulai berpikir agak ekstrem: Pura-pura lulus kuliah meskipun sebenarnya dia sudah DO. Dan itu benar-benar dia lakukan.
Saat memberitahu bahwa dia sudah lulus kuliah melalui sambungan telepon, betapa sumringahnya respons sang ibu. Berkali-kali dia melafalkan “hamdalah”.
“Tapi nggak mungkin aku minta ibu datang di wisuda kan. Karena aku nggak wisuda. Jadi aku bilang saja, wisudanya tertutup, hanya dihadiri mahasiswa. Orangtuanya nggak harus hadir,” kata Nawan.
Ibu Nawan sebenarnya agak ngeyel mau hadir ke PTN tempat Nawan kuliah. Kalau toh tidak boleh masuk kampus, tapi paling tidak bisa menunggu di luar untuk kemudian merayakan gelar sarjana Nawan bersama-sama di Surabaya.
Tapi Nawan bersikukuh bahwa ibunya tak harus datang. Takut kecapean juga karana jauh. Alhasil, ibunya mencoba mengerti walaupun terdengar seperti ada kekecewaan dari suaranya.
“Aku kirimi ibu fotoku pakai toga lewat hp adikku. Itu toga temenku, aku pinjam buat foto. Dan dia langsung nelepon. Merasa bangga sekali anaknya bisa jadi sarjana,” ujar Nawan.
Hati Nawan sebenarnya teriris saat harus berbohong seperti itu (pura-pura lulus kuliah padahal sebenarnya sudah DO). Tapi itu jadi jalannya agar sang ibu tidak terus-menerus mengirim uang UKT. Selain itu, dengan alasan sudah lulus dari PTN, Nawan bisa bilang dengan leluasa kalau dia akan bekerja di Surabaya—walaupun sebenarnya sudah.
Entah kapan akan jujur, tapi saat ini fokus bantu ibu dulu
Ibu Nawan merestui Nawan lanjut bekerja di Surabaya. Nawan pun akhirnya pindah tempat kerja. Jika dulu dia hanya pelayan, di rumah makan lain—tempat kerjanya yang baru—dia menjadi bagian pekerja dapur. Karena selama jadi pelayan, dia mulai belajar cara memasak ala rumah makan. Pekerjaan itu masih dia jalani hingga sekarang
“Walaupun sebenarnya memang sudah bisa masak ya. Tapi seadanya,” tutur Nawan.
Kata Nawan, gajinya di bawah UMR Surabaya sedikit. Uang itu dia bagi untuk dirinya sendiri dan untuk ibu-adiknya di rumah.
Di sela-selanya, Nawan kadang kala masih menyempatkan nyambi sebagai driver ojol. Lumayan juga buat tambahan.
Tiap ada kesempatan pulang ke Jember, Nawan kerap merasa berdosa kala melihat di dinding ruang tamu rumah ada fotonya mengenakan toga wisuda. Nawan memang sengaja melakukan foto studio seolah-olah telah wisuda, untuk menguatkan kalau dia memang sudah jadi sarjana seperti yang sang ibu dan almarhum ayahnya impikan.
“Tapi selalu merasa berdosa. Kadang terbersit ingin jujur perihal apa yang kualami di Surabaya. Tapi urung. Aku nggak mau ibu kecewa,” ucap Nawan. “Saat ini aku hanya ingin membantu mencukupi hidupnya, semampu-mampuku, juga mencukupi kebutuhan sekolah adikku.”
Belakangan, ada desas-desus tempatnya kerja akan mem-PHK beberapa orang. Nawan tentu saja ketar-ketir. Khawatir kalau dia menjadi salah satu yang kena PHK. Jika kena, artinya dia harus cari kerja lagi? Kalau beralih menjadikan ojol sebagai pekerjaan utama, Nawan tak yakin uangnya akan cukup untuk dia bagi-bagi.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Mahasiswa Semester Tua Pura-pura Wisuda padahal Belum Lulus, Demi Senangkan Orangtua Foto Bareng di Kampus atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan
