Lulusan FEB UGM yang Dulu Kuliah Sambil Jualan, Kini Punya Restoran 4 Cabang

Menjajal bisnis sejak masih menjadi mahasiswa aktif di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Buyung Samdura kini mengelola restoran dengan empat cabang.

Buyung, sapaan akrabnya, mulai kuliah di FEB UGM pada 2019. Dia mengambil Program Sarjana Internasional (IUP) Studi Manajemen.

Buyung tumbuh di tengah keluarga wirausaha. Itu membuatnya terpantik untuk menjadi pengusaha sukses. Hingga akhirnya dia menemukan celah usaha yang bisa dia kembangkan.

Kuliah di FEB UGM sambil jualan dimsum

Celah peluang usaha itu justru Buyung dapat dari keresahan teman-temannya. Alumnus FEB UGM itu melihat, banyak temannya yang ternyata menyukai dimsum. Namun, mereka agak kesulitan mencari restoran dimsum dengan rasa enak dan harga terjangkau.

Dari situ Buyung lantas berpikir, sepertinya dia bisa membuat restoran dimsum yang menjawab kebutuhan teman-temannya itu: murah, tapi rasa tidak murahan.

Buyung Samudra, alumnus FEB UGM yang sukses rintis bisnis dimsum MOJOK.CO
Buyung Samudra, alumnus FEB UGM yang sukses rintis bisnis dimsum. (Dok. UGM)

“Tepatnya di tahun 2020 (semester 2), bisnis ini saya jalankan bersama rekan satu angkatan, Ian Wirawan Jamesie,” ujarnya dalam keterangan tertulis di FEB UGM, Kamis (30/1/2025).

Lalu mulai lah Buyung menggagas restoran dimsum dan Chinese food bernama Taigersprung.

Awal yang sulit

Merintis bisnis jelas tidak langsung untung. Di masa-masa awal itu, Buyung menemui hambatan yang tidak mudah.

Buyung merintis bisnisnya di awal masa pandemi Covid-19. Alhasil, penjualannya pun terasa berat.

“Penjualan terkendala karena adanya pembatasan aktivitas dan kekhawatiran masyarakat untuk membeli makanan di luar. Banyak orang yang gak berani makan di luar dan beli makanan lewat ojol” ungkapnya.

Situasi itu membuat alumnus FEB UGM tersebut memutar otak keras. Dia dan Ian lantas memutuskan untuk memangkas biaya operasional demi kelangsungan bisnisnya.

Selain itu, mereka juga sepakat tidak akan memotong gaji karyawan. Sebagai solusinya, Buyung dan Ian memilih mengalah: tidak mengambil gaji mereka selama empat bulan pertama.

Mereka pun kemudian merangkap berbagai pekerjaan. Pekerjaan seperti membeli bahan baku di pasar hingga menjadi kasir sempat mereka lakukan sendiri.

Baca halaman selanjutnya…

Tak mudah membagi waktu kuliah sambil jualan, hingga akhirnya punya 4 cabang

Membagi waktu kuliah di FEB UGM dan kerja di restoran

Karena masih menjadi mahasiswa aktif di FEB UGM, tentu saja Buyung masih harus menunaikan tugas pokoknya untuk kuliah. Itu membuatnya harus pandai-pandai membagi waktu.

Hanya saja, Buyung merasa sedikit beruntung karena selama pandemi, perkuliahan di UGM berlangsung secara daring. Itu memudahkannya untuk kuliah sambil mengelola restoran dimsumnya.

“Tantangan dalam beraktivitas kuliah dan menjaga restoran ini berlangsung selama kurang lebih 2-3 bulan di awal pendirian,” ungkapnya.

“Sedangkan tantangan tersulit adalah ketika harus menekan biaya operasional,” sambungnya. Karena bagaimana pun, keputusan tidak mengambil gaji membuat Buyung masih belum merasakan keuntungan.

Ilmu kuliah yang terpakai

Seiring waktu, Buyung mengaku bersyukur karena bisa kuliah di FEB UGM. Sebab, menurutnya, ada banyak ilmu dari jurusannya yang bisa dia terapkan dalam konteks bisnis dimsumnya.

“Banyak mata kuliah yang sangat relevan yang saya dapatkan untuk mengembangkan bisnis, salah satunya ilmu mengenai perilaku konsumen,” tuturnya.

Pengetahuan dari mata kuliah ini, lanjut Buyung, sangat membantunya menciptakan Ideal Customer Avatar (ICA). Yakni sebuah profil yang merinci karakteristik konsumen ideal suatu bisnis, seperti demografi, psikografi, perilaku, kebutuhan, dan hambatan.

Dengan memahami Ideal Consumer Avatar (ICA), Buyung mampu mengembangkan menu dan strategi bisnis Taigersprung secara lebih efisien tanpa memerlukan riset yang memakan banyak waktu dan biaya.

4 cabang di berbagai kota

Masa-masa perjuangan saat merintis itu sudah berhasil Buyung lewati. Seiring waktu, bisnis dimsumnya, syukurnya, terus berkembang.

Hingga saat ini, alumnus FEB UGM itu sukses melebarkan sayap: memiliki empat cabang di tiga kota besar. Antara lain Jogja, Solo, dan Semarang. Bisa dicek di Instagram dengan mengetikkan Taigersprung diikuti nama kota.

Bagi yang siapa pun, khususnya anak muda, yang ingin memulai bisnis, Buyung berpesan agar tidak ragu dalam mengambil langkah pertama. Hambatan dan kendala pasti ada. Tapi, semua itu bisa dilalui dengan optimisme. Tentu optimisme yang dibarengi dengan strategi terukur.

“Kedepan, saya berharap usaha ini memberi dampak positif yang lebih luas kepada masyarakat, terutama pelanggan dan karyawannya,” harap Buyung.

“Saya ingin memberikan dampak dengan membuka lapangan pekerjaan. Saat ini ada 75 karyawan di Taigersprung dan mereka inilah yang memotivasi kami untuk bisa berkembang lebih besar lagi,” tutupnya.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Kedermawanan Penjual Kopi di Jogja, Menyelamatkan Mahasiswa UGM yang Kelaparan dan Terancam Putus Kuliah atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Exit mobile version