Perjuangan Peserta UTBK di UNY Kerja Sambil Belajar Ujian, Ringankan Beban Ibu yang Sakit dan Bapak Tukang Bangunan

utbk uny.MOJOK.CO

Ilustrasi peserta UTBK berjuang demi ibu yang sakit (Mojok.co)

Perjuangan sebagian peserta UTBK tidak mudah. Ada di antara mereka yang harus berjuang keras, seperti kisah peserta di UNY dari Jogja yang sempat bekerja sebagai buruh laundry demi bantu ekonomi keluarga.

***

Di Taman Pancasila, FEB UNY, seorang peserta UTBK duduk sendirian sambil menunggu jemputan adiknya. Ia lega, akhirnya bisa ikut ujian, setelah proses panjang perjuangan setahun setelah lulus SMA. Namun, sekaligus tegang menanti hasilnya.

“Sulit sih tadi, semoga aja bisa dapet nilai bagus,” ujarnya sambil menghela napas ketika saya menghampiri dan mengajaknya berbincang pada Sabtu (4/5/2024) siang.

Namanya Dewi Maharani (21), ia lulus dari SMK Negeri di Jogja pada 2023 silam. Pada tahun kelulusan itu, ia sempat mencoba UTBK, tapi gagal. Tidak menyerah, ia mencoba lagi tahun ini.

Dewi Maharani yang sedang berteduh di Taman Pancasila UNY (Hammam/Mojok.co)

Baginya, kuliah memang bukan perkara gampang. Perempuan yang tinggal di Gondokusuman, Kota Yogyakarta ini sejak awal sadar bahwa orang tuanya hanya bisa mampu menyekolahkan hingga SMA.

“Dulu ibu bilang, bisanya cuma sekolahkan sampai SMA. Kalau mau kuliah, diusahakan sendiri,” kata Dewi dengan tapapan tegar sambil menyunggingkan senyumnya.

Pendaftaran UTBK sebesar Rp200 ribu ini ia biayai dari tabungannya saat bekerja sebagai buruh laundry di Condongcatur, Sleman. Pekerjaan yang ia jalani, setengah tahun, hingga akhirnya ia keluar pada lebaran kemarin.

Sebelumnya, setelah gagal seleksi pada 2023 lalu sebenarnya Dewi sempat bekerja sebagai admin di sebuah toko kain. Namun, ia terpaksa keluar.

“Dulu pernah kerja di toko kain sekitar Jalan Solo. Tapi, kebetulan ibu sakit dan harus operasi jadi saya harus menemaninya sampai benar-benar pulih,” kenangnya.

Dewi sempat mendapat izin untuk tidak bekerja selama satu bulan. Namun, hingga lebih dari waktu yang telah ditentukan ternyata ibunya masih belum bisa ia tinggal. Kondisinya belum pulih sepenuhnya dan belum bisa berjalan dengan lancar karena operasi di bagian kaki.

Belajar soal UTBK di sela waktu kerja laundry

Saat kondisi ibunya sudah jauh lebih baik, ternyata sudah ada pengganti di tempat kerjanya. Alhasil, Dewi harus segera mencari pekerjaan lain lagi.

“Sejak lulus pokoknya saya harus cari kerja. Sama untuk bantu ekonomi ibu juga. Bapak sehari-hari kerjanya jadi kuli bangunan,” kata dia.

Akhirnya, ia melamar berbagai pekerjaan lewat Facebook pada November 2023 silam. Dan yang pertama memberi jawaban dan menerimanya adalah sebuah usaha laundry kecil di Condongcatur, Sleman

Tanpa pikir panjang, anak kedua dari empat bersaudara ini langsung mengambil pekerjaan itu. Gajinya, memang masih jauh di bawah UMR Jogja. Namun, setidaknya bisa menambal kebutuhan hidup dan membantu keluarganya.

Sejak awal kerja laundry, ia sudah berkeinginan untuk kembali menjajal UTBK edisi selanjutnya. Namun, sambil berjaga-jaga ia mendaftar kuliah akuntansi di Universitas Terbuka (UT) setelah mendapat rekomendasi dari seorang teman sesama pekerja. Biaya kuliah di UT pun ia tanggung sendiri.

Baca halaman selanjutnya…

Beratnya belajar sambil lemburan kerja, dilakukan demi bisa kuliah di PTN seperti adiknya

Menurutnya, tidak mudah membagi waktu untuk belajar UTBK, kuliah, dan bekerja. Apalagi, menurutnya kerja laundry cukup menyita waktu. Terkadang, ada saja kendala teknis seperti mesin rusak yang membuat kerjaannya tertunda.

“Kerja dari jam 8 harusnya sampai jam 4 sore tapi sering juga lembur sampai kiosnya tutup jam 9 malam,” kata dia.

Alhasil, ia tidak bisa efektif belajar. Akhirnya, pada momen Lebaran lalu ia memutuskan untuk keluar dari kerja tersebut demi lebih bisa fokus.

“Kalau nggak memang susah buat belajar. Saya banyak ngerjakan soal-soal yang ada di internet, di media sosial banyak yang nge-share,” ujarnya.

Ingin bisa kuliah seperti adiknya yang sudah jadi mahasiswa UNY

Dewi menjaga asa untuk kuliah, salah satunya karena ingin bisa seperti adiknya yang tahun lalu lolos UTBK di UNY. Memang unik, sebenarnya, adiknya itu berusia  satu tahun di bawahnya, tapi karena program jurusan SMK Dewi mengharuskan 4 tahun sehingga mereka lulus bersama.

Jika tahun lalu mendaftar ke Teknik Sipil UNY agar linier dengan jurusan SMK-nya yakni Konstruksi Bangunan, pada kesempatan tes kali ini, ia ingin mendaftar ke UPN Jogja. Jurusannya antara Teknik Pertambangan atau Teknik Perminyakan. Ia merasa cocok, karena meski tidak linier dengan jurusan SMK tapi sama-sama kerja lapangan.

“Sepertinya ini percobaan terakhir saya. Kalau gagal, saya mau fokus cari kerja yang lebih menjanjikan saja,” curhatnya.

Bagi Dewi, tidak banyak kesempatan untuk meluangkan waktu belajar. Ia harus bekerja karena kondisi menuntutnya begitu. Sehingga, meski masih ada kesempatan ia sudah tidak yakin untuk kembali ujian jika gagal tahun ini.

“Kalau gagal ya saya teruskan di UT saja. Toh, sarjana tidak harus dari kampus yang bagus seperti kebanyakan orang. Tapi saya tetap usahakan yang terbaik,” ungkapnya dengan senyum.

Dewi adalah salah satu potret calon mahasiswa yang harus berjuang lebih keras demi bisa kuliah. Di luar sana, barangkali, masih banyak calon mahasiswa yang harus menghadapi beragam situasi yang menuntut mereka menjadi kuat.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Pertama Kali ke Jogja di Usia 55 Saat Temani Anak UTBK UGM, Kisah Haru Orang Tua dari Tangerang Selatan

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version