Beberapa mahasiswa mengaku FOMO saat memilih jurusan kuliah dalam SNBP atau UTBK-SNBT. Alhasil, di tengah jalan merasa salah jurusan. Akibatnya, antara setengah hati menjalani perkuliahan hingga merasa kesulitan.
Itu pulalah yang dirasakan oleh narasumber Mojok. Bahkan, meski akhirnya lega lolos UTBK-SNBT, tapi akhirnya malah ketar-ketir lantaran terancam DO.
87% mahasiswa Indonesia salah jurusan
Ada sejumlah penelitian yang mengungkap fenomena salah jurusan di kalangan mahasiswa. Salah satunya oleh ahli Educational Psychologist dari Integrity Development Flexibility, Irene Guntur.
Irene menyebut, persentase mahasiswa yang merasa salah jurusan sangat tinggi, yakni 87%. Adapaun penyebabnya antara lain:
- FOMO dengan teman-temannya alih-alih menyesuaikan minat bakat sendiri.
- Tidak mengenali minat bakat sendiri, sehingga terkesan asal saat proses pendaftaran.
- Paksaan orangtua untuk mengambil jurusan tertentu.
FOMO saat UTBK-SNBT karena gengsi dengan teman
Pada UTBK-SNBT 2018 (saat itu SBMPTN), banyak di antara teman-teman Candra (26) mengincar kuliah jurusan Hukum. Alasan utamanya, prospek kerja jurusan ini sangat menjanjikan. Sebab, di Indonesia politik dan hukum seolah menjadi ceruk basah yang tidak pernah kering.
Selain itu, mahasiswa Hukum dianggap sebagai salah satu label keren. Karena dianggap memahami betul kondisi negara.
Candra sebenarnya tidak tertarik dengan perpolitikan. Sialnya, mendekati pendaftaran UTBK-SNBT, dia juga masih bingung harus kuliah jurusan apa.
Karena “Hukum” menjadi kata yang kerap dia dengar dari obrolan teman-temannya, diapun mulai baca-baca di internet perihal jurusan ini. Dia bahkan mulai mengikuti tayangan-tayangan politik di televisi maupun YouTube.
“Melihat pengacara atau hakim bekerja, ternyata memang keren juga. Dari situ aku mulai mempertimbangkan masuk hukum,” ungkapnya, Senin (26/5/2025).
Persaingan masuk jurusan Hukum memang terbilang ketat. Tapi Candra percaya diri bisa lolos di UTBK-SNBT. Sebab, selain nilai tes, dari yang dia ketahui, lolos atau tidak di UTBK-SNBT sering kali juga bergantung pada faktor keberuntungan.
“Sebelum sekarang ramai-ramai joki UTBK ya, dulu udah jadi anomali aja tes ini. Ada siswa yang selama di sekolah nggak pinter, tapi bisa lolos kampus dan jurusan top. Sebaliknya, ada yang selama SMA pinter, tapi nggak lolos,” tutur Candra. “Jadi memang bergantung pada keberuntungan.”
Lega lolos UTBK-SNBT, tapi langsung merasa salah jurusan
Candra lega betul ketika dinyatakan lolos UTBK-SNBT di jurusan Hukum di sebuah kampus Malang. Persisnya jurusan Hukum Tata Negara. Gengsi lah misalnya tidak lolos.
Dia pun menjalani semester 1 kuliahnya dengan penuh gairah. Wajar saja, di awal kuliah, mata kuliahnya masih seputar hal-hal dasar. Jadi Candra merasa tidak menemukan kesulitan berarti.
“Baru kerasa di semester-semester selanjutnya. Makin nambah semester, makin mumet,” tuturnya. “Aku makin nyadar, sebenarnya aku memang nggak terlalu suka. Tapi sudah terlanjur.”
Lantaran merasa mumet, beberapa tugas mata kuliah Candra akhirnya terbengkalai. Ditambah lagi dia jarang masuk kelas. Alhasil, dia harus mengulang banyak mata kuliah.
Menyerah dan nyaris DO
Di semester 4, Candra bahkan nyaris memilih DO: tidak melanjutkan kuliah. Tapi sayang juga, sudah terlanjur keluar biaya banyak.
Dengan setengah hati, Candrapun berusaha keras menjalani perkuliahannya. Untungnya, dia punya teman yang sesekali membantunya dalam mengerjakan beberapa tugas.
“Momen paling mumet tentu saja waktu praktik. Tapi ya untung bisa beres walaupun penuh drama,” kata Candra.
“2024 jadi penentuan. Sudah semester akhir, sementara aku nggak kebayang soal skripsi. Buntu. Itu ancaman DO kedua misalnya aku bener-bener nggak bisa ngerjain skripsi. Sementara temen-temen seangkatan udah banyak yang lulus,” bebernya.
Tidak ada pilihan lain. Candra memutuskan menggunakan jasa joki skripsi meski agak mahal karena dia meminta si joki mengerjakannya secara ngebut.
Gelar S.H nggak berguna
Seandainya dari keluarga kaya, Candra membayangkan bisa putus kuliah di tengah jalan kalau merasa salah jurusan. Lalu mengulang daftar UTBK-SNBT atau seleksi mandiri untuk kuliah di jurusan yang benar-benar dia tahu kalau mampu di jurusan itu—tentu setelah mengenali apa sebenarnya bidang yang dia kuasai.
Sayangnya, itu hanya bayangan. Dia “terjebak” di jurusan yang salah dan tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya, kini dia merasa kuliahnya sia-sia belaka.
“Sebegitu bahayanya FOMO. Aku punya gelar S.H karena joki. Uang joki itupun hasil nipu orangtua pula, bilang buat bayar kebutuhan kuliah,” ungkap Candra penuh sesal.
Dan setelah mendapat gelar S.H, Candra tidak terlalu percaya diri untuk mendaftar lowongan kerja yang berhubungan dengan jurusannya. Takut tidak menguasai. Sejak lulus, dia bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan jurusannya (enggan disebutkan).
“Soal memilih jurusan kuliah itu harus dipikir mateng-mateng. Jangan terdistraksi dengan orang lain. Karena yang tahu dirimu ya dirimu sendiri,” pesan Candra kepada calon mahasiswa baru.
“Jangan merasa kecil hati juga jika orang lain meremehkan jurusan yang kamu ambil misalnya jurusan itu, mohon maaf, dianggap ecek-ecek. Banyak contoh orang dari jurusan ecek-ecek justru lebih sukses,” tandasnya.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Kebahagiaan Sesaat Orangtua kala Anak Lolos UTBK, Dikira Serius Kuliah Malah Jadi Aib Keluarga karena Pergaulan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan
