Hanya butuh waktu tujuh semester bagi Nina (23) buat merampungkan kuliahnya di UNY. Predikat cumlaude juga ia dapat setelah IPK-nya menyentuh angka 3,65. Sayangnya, capaian manis itu berbanding terbalik dengan kehidupannya pasca lulus kuliah. mahasiswa UNY ini justru kesulitan mendapat pekerjaan. Kalau menurut pengakuannya, sih, itu karena dia merupakan mahasiswa kupu-kupu.
Nina sendiri merupakan mahasiswa program studi kependidikan di Fakultas Ilmu Sosial, Hukum, dan Ilmu Politik (Fishipol) UNY angkatan 2020. Julukan “mahasiswa kupu-kupu” alias “kuliah-pulang kuliah-pulang” yang melekat padanya, juga dia sendiri yang menyematkan.
Sepanjang kuliah di UNY, Nina memang cukup menutup diri dengan kehidupan di luar kelas. Boro-boro ikut organisasi atau kegiatan kampus, kehidupan perkuliahannya hanya berkutat di ruang kelas dan kamar kos.
Paling mentok, kalau memang sangat terpaksa, sesekali ia nongkrong di kafe sambil mengerjakan tugas kelompok. Dalam sebulan, itu pun bisa dihitung jari.
“Aku juga homesick sih. Kalau jumat sore pasti pulang ke rumah,” ujar mahasiswa asal Magelang ini kepada Mojok, Rabu (17/4/2024).
Saking tertutupnya, nama teman seangkatan saja tidak hafal
Secara lebih jauh, Nina tak menjelaskan alasannya menjadi mahasiswa kupu-kupu. Kalau boleh jujur, ia sendiri juga tak tahu mengapa dia sangat mager buat sekadar kumpul bareng teman sekelas di luar jam kuliah.
“Ngantukan kali, ya? Pokoknya beres kuliah, kudu langsung balik ke kos,” kata mahasiswa UNY ini. “Bahkan kalau rentang antar jam kuliah rada lama, kayak sejam dua jam gitu, aku pilih ke kos ketimbang masih di kampus,” sambungnya.
Kendati menjadi mahasiswa kupu-kupu, Nina mengaku tak ada masalah dengan teman sekelasnya. Sebab, ia cukup profesional: kalau ada tugas kelompok, jatahnya pasti ia selesaikan tepat waktu.
“Semales-malesnya ke kampus, kalau urusan tugas selalu tepat waktu,” akunya.
Persoalannya adalah, saking jarang ngumpul bareng teman-temannya, Nina jadi tak hafal nama-nama teman seangkatannya. Di angkatan Nina terdapat empat kelas. Ia mengaku hanya hafal wajah dan nama teman sekelasnya.
“Pernah kejadian waktu bimbingan bersama buat percepatan skripsi, ada beberapa teman seangkatan yang ikut. Itu aku ngiranya mereka kakak tingkat, tapi mereka ngeh kalau kita ini masih satu angkatan. Ya jatuhnya malu sih.”
Modal rajin, mahasiswa UNY ini bisa lulus 3,5 tahun
Meski kuliah cuma numpang muka di kelas dan balik ke kos, nyatanya Nina berhasil lulus cepat. Mahasiswa UNY ini lulus hanya dalam waktu 3,5 tahun alias tujuh semester. Bahkan dia juga mendapat predikat cumlaude.
Nina sendiri tak terlalu paham apa yang bikin dia cepat lulus dengan IPK yang fantastis, yakni 3,65. Di kelas, dia tak aktif-aktif amat. Untuk lomba, sekalipun tak pernah berpartisipasi.
Ia hanya melakukan apa yang harusnya dilakukan. Seperti rutin masuk kelas (untuk yang ini ia sangat jarang absen) dan mengumpulkan tugas tepat waktu.
“Setahuku, yaudah waktu cek nilai dapat A gitu aja. Nilai B jarang. Skripsi pun sederhana banget, ambil data di sekolah tempat aku PK [magang kependidikan],” urainya, menjelaskan “tips” lulus cepat dengan IPK mumpuni.
Baca halaman selanjutnya…
Mengkis-mengkis di dunia kerja. Kerap ditolak, sekalinya kerja baru 3 bulan memutuskan resign
Waktu terjun ke dunia kerja, mahasiswa UNY ini malah kelabakan
Ironis memang, lulus cepat dengan IPK yang “wah” tak bikin perjalanan Nina di dunia kerja menjadi mulus. Bahkan, saat lulus awal 2023 lalu, mahasiswa UNY ini mengalami dilema. Apakah harus mengambil Pendidikan Profesi Guru (PPG), lanjut studi ke S2, atau langsung lamar kerja.
“Ya karena nggak punya biaya buat lanjut lagi, aku mutusin buat kerja aja,” ujarnya.
Keputusan buat terjun ke dunia kerja nyatanya tak sesederhana yang ia pikirkan. Minimnya relasi dan kurangnya interaksi dengan dunia luar bikin Nina kebingungan mau ke mana dia bekerja. Pernah punya niatan menjadi guru di sekitar tempat tinggalnya atau menjadi pengajar les privat, tapi ia urungkan karena prospek masa depannya yang tak menjanjikan.
“Pernah sebar CV modal lowongan dari LinkedIn. Cuma ya karena profilku nggak menarik jadinya nggak ada satupun panggilan interviu.”
Sempat kerja kantoran modal orang dalam, tapi resign dalam 3 bulan
Nina sudah tak menghitung ada berapa lowongan pekerjaan yang ia lamar selama kurun nyaris enam bulan setelah lulus kuliah. Karena tak ada satupun panggilan kerja, orang tuanya meminta bantuan salah seorang saudara untuk “membawanya” kerja.
“Ada saudara kerja kantoran di Semarang. Kebetulan memang waktu itu sedang buka lowongan, makanya aku dibawa masuk,” ujar mahasiswa UNY ini.
Akhirnya, Nina sempat mencicipi kerja kantoran, di sebuah lembaga pegadaian di Semarang. Sayangnya, pekerjaannya cuma bertahan kurang dari tiga bulan. Ia merasa tak betah dan memutuskan resign.
“Rasanya cukup aneh kudu kerja interaktif dengan banyak orang,” jelasnya.
Kini, Nina belum mendapatkan pekerjaan tetap. Sehari-hari ia sibuk membantu saudaranya yang punya usaha jualan di marketplace. “Masih bingung kudu ngapain sekarang, serasa belum siap kerja. Sementara begini dulu, karena ngerasa lebih nyaman kerja depan laptop dan hape,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News