Demi Kerjaan, Nekat Kuliah S2 di UGM untuk Koreksi Kekeliruan Selama 14 Semester Jadi Mahasiswa UB Malang

Ilustrasi kuliah S2 (Mojok.co)

Ini adalah kisah dari seorang alumnus UB Malang yang pilih lanjut kuliah S2 UGM. Ia ingin mengoreksi kekeliruan yang telah ia jalani selama 14 semester kuliah S1.

Ayunda (27), sejak SMA memang sudah menyukai dunia sains dan ilmu eksakta. Tidak ada rumpun sosial dan humaniora yang jadi pilihan saat mendaftar dan ikut seleksi berbagai kampus pada 2014 silam.

“Aku anak eksak banget sejak SMA. Awalnya daftar Jurusan Kedokteran, Geodesi, dan Geomatika,” kenangnya saat Mojok hubungi Minggu (16/6/2024).

Ada beberapa kampus yang ia tuju. Selain UB Malang, ada ITS dan UGM. Ia benar-benar menghabiskan banyak waktunya di masa akhir SMA untuk belajar. Ikut les dari pagi sampai malam. Meski akhirnya ia gagal dalam SBMPTN.

Perjuangannya berlanjut saat ujian mandiri. Ia mendaftarkan diri ke UGM dan UB. Rezeki akhirnya membawanya jadi mahasiswa UB Malang. Saat itu, Ayunda tak sama sekali tak terpikir akan kuliah S2 UGM. Apalagi, jurusannya menyebrang jauh ke rumpun ilmu sosial.

Menikmati jadi mahasiswa UB Malang kecuali dalam satu hal

Masa SMA Ayunda dihabiskan dengan ambisi mengejar nilai dan ranking teratas. Ia tak banyak aktif di organisasi atau kegiatan luar kelas.

Situasi mulai berbeda jauh sebelum ia menjalani S2 UGM, tepatnya saat ia resmi jadi mahasiswa Jurusan Matematika UB Malang. Ayunda beralih menjadi seorang mahasiswa yang aktif di berbagai organisasi.

“Rasanya kayak berubah. Dulu selama SMA nggak pernah mikirin minat dan bakat karena ambisi belajar untuk masuk kedokteran. Pas di kuliah jadi budak himpunan dan kepanitiaan,” kelakarnya.

Di luar kampus, ia juga ikut beberapa organisasi. Waktunya benar-benar tercurahkan untuk beragam kegiatan di luar akademik.

Namun, di sisi lain ia tetap tertib mengikuti perkuliahan. Kendati begitu ada beberapa nilainya yang jeblok. Salah satu hal yang di luar dugaan, kuliah Jurusan Matematika ternyata belajar pemrograman komputer juga.

“Jadi aku dapet nilai jelek itu bukan karena malas atau bolos. Tapi kalau ketemunya pemrograman C++, Phyton, itu jadi momok,” kenangnya.

Ada satu momen yang agak menohok hatinya. Pada suatu semester, dari 24 SKS yang ia ambil, 6 di antaranya mendapat nilai D. Di momen itu, ia terbesit untuk pindah jurusan kuliah.

Namun, ia merenungkan lagi keputusan yang ia ambil sebelum kuliah. Ia sudah berjuang selama tiga tahun. Ayunda juga sebenarnya menyukai matematika. Sehingga, jurusan ini bukan ia ambil secara impulsif semata.

Baca halaman selanjutnya…

Jalan hidup yang membawa S2 di UGM, sadar gara-gara kena tegur di kantor

Jalan hidup yang membuatnya perlu membereskan kekeliruan di UB Malang dengan kuliah S2 UGM

Di antara banyak kegiatan organisasinya selama jadi mahasiswa UB Malang, ada satu benang merah. Hal itu yakni dunia media.

Ayunda terlibat dalam berbagai kegiatan kepenulisan di organisasi. Ia mendapat tugas sebagai bagian publikasi.

Saat aktif di salah satu organisasi sayap pelajar Muhammadiyah, Ayunda juga banyak terlibat mengurus strategi kampanye media sosial. Hal itu membuatnya menyelami lebih jauh dunia media.

“Terus di 2019 tiba-tiba aku diminta jadi penyiar radio setelah aktif di UB Radio sejak 2018. Akhirnya aku belajar teknik siaran dan berbagai hal terkait itu,” tuturnya.

wisuda.MOJOK.CO
Ilustrasi wisuda (Good Free Photos/Unsplash)

Setelah menamatkan kuliah 14 semester di UB Malang pada 2021 silam, Ayunda juga berkarier di bidang media. Ia bekerja di sebuah perusahaan media monitoring dengan tugas menganalisis isu media.

“Nah pas kerja ini aku baru dimarahin terus. Sampai aku bingung. Atasanku bilang bahasaku kurang perspektif komunikasi gitu,” ungkapnya.

Di momen itulah ia mulai terbesit untuk mengambil kuliah S2 UGM, tepatnya di Magister Ilmu Komunikasi. Keputusan yang menurutnya cukup berat.

Bimbang sebelum kuliah S2 UGM

Kebimbangan Ayunda untuk ambil kuliah S2 UGM didasari beberapa alasan. Pertama, ia merasa sayang sudah lulus S1 Jurusan Matematika lalu ambil S2 Ilmu Komunikasi UGM yang tidak linear.

“Kalau S2 itu awalnya ya aku maunya manajemen keuangan karena aku juga ambil profesi aktuaris,” kata dia.

Selama ini, ia berkutat di dunia ilmu komunikasi hanya berbekal ilmu yang ia pelajari secara otodidak. Namun, tekanan di dunia kerja profesional menyadarkannya bahwa ilmu dari bangku kelas juga penting.

Akhirnya, setelah pertimbangan panjang ia memantapkan diri mengambil kuliah S2 UGM. Namun, ia menolak jika menyebut keputusannya ini karena salah jurusan selama di UB Malang.

“Yang bikin aku nggak menyebutnya sebagai salah jurusan ya karena aku bersyukur aja. Aku bisa menikmati kuliahnya walaupun banyak mengulang,” kelakarnya.

Sehingga, pilihan kuliah S2 UGM ini ia sebut sebagai sebuah cara untuk mengoreksi keilmuannya agar sesuai dengan karier yang ia pilih. Apa yang ia jalani selama S1 bukanlah sebuah kesalahan. Hanya sebuah jalan yang lebih berliku menuju pilihan sesuai minat, bakat, dan pekerjaan.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Habis Sarjana Pilih Langsung Kuliah S2 UGM daripada Dianggap Nganggur dan Pelihara Tuyul  

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version