Pemilik kos yang tertib pada aturan-aturan indekos menghadapi dilema. Makin banyak pencari kos yang memilih kos Las Vegas atau kos LV, sebutan untuk indekos yang memperbolehkan pacar atau pasangan tinggal dalam satu kamar.
Namun, ada juga pemilik kos LV yang menolak tudingan bahwa menyewakan kos LV sama saja dengan memberi kesempatan anak muda melakukan seks bebas.
***
“Nanti istri saya datang ya, Pak. Sementara ini kamar kosnya saya tempati sendiri dulu,” begitu kata penghuni baru kos milik Jayadi Kastari (60). Penghuni baru itu adalah seorang laki-laki berusia akhir 20-an.
Sekilas dia tampak sopan, namun mata Jayadi menangkap ada gerak-gerik yang janggal. Menurut Jayadi, bahasa tubuhnya terlihat tertutup dan tidak luwes. Seakan-akan menyembunyikan rahasia darinya.
Jayadi memiliki kos tertib di daerah Sanggrahan, Plumbon, Banguntapan, Bantul sejak tahun 2014. Selama ini Jayadi konsisten menjaga ketertiban kosnya. Tidak boleh ada satu pun penghuni yang membawa masuk lawan jenis ke kamar kos. Kecuali kalau bisa membuktikan mereka adalah pasangan suami istri.
“Ya sudah, boleh saya lihat buku nikahnya?” Jayadi melakukan prosedur standar pemilik kos tertib. Namun, gelagat penghuni itu makin gelisah.
“Waduh, kalau besok bagaimana, Pak? Buku nikahnya dibawa istri saya soalnya.”
Saat perempuan yang diaku istrinya datang, Jayadi kembali menagih buku nikah sebagai persyaratan tinggal. Akan tetapi penghuni kembali berkilah, katanya buku nikahnya tertinggal entah di mana. Tanpa basa-basi, Jayadi mengembalikan uang sewa dan menyuruh mereka pindah kos.
Saat saya menemui Jayadi belum lama ini di sebuah angkringan, dia menuturkan cerita itu sambil tertawa kecil dan menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. “Pokoknya ada-ada saja akal-akalannya,” katanya sambil menyendok nasi bungkus berlauk tempe goreng di depannya.
Jayadi mengatakan tak hanya sekali dua kali dia menghadapi akal bulus mahasiswa atau penghuni lainnya yang ngebet ingin sewa kos LV. Padahal, sudah jelas-jelas dia bilang ke calon penghuni kalau kos-kosannya bukan kos LV.
“Saya sampai sudah hafal gerak-gerik penghuni kos yang niat berbohong itu seperti apa. Susah dijelasinnya. Tapi salah satunya ya kalau mereka mengulur waktu mau nunjukkan buku nikah, itu sudah pasti mau curang,” kata Jayadi.
Selain mengurus kos dan kontrakan di daerah Sanggrahan, Jayadi adalah salah satu pendiri Info Kos JOGJA. Grup Facebook ini bukan hanya sekadar kanal informasi kos-kosan, di dalamnya terbentuk komunitas beranggotakan para pemilik kos non-LV di Jogja.
Soal khazanah indekos di Jogja, Jayadi menjelaskannya di sini.
Menurut Jayadi, semua anggota Info Kos JOGJA kompak memasang rambu-rambu aturan di kosnya masing-masing. Beberapa aturan di kos mereka adalah tidak boleh mabuk, tidak boleh berisik mengganggu ketenangan warga, dan tidak boleh membawa lawan jenis atau pacar masuk ke kamar kos, apalagi sampai menginap.
Tapi masih saja ada yang nanya, “Masih boleh bawa pacar ke kamar nggak, Pak, Bu?”
Jayadi menghela nafas. Katanya, para anggota Info Kos JOGJA sudah sering menjawab pertanyaan semacam itu. Mereka semua menjawab, “Maaf, kos saya non-LV.” Tak sampai di situ saja, ada calon penghuni yang rela membayar lebih asalkan kebebasan mereka tidak diusik.
“Mereka maksa, ada juga yang nyogok. Katanya ‘saya bayar lebih gakpapa deh, Pak. Yang penting diizinkan membawa pacar’ tapi kami semua berkomitmen menolak praktik penyogokan meskipun itu artinya kamar kos nggak jadi disewa,” kata Jayadi.
Ternyata jawaban semacam tegas juga kadang tidak berhasil meredakan tekad calon penghuni untuk mendapatkan kos LV. Jayadi mengatakan ada beberapa anggota yang kerap dimarahi para pencari kos LV.
“Saya kan sampai dikata-katain. Katanya ‘hari gini kok nggak bikin kos LV sih? Kuno! Munafik! Kayak nggak butuh uang!’ tapi saya nggak peduli. Saya dan anggota Info Kos JOGJA berkomitmen mencari rejeki yang berkah, yang halal, kami di sini nggak cuma cari duit kok,” kata Jayadi sambil tertawa kecil.
Tak cuma itu saja, Jayadi juga kerap diajak berdebat soal privasi. Dia kerap dianggap tidak menghormati privasi penghuni yang ketahuan melanggar aturan kos. Misalnya, membawa lawan jenis masuk ke kamar. Soal yang satu ini, Jayadi sudah punya jawaban sendiri.
“Kalau melanggar aturan, warga sekitar risih terganggu. Terus bisa saja ada kejahatan yang terjadi. Makanya saya selalu jawab: di dalam kebebasan Anda itu, ada kebebasan orang lain. Kalau kebebasan Anda mengganggu kebebasan orang lain, itu namanya bukan bebas lagi!”
Kriminalitas karena kos LV
Kos LV jadi surga dunia para penghuni yang mencari kebebasan dan privasi seluas-luasnya. Menurut Jayadi, dua hal itu bisa didapatkan jika kos LV didirikan di tengah lingkungan yang kontrol masyarakat yang tipis.
“Kos LV itu subur tumbuh di lingkungan yang urban, di mana masyarakatnya udah saling cuek. Karena kontrol masyarakat di sekitar kos LV itu tipis, sering jadi tempat melakukan kejahatan, jadi turut menyumbang kriminalitas di Jogja,” kata Jayadi.
Jayadi mengatakan kejahatan yang paling sering difasilitasi oleh kos LV adalah pemerkosaan. Bahkan beberapa ada yang berakhir dengan kehamilan yang tidak diinginkan.
Ketika saya mengetikkan kata kunci “pemerkosaan di kos Jogja” di Google, saya menemukan empat kasus pemerkosaan di indekos yang terjadi dalam kurun waktu 2 tahun belakangan. Setelah saya baca-baca semua berita itu, indekos yang jadi TKP ya ya mayoritas kos LV.
Jayadi Kastari bersama beberapa owner kos non-LV
Kos itu tidak dijaga oleh induk semang, didirikan di daerah perkotaan dengan pengawasan masyarakat yang tipis. Jadi ketika korban berteriak minta pertolongan, tidak ada yang mendengar, atau bahkan tidak ada yang peduli.
Survei Lembaga Rifka Annisa pada awal 2021 seperti dikutip dari Konde.co, menyebut, sampel penelitian yang ada di Yogyakarta mengenai kekerasan seksual pada mahasiswi, menyebutkan bahwa indekos memang masih menjadi tempat yang rentan bagi perempuan.
Mayoritas terjadinya kekerasan seksual mahasiswi berada di tempat tinggal meliputi tempat kos hingga asrama sekitar 41%, fasilitas umum 20,8%, fasilitas kampus (sekretariat dan lainnya), 17,4%, lokasi magang/KKN 19,4%, dan rumah dosen 1,4%. Adapun paling banyak berbentuk pelecehan seksual yang mencapai angka 100 kasus lebih, lalu intimidasi seksual dan pemerkosaan yang nyaris 50 kasus.
“Kalau diawasi induk semang, diawasi masyarakat sekitar, semua proaktif menjaga keamanan penghuni kos, mengawasi penghuni kos, kan mungkin saja semua itu tidak akan terjadi? Itulah fungsinya kontrol masyarakat di sekitar kos,” kata Jayadi.
Jayadi sudah sepenuhnya selesai dengan makan malamnya di angkringan. Saya masih ada setengah gelas susu jahe. Sembari menunggu saya menghabiskan susu jahe, Jayadi menuturkan bahwa mengelola kos biasa di Jogja saja, hambatannya sudah banyak.
Dia menceritakan pengalaman pahitnya beberapa tahun silam. Ada penghuni kos dari luar Pulau Jawa. Awalnya hanya satu orang, lama-lama teman dari satu daerahnya ikutan menghuni kos yang sama. Suatu hari, mereka mengadakan malam keakraban di Kaliurang. Terjadi pertengkaran yang berakhir penusukan.
“Akhirnya saya yang membimbing orang tua mereka sidang di pengadilan sampai selesai. Sidangnya cukup panjang. Itu saja bukan kos LV masalahnya sudah begitu loh, apalagi yang LV?” kata Jayadi.
Menurut Jayadi, suburnya pertumbuhan kos LV juga disebabkan oleh pemilik kos yang lepas tanggung jawab. Mereka adalah para pemilik kos yang sebatas membeli tanah, membangun indekos, lalu ditinggal pulang ke daerahnya masing-masing. Kos ditinggal begitu saja tanpa diberi induk semang.
“Banyak sekali kejahatan yang terjadi di kos yang pemiliknya itu nggak di sini. Penghuninya biasanya mahasiswa yang datangnya nggak diantar orang tuanya. Orang tuanya cuma transfer biaya aja,” kata Jayadi.
Alasan kos LV lebih dicari daripada kos biasa
Selama bergabung di komunitas Info Kos JOGJA, Jayadi aktif mengamati kanal-kanal info indekos di Facebook. Menurut pengamatannya, pertumbuhan jumlah kos LV lebih masif dibandingkan kos biasa atau kos bebas.
Menurut Jayadi, ada beberapa alasan mengapa kos LV yang menawarkan kebebasan privasi laku keras. Alasan pertama, Jogja menjadi titik temu mahasiswa dari berbagai daerah dengan berbagai latar belakang kebudayaan. Jadi, di antara mereka pasti ada yang punya budaya bebas. Bahkan lebih bebas daripada gaya hidup mahasiswa atau penduduk asli Jogja.
Alasan kedua, mahasiswa makin membutuhkan fleksibilitas akses dan privasi. Penyebabnya, kehidupan perkuliahan saat ini semakin bervariasi. Mulai dari rapat organisasi, rapat ekskul, rapat penyelenggaraan event.
Kegiatan itu menuntut mahasiswa bekerja hingga pagi buta. Jadi tak menutup kemungkinan mereka butuh menginap di kos teman secara beramai-ramai tak peduli harus campur laki-laki dan perempuan.
“Sisanya ya pekerja yang butuh,” kata Jayadi.
Sambil menatap lalu lalang kendaraan di depan angkringan, Jayadi melanjutkan pendapatnya. Membangun kos-kosan di Jogja itu membutuhkan modal besar. Jayadi menceritakan sedikit bocoran biaya saat dia membangun kosnya di Sanggrahan.
“Buat satu kamar berukuran 3 x 3 saja, saya butuh modal sekitar Rp30 Juta. Tinggal kalikan saja modal itu dengan jumlah total kamar kos. Mahal, kan?”
Jayadi yakin masih banyak pemilik kos yang mengeluarkan modal jauh lebih besar daripada dirinya. Biasanya, para pemilik kos berhutang ke bank untuk mendapatkan modal yang besar ini.
Nah, setelah berhutang ke bank, ada beberapa pemilik kos biasa yang mendadak cemas parah. Penyebabnya, ternyata kamar kos mereka susah laku selama berbulan-bulan. Entah karena marketing yang kurang jitu, atau lokasi kurang strategis.
Pada akhirnya, beberapa dari mereka sampai kerepotan membayar angsuran bank. Kalau tidak kuat iman, biasanya pemilik kos langsung mengubah kos mereka jadi kos LV. Kalau sudah begitu, jelas mereka bisa menaikkan harga kamar kos (sesuai rate kos LV). Harga kos biasa paling murah itu Rp300.000, kos LV paling murah Rp600.000.
Jayadi tidak membantah asumsi saya, bahwa ada juga pemilik kos yang ngakunya sih masih kos biasa yang tertib, tapi pada praktiknya tetap saja kos LV. Jelas lah. Sudah harganya lebih mahal daripada kos biasa, lakunya juga lebih cepat pula.
“Coba aja perhatikan iklan kos di Facebook. Kalau ngiklankan kos LV, baru sehari kamarnya langsung ludes. Bahkan ada juga yang nggak sampai sehari udah laku! Kalau kos biasa gimana? Paling cepat sekitar seminggu baru laku. Tapi kalau menurut saya itu masih cepet kok,” kata Jayadi.
Jayadi menggerakkan tangan kirinya bertemu tangan kanannya. Dia berkata, tingginya permintaan kos LV di Jogja bertemu dengan penawaran kos LV yang tidak kalah tinggi. Jadilah kos LV tumbuh makin subur di kota pelajar. Sudah jadi rahasia umum juga kalau Jogja sampai punya kawasan khusus kos LV. Misalnya saja, Seturan, Maguwoharjo, dan Babarsari.
Pandemi membuat kos kamuflase makin masif
Sejak pandemi, mahasiswa berkuliah secara online. Banyak mahasiswa asal luar Jogja yang memilih kembali ke kampung halaman. Tak sedikit juga yang memilih mencabut sewa kamar kosnya.
Keputusan mahasiswa untuk balik kampung menyisakan kamar-kamar kos yang kosong dan terbengkalai. Akibatnya, para pemilik indekos pun tercekik cicilan bank. Mereka mati-matian cari cara agar tidak bangkrut atau merugi besar-besaran.
“Kondisi pandemi membuat, pemilik kos-kosan pada bangkrut. Ada yang milih jalan halal dengan jual kosnya. Tapi ada juga yang malah bikin kos kamuflase,” kata Jayadi, lagi-lagi sambil tertawa kecil diakhiri tersenyum kecut.
Jayadi menciptakan istilah baru: kos kamuflase. Saya mengerutkan dahi lalu bertanya, “kos kamuflase apaan tuh, Pak? Istilah baru ya?”
Eh, ternyata kos kamuflase sudah ada sejak lama. Cuma jumlahnya makin masif sejak pandemi. Menurut Jayadi, kos kamuflase adalah kos yang tadinya tertib diawasi, tapi pengawasannya melonggar. Penghuni yang melanggar aturan dibiarkan, calon penghuni yang minta kamar LV tetap diberi akses sewa.
“Kos kamuflase ini yang malah lebih riskan, karena tidak terlihat kayak kos LV, kan?” kata Jayadi yang pernah ditantang duel oleh beberapa pemilik kos LV karena membuat konten edukasi di YouTube tentang sisi gelap kos LV.
Bagi Jayadi ancaman dari pemilik kos LV hanya gertakan biasa. Jadi keesokan harinya Jayadi tetap konsisten menyebar konten edukasi kos tertib untuk para pendatang dan orang tua mahasiswa.
Apa yang terjadi di kamar kos kamuflase kerap mengganggu penghuni lain. Salah satu contoh nyatanya adalah pengalaman Arista (22), penghuni kos khusus perempuan di daerah Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul.
Kos yang dihuni Arista selama 2 tahun belakangan kerap lolos dari pengawasan induk semang yang tinggal terpisah dari penghuni kos. Akibatnya banyak penghuni yang membawa lawan jenis ke kamar masing-masing.
“Saya merasa risih aja kalau ada pacarnya temen mondar-mandir di kos. Kan enggak enak kalau mau keluar ambil makan, atau mau cari udara di teras. Apalagi kalau pacarnya dibawa ke kamar terus berisik,” kata Arista.
Arista sudah berkali-kali mengingatkan temannya itu untuk tidak mengundang pacarnya masuk ke indekos khusus putri itu. Namun peringatannya tidak diindahkan. Akhirnya dia dan teman-teman kos lain yang merasa terganggu melaporkannya ke satpam komplek dan ketua RT.
“Dibantu satpam buat ngusir pacarnya. Tapi besoknya tetep curi-curi kesempatan,” kata Arista.
Aturan yang cuma jadi formalitas
Soal aturan indekos, Sleman sebenarnya punya Peraturan Daerah (Perda) Sleman Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pemondokan. Dalam peraturan itu tertulis setiap kos di Sleman wajib memiliki penanggung jawab atau induk semang yang berdomisili di indekos tersebut. Tujuannya untuk melakukan kontrol pengawasan terhadap penghuninya agar tetap menjaga norma masyarakat sekitar.
Jika ada indekos yang melanggar, maka akan dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis yang diberikan sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua minggu. Apabila peringatan tidak diindahkan, izin kos akan dicabut.
Sanksi pelanggaran indekos di Kota Jogja bahkan lebih keras. Berdasar Perda Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pondokan, pemilik pondokan terancam sanksi berupa hukuman penjara maksimal tiga bulan dan denda maksimal Rp7,5 juta apabila melanggar peraturan izin dan norma masyarakat sekitar.
Sayangnya, dua Perda yang seharusnya bisa melindungi indekos di area Jogja dan Sleman itu dinilai tumpul. Pada kenyataannya, peraturan itu hanya sekadar tulisan di kertas. Jayadi mengatakan sudah jadi rahasia umum bahwa pemerintah tidak tegas menindak indekos yang melanggar peraturan.
Menurut Jayadi, sekarang nasib keamanan kos hanya bisa bergantung pada kontrol masyarakat dan pemilik kos yang masih tertib. Perda sudah tidak bisa diandalkan.
“Yang penting saya dan anggota selalu berusaha tertib, jujur, jaga amanah orang tua mahasiswa. Ini merupakan sumbangsih kami untuk menjaga kota Jogja tetap beretika, aman, dan nyaman,” kata Jayadi.
Jayadi nggak akan berhenti membahas Kos Las Vegas di YouTubenya.
Selalu ada solusi untuk kos yang tertib
Kos yang tertib memang susah laku, apalagi selama pandemi. Itu bukan sekadar rumor. Setidaknya bagi Herawati (49). Empat kamar kosnya yang berlokasi di Plemburan kosong melompong selama dua tahun pandemi.
“Menurut saya wajar. Nggak pandemi saja susah laku karena kamar kos saya jadi satu dengan rumah saya. Jarang ada mahasiswa mau model kos kayak gini kan kesannya nggak bebas. Nah apalagi pas pandemi, tambah susah laku,” kata Hera.
Untungnya, Hera masih memiliki usaha sampingan untuk membayar operasional kos dan menopang biaya hidup selama pandemi. Hera merasa jauh lebih beruntung daripada teman-teman pemilik kos lainnya yang terpaksa jual kos atau menurunkan harga kos.
Yudho Priambodo, pemilik indekos khusus putri di daerah Ring Road Timur sejak akhir 2021 punya cara tersendiri untuk memasarkan 10 kamar indekosnya.
Indekosnya kurang lebih sama seperti milik Hera, dijadikan satu dengan rumah mertuanya. Tujuannya supaya pengawasan kos bisa berjalan tertib dan ketat. Meski diawasi dengan tertib, kos milik Yudho tak pernah sepi dari antrean calon penghuni. Rahasianya adalah mendaftar ke agen pemasaran kos.
Kamar kos milik Yudho diiklankan dan dipasarkan oleh agen tersebut dengan margin harga tertentu (di atas harga kos asli). Calon penghuni kos yang ingin menyewa kamar kos mentransfer biaya sewa per bulan ke agen dengan harga margin. Sementara itu, Yudho menerima transferan dari agen sesuai harga asli kos per bulan.
“Sejauh ini sih penghuninya ada terus. Begitu kosong langsung dicariin, cepet dapetnya. Transferannya juga nggak pernah telat. Jadi pas ditinggal kerja di Jakarta nggak ada masalah apa-apa,” kata Yudho.
Pengakuan pemilik kos LV
Malam itu, Kamis (7/4), saya bertemu Wiwik Karyono (60) di kediamannya. Wiwik adalah pemilik sebuah kos LV di Jalan Jetis Raya, sekitar satu kilometer di utara Stadion Maguwoharjo. Ia juga penulis yang sedang menggarap buku bergenre teenlit-nya yang kelima.
Sebelumnya, ibu kos itu pernah menulis satu novel teenlit yang booming berjudul Pacarku Ibu Kosku. Di rumahnya kami ngobrol berbagai hal: mulai dari proses kreatif saat ia menulis hingga alasan ia membuka kos LV.
Saya mengenal Wiwik dua hari sebelumnya, lewat sebuah grup Facebook tempat pemilik dan pencari kos LV bertukar info. Di sana, Wiwik menyebarkan informasi perihal kosnya, berikut spesifikasi dan nomor WhatsApp untuk dihubungi.
Tanpa berpikir lama, saya langsung menghubunginya, bersamaan dengan beberapa pemilik kos LV. Saat itu, saya memang sedang mencari pemilik kos LV untuk dijadikan narasumber.
Tak lama setelah saya mengirim pesan, Wiwik membalasnya. Kami pun janjian untuk bertemu dua hari setelahnya, jam tujuh malam di kos miliknya. Wiwik sempat mengajak saya untuk menemaninya berbagi takjil di waktu sore. Tak sempat. Saya pun memilih untuk berangkat setelah berbuka, menyusuri jalanan gelap di utara Stadion Maguwoharjo.
Belakangan, saya baru tahu bahwa kos miliknya masih satu bangunan dengan rumah yang ia tempati.
Wiwik pun menyambut saya dengan hangat. Di ruang tamunya, terdapat dua rak penuh yang menarik perhatian saya. Satu rak berisi kaset pita, kompilasi lagu-lagu berbagai genre di tahun 80-an, beberapa di antaranya ialah “The Best Disco ’80”, “The Best Disco ’81”, “Punk of the Year”, dan lain-lain.
Sementara, rak yang lain didominasi VCD film kartun populer seperti Batman, Digimon, Crayon Shincan, dan sebagainya.
Sedikit demi sedikit, rasa deg-degan saya surut. Saya juga dipersilakan merokok sembari Wiwik membakar rokok yang terselip di bibirnya.
Wiwik pun bercerita. Semuanya bermula di tahun 2000, ketika ia pindah dan tinggal di Maguwoharjo. Saat itu masih belum ada indekos. Rumahnya juga belum sebesar sekarang dan saat itu masih di kelilingi sawah. Wiwik nyaman dengan rumah itu, meski hanya diisi dengan dia dan putra tunggalnya belaka.
Tak lama setelah tinggal di sana, Wiwik mendapat kabar bahwa ada maling yang baru saja pindah dari kota dan tinggal di sana. Wiwik pun menjadi awas dan membangun rumahnya lebih luas. “Ben ketok penuh,” kata Wiwik.
Namun, perasaan aman dengan rumah yang luas itu juga tak berlangsung lama. Rumah itu Wiwik rasa terlalu besar dan kosong. Ia pun berinisiatif untuk menyewakan sebagian rumahnya sebagai kos putra. Mahasiswa berdatangan dan tinggal di sana.
Membuka bisnis kos di Maguwoharjo itu ternyata bukan yang pertama bagi Wiwik. Ia menaja bisnis kos pertamanya tahun 1985, ketika ia masih kuliah. Saat itu ia mengontrak rumah bersama pacar dan adiknya. Ternyata rumah yang ia kontrak memiliki 10 kamar lain yang tak ia ketahui sebelumnya.
Dengan kamar sebanyak itu, adik Wiwik pun memberi saran untuk membuka kos-kosan. Wiwik mengiyakan. Ia pun membuka kos-kosan putri yang dibanderol Rp2.500 per bulan. Kos itu pun terisi, kebanyakan yang menyewa adalah teman-temannya.
Mengusir penghuni kos LV yang bertengkar
Kos Las Vegas (LV), istilah untuk kos-kosan dengan aturan lentur dan memperbolehkan penyewanya tinggal bersama pacar, konon paling mudah ditemui di daerah Babarsari. Saya sendiri pernah sekali mencoba mencarinya di daerah sekitar kampus saya, UIN Sunan Kalijaga, tapi tak menemukannya satu pun.
Ada, sih, pemilik kos yang membebaskan penyewa membawa pacar ke kamar, tapi kebanyakan tidak mengizinkannya menginap. Alasannya, “nggak enak sama warga.”
Namun, hal tersebut tak berlaku buat Wiwik dan kosnya. Ibu beranak satu itu mengaku tak suka dengan alasan-alasan moralis, apalagi yang dikaitkan dengan agama.
“Ibu nggak seneng kalau ada yang ngomong nggak mau buka kos LV karena dosa,” tegas Wiwik.
Wiwik juga menolak tudingan bahwa menyewakan kos LV sama saja dengan memberi kesempatan untuk anak muda melakukan seks bebas. Baginya, kesempatan itu terbuka di mana saja. Tak harus di kos LV.
“Ibu juga nggak bisa ngecek sekamar itu kerjaannya ML doang. Lagian terserah mereka, udah gede. Kecuali masih kecil, tak bilangin, ‘Cinta tak selamanya indah, dek’. Kayak di TikTok itu,” katanya.
Kendati demikian, umur per-LV-an di kos Wiwik relatif masih muda. Las Vegas tak ujug-ujug berdiri di kos itu. Pada mulanya, kos Wiwik diperuntukkan khusus laki-laki.
Awalnya anak kosnya yang dulu tinggal di sana kebanyakan adalah mahasiswa. Lalu mahasiswa itu tinggal dalam waktu yang lama. Salah seorang anak kosnya, menurut cerita Wiwik, tinggal sejak tahun awal perkuliahan. Ia terus tinggal di sana sampai lulus, lalu bekerja, lalu menikah, lalu tinggal di sana bersama istrinya.
Akhirnya, kos Wiwik pun terkesan ‘campur’. Karena keadaannya sudah begitu, di tahun 2013, Wiwik pun membebaskan anak kosnya ditinggali siapa saja, laki-laki maupun perempuan. Mereka semua juga diperbolehkan membawa pasangan atau menyewa satu kamar untuk berdua.
“Pikirku biar mereka bisa patungan aja. Kan jadi lebih murah,” cakap Wiwik
Hanya saja, ada satu hal yang Wiwik tak suka bila ia terjadi di kosnya: pertengkaran antar pasangan. Wiwik bercerita ia pernah mengusir anak kos yang kerap bertengkar dengan pasangannya.
“Tengkarnya waktu itu sampai lempar-lemparan. Kan ngeri. Ada juga suami istri, sudah punya anak, berantem, ribut, rambut istrinya digundul, dipetal-petal,” Wiwik berkisah. “Yang tengkar kayak gitu tak suruh keluar.”
Sikap Wiwik cukup masuk akal. Baginya, pertengkaran seperti itu berpotensi pada kekerasan. Dan kekerasan dalam pacaran atau rumah tangga jelas-jelas lebih beracun dan patut disikapi ketimbang urusan seks bebas.
“Tak bilangin juga, ‘Kamu nggak malu? Kalau kamu ML ada yang dengar nggak? Giliran tengkar kok semua orang harus tahu?’” celoteh Wiwik. “Mereka tengkar lagi habis itu, tak suruh keluar.”
Anak kos yang jatuh cinta dengan ibu kosnya
Percakapan saya dan Wiwik mengalir bolak-balik dari perihal kos-kosan LV dan seputar riwayat penulisannya.
Misalnya, ketika menceritakan kos-kosannya ketika masih diisi cowok, Wiwik sambil lalu juga menceritakan dapur penulisan novelnya yang meledak, Pacarku Ibu Kosku.
Dengan sampul bergambar seorang ibu kos bersama enam pria topless, Pacarku Ibu Kosku kerap dianggap cerita ngeres. Padahal tidak. Menurut Wiwik, ceritanya justru cenderung melankolis.
Premis utama novel kedua Wiwik Karyono itu adalah tentang anak kos yang jatuh cinta dengan ibu kosnya. Kisah itu sebagian diangkat dari cerita nyata yang dialami Wiwik Karyono sendiri.
Pada tahun 1995, tak lama setelah cerai dengan suami, Wiwik menjalin hubungan dengan seorang anak kos. Orang-orang kerap menganggap anak kos yang dimaksud Wiwik adalah anak kosnya sendiri. Padahal, menurut penuturan Wiwik, pacar yang ia maksud adalah anak dari kos lain.
Ditulis di tahun 2005, ketika Wiwik sudah menjajal bisnis kos-kosan, Wiwik pun menelurkan ide untuk memodifikasi kisah dengan mantan pacarnya itu sebagai ibu kos dan anak kosnya langsung.
Selain Pacarku Ibu Kosku, Wiwik juga sudah menulis tiga buku lain. Pertama, kumpulan cerpen Galau (2003), novel Terjebak Sebuah Janji (2013), dan terakhir Perempuan Limited Edition, cerita bersambung yang pernah terbit di sebuah koran lokal Yogyakarta lantas dibukukan.
Kini, Wiwik sedang menyiapkan novelnya yang kelima, Langit Terbelah antara Padang-Yogyakarta, cerita yang semula diniatkan menjadi cerpen sebagai hadiah ulang tahun untuk temannya yang berasal dari Padang.
Reporter: Salsabilla Annisa Azmi dan Sidratul Muntaha
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Fenomena Kos LV di Jogja, Dicari karena Bebas Bawa Pacar dan liputan menarik lainnya di Jogja Bawah Tanah.