Kos eksklusif tumbuh subur di berbagai penjuru Jogja. Penghuninya kebanyakan mahasiswa yang rela merogoh kocek dalam demi kenyamanan dan kebebasan. Bangunan dengan harga kamar rata-rata 1,5 sampai 3 juta rupiah per bulan ini juga jadi instrumen investasi menggiurkan bagi para pemilik modal dari luar daerah.
***
Siang itu Jogja sedang panas-panasnya, tapi saat membuka pintu kamar kos Rama (20)*, penderitaan yang saya rasakan setelah mengendarai motor di jalanan sirna seketika. Semilir pendingin ruangan membuat tempat tinggal mahasiswa semester akhir di salah satu sekolah tinggi pariwisata di Jogja ini terisolasi dari suhu di luar.
Kenyamanan paling utama
Menggunakan hoodie tebal, ia menyambut dan mempersilakan saya duduk di kursi yang berhadapan dengan meja belajarnya. Sedangkan saya, buru-buru melepas jaket, kepanasan dan ingin segera menghilangkan keringat di badan. Di atas meja kecil itu, tertata beberapa botol minuman beralkohol yang langsung tampak tatkala pintu terbuka.
Terbayang rasanya, jika menghuni kamar semacam ini setiap hari sebagian permasalahan hidup akan terlupakan. Di sisi lain, rasanya, jadi bakalan mager untuk beraktivitas di luar saking nyamannya kasur empuk dan dinginnya ruangan.
Sudah setahun setengah, Rama tinggal di bangunan yang terletak di perkampungan Caturtunggal, Sleman. Kawasan yang memang penuh dengan kos dan penginapan.
Pemuda asal Temanggung ini baru saja menyelesaikan sesi perkuliahan di akhir pekan saat saya jumpai. Setelah mentas berkegiatan, ia mengaku ingin langsung kembali ke kamar. Berlindung dari panasnya cuaca.
“Buatku memang kenyamanan kamar paling utama. Makannya aku pilih kos eksklusif,” paparnya.
Di kamarnya, semua kebutuhan untuk tinggal telah lengkap tersedia. Luas kamarnya jika saya taksir memang hanya 3×3 meter dan tidak ada ventilasi hingga jendela. Namun, sudah ada kasur, lemari, meja belajar dan kursi, pendingin ruangan, pemanas air.
“Pokoknya tinggal bawa badan,” kelakarnya.
Semua fasilitas itu bisa ia dapatkan dengan membayar Rp1.550.000 per bulan sudah termasuk listrik dan air. Rama pun bisa menyalakan pendingin ruangan seharian non-stop tanpa memikirkan tagihan tambahan.
Selain itu, dua pekan sekali penghuni akan mendapatkan layanan kebersihan. Mulai dari cuci sprei dan selimut hingga membersihkan toilet. Buat Rama, hidupnya benar-benar serba praktis setelah tinggal di kos eksklusif.
Kos eksklusif, makan tetap di warmindo
Mulanya, saat awal kuliah di Jogja 2020 lalu, Rama tinggal di sebuah kos biasa di sekitar Jalan Kaliurang dengan harga sewa Rp750 ribu per bulan. Di sana sebenarnya ia sudah mendapatkan tempat tinggal dengan aturan leluasa. Bebas jam malam dan bisa membawa teman bahkan pacar untuk bermalam.
Namun, ia mendapatkan informasi tentang kos eksklusif dengan penawaran fasilitas menurutnya benar-benar memadai. Saat ia survei ke lokasi, ada satu kesan yang langsung muncul di pikirannya, “Ini vibes-nya kayak Oyo dan Reddoorz banget.”
Keinginan untuk tinggal di kamar dengan fasilitas setara hotel berbintang 1 sampai 2 ini membuatnya mencoba bernegosiasi dengan orang tuanya. Menambah sedikit biaya demi mendapatkan kenyamanan yang mendukung kehidupannya di Jogja.
“Aku mendapat izin dengan catatan uang jajanku dikurangi. Sekarang 500-700 ribu per minggu karena sudah dapat fasilitas lengkap. Biasanya dulu lebih dari itu,” ujarnya sembari menyalakan rokok.
Rama berkelakar bahwa tinggal di kos eksklusif tak serta merta membuat hidupnya bergelimpang kemewahan. Kalau makan, ya makan biasanya layaknya mahasiswa pada umumnya yang menyantap makanan di warmindo.
“Kalau aku karena mengutamakan kenyamanan tempat tinggal, untuk biaya makan ya aku biasa aja. Nggak mewah-mewah, paling warmindo, makan Indomie, gitu,” jelasnya tertawa.
Kos eksklusif tempat Rama memang terbilang masih relatif tergolong terjangkau . Di Jogja, rentang harga sewa kamar semacam ini mulai dari Rp1-Rp3 juta per bulan. Belum semuanya menggratiskan biaya listrik dan air.
“Murah ini termasuknya untuk kelasnya. Sampai banyak waiting list, sekitar 30 kamar penuh terus,” paparnya.
Penghuni kos tersebut didominasi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jogja. Sebagian lainnya merupakan pekerja,
Keberadaan penjaga demi keamanan bukan mengatur norma
Nyaman dan praktis merupakan dua hal yang jadi magnet kos eksklusif. Beberapa mahasiswa terutama dari fakultas elite dengan perkuliahan berat seperti kedokteran, juga mengaku mengandalkan jenis kos ini demi kenyamanan di tengah padatnya jadwal tugas dan pembelajaran.
Namun, selain kenyamanan, aspek kebebasan memang jadi alasan utama Rama dan banyak penghuni lain memilih segmen kos eksklusif. Di kos ini, Rama bebas melakukan apa saja asalkan tidak mengganggu penghuni lain.
“Kebebasan yang aku butuhkan ya salah satu yang utama bawa dan menginapkan cewek ya,” katanya.
Tidak semua kos eksklusif punya aturan yang bebas. Namun kebanyakan kos bebas, yang banyak disebut kos las vegas, merupakan jenis eksklusif.
Di kos semacam tempat Rama tinggal, tidak ada rasa sungkan untuk membawa teman lawan jenis berkunjung pada waktu apa saja. Berpapasan dengan penjaga hingga penghuni lain pun tak perlu khawatir. Setidaknya itu yang pemuda ini rasakan.
“Mereka cuek. Warga sekitar pun relatif cuek karena sini bukan permukiman yang padat dan juga kebanyakan kos dan penginapan,” terangnya.
Keberadaan penjaga kos memang hanya berfokus pada keamanan. Mereka tidak mengatur norma para penghuninya.
Rama malah mengaku akrab dengan penjaga sehingga tak segan untuk merokok bersama di pelataran depan bangunan. Di malam ia juga sesekali minum alkohol bersama penjaga. Hal-hal ini Rama gunakan untuk menjalin relasi bersama mereka.
Sejauh ia tinggal, tak pernah ia menyaksikan teguran selain urusan knalpot kendaraan penghuni yang berisik. Selain itu salah satu hal yang ditekankan adalah jangan terlalu berisik saat membawa kawan berkunjung ke kamar.
Mendefinisikan kos eksklusif
Penelusuran tentang kos eksklusif berlanjut. Saya mengunjungi Kampus Kost Management, sebuah usaha pengelolaan kos di Jogja yang bermarkas di Jalan Perumnas, Sleman. Usaha ini mengelola sekitar 100 kos yang tersebar di berbagai wilayah DIY.
Pihak Kampus Kost yang saya jumpai, Nova Kartika, mengaku 50 persen dari kos yang mereka kelola saat ini tergolong kost eksklusif. Mayoritas tersebar di sekitar sejumlah perguruan tinggi seperti UGM, UNY, Atma Jaya, UPN, hingga Sanatha Dharma.
“Jadi kami punya unit kos juga. Tapi kebanyakan kita mengelola dari pemilik yang nggak punya waktu untuk mengurus,” paparnya.
Kampus Kost mengurus hampir semua aspek mulai dari pemasaran, pembuatan aturan, hingga operasional kamar hunian. Hal-hal tersebut disesuaikan berdasarkan kesepakatan dengan pemilik. Pihak manajemen kemudian mendapatkan komisi dari pembayaran para penghuni.
Nova menjelaskan, secara definisi, sebuah kos disebut eksklusif jika memiliki fasilitas yang lengkap. Mulai dari kasur, lemari, ac, water heater, dan fasilitas kamar mandi dalam. Intinya, penghuni bisa tinggal hanya dengan membawa badan dan perlengkapan pribadi.
Untuk harga, kos eksklusif dalam naungan Kampus Kost Management berkisar di angka Rp1-2,5 juta per bulan. Harga menyesuaikan dengan lokasi dan spesifikasi kamar seperti luas dan kelengkapan fasilitas tambahan.
“Jadi rata-rata fasilitas kos eksklusif itu setara hotel bintang dua,” ucapnya.
Aturan tak selalu seperti kos LV
Untuk aturan, menurut Nova, sebenarnya kos eksklusif tidak selalu bebas layaknya kos lv. Banyak kos eksklusif yang mengkhususkan penghuni dengan spesifik gender. Bahkan menerapkan larangan lawan jenis untuk masuk kamar.
Beberapa aturan umum kos di Jogja di antaranya; sopan yakni ada jam malam dan lawan jenis tidak boleh masuk ke kamar; bebas sopan yakni tanpa jam malam namun kunjungan lawan jenis ke kamar dibatasi hingga waktu tertentu; hingga kos dengan predikat lv.
“Tapi semakin tinggi harga, memang keleluasaan penyewa tambah tinggi. Kos bebas banyak di harga segitu,” paparnya.
Seperti pemaparan Rama, Nova menjelaskan kalau kos eksklusif biasanya terpisah dengan induk semang. Keberadaan penjaga juga fokus untuk mengurusi keamanan saja.
“Peraturan mungkin ada. Tapi ya praktiknya bebas. Pemilik nggak bisa memantau langsung. Kebanyakan juga dari luar kota pemiliknya,” jelasnya.
Pasar kos eksklusif semakin tinggi, nggak cocok untuk kaum mendang-mending
Pangsa pasar utama kos eksklusif merupakan mahasiswa. Menurut Nova, pertumbuhan hunian dengan harga relatif tinggi ini semakin pesat berkembang. Kebanyakan penghuninya merupakan kelas menengah, mayoritas dari luar DIY dan Jawa Tengah.
Nova melihat tren mahasiswa belakangan semakin menginginkan kepraktisan. Tidak mau repot mencari perabot besar untuk mengisi kamar. Kecenderungan mereka untuk berpindah-pindah juga tinggi sehingga kos eksklusif dengan segenap fasilitasnya jadi solusi.
Kos eksklusif juga menurutnya lebih jadi pilihan ketimbang apartemen yang belakangan juga mulai banyak dibangun di Jogja. Secara fasilitas hampir serupa, pembayaran pun lebih terjangkau karena bisa per bulan.
“Kalau kita lihat apartemen kan sewanya biasanya per enam bulan atau per tahun. Itu masih agak berat buat mahasiswa,” katanya.
Kos eksklusif kalah dalam urusan ketersediaan dapur di dalam kamar hingga balkon. Namun Nova lebih menyarankan kos eksklusif jenis paviliun yang punya dua fasilitas itu. Harga paviliuan yang dikelola Kampus Kost berkisar Rp2-2,5 juta per bulan.
Harga sewa itu bahkan melebihi Upah Minimum Kabupaten/Kota di DIY yang paling tinggi yaitu di Kota Yogyakarta yang besarannya Rp2.324.775. Kos eklusif di Jogja memang nggak cocok untuk kaum mendang-mending. Karenanya sebagian besar yang tinggal di tempat tersebut merupakan kalangan menengah ke atas. Kalaupun tidak yang tinggal adalah pekerja-pekerja di level manajer.
Potensi Disewakan harian layaknya hotel
Sebagai usaha manajemen kos, Nova juga mengamati tren bahwa belakangan pemilik kos baru lebih memilih membangun kos dengan fasilitas lengkap. Salah satu alasannya, kos dengan kualitas tersebut punya potensi untuk disewakan harian layaknya hotel.
“Jadi itu menambah instrumen pemasukan lagi saat ada kamar kosong,” paparnya.
Belakangan, Nova melihat kecenderungan kemunculan kos baru juga berasal dari investor-investor luar daerah. Selain itu juga dari investor DIY yang bekerja di luar kota.
Membangun kos ekslusif bagi investor yang punya modal besar terbilang lebih praktis dan menggiurkan. Kehadiran pengelola seperti Kampus Kost menjadi solusi bagi mereka yang tidak bisa mengontrol secara rutin.
“Kos eksklusif itu lebih praktis untuk pemilik dan penghuni. Mahasiswa datang tinggal bawa badan. Pemilik juga tidak ribet karena kamar tidak berubah banyak setiap ditinggali karena sudah isi penuh,” terangnya.
Hal itu mendorong keberadaan kos eksklusif semakin tumbuh pesat di Jogja. Pasar kelas menengah ke atas dari berbagai daerah juga terus bertambah sehingga masalah biaya sewa yang tinggi tidak menjadi masalah.
Harga sewa itu bahkan melebihi Upah Minimum Kabupaten/Kota di DIY yang paling tinggi yaitu di Kota Yogyakarta yang besarannya Rp2.324.775. Kos eklusif di Jogja memang nggak cocok untuk kaum mendang-mending. Karenanya sebagian besar yang tinggal di tempat tersebut merupakan kalangan menengah ke atas. Kalaupun tidak yang tinggal adalah pekerja-pekerja di level manajer.
Kos eksklusif bebas bertahan di masa pandemi
Bahkan Nova melihat, saat pandemi dan banyak penginapan surut, kos eksklusif bermunculan. Menurutnya ada dua mekanisme yang banyak digunakan pemilik hunian untuk bertahan di masa sulit itu yakni menurunkan harga dan melonggarkan aturan. Sedangkan kebanyakan kos eksklusif sudah punya aturan yang leluasa.
Pada Minggu (4/6), saya menemui Herman* (35), seorang pemilik kos eksklusif di daerah Maguwoharjo, Sleman. Meski lokasinya jauh dari pusat kota, bangunan tiga lantai dengan sebelas kamar dibanderol seharga Rp2,6-3,5 juta. Peminatnya juga tetap banyak.
Herman sedang bertemu dengan petugas servis ac saat saya jumpai. Semalam, baru ada penghuni yang keluar dan meninggalkan kamar dengan pendingin ruangan yang rusak.
Ia mempersilakan saya duduk di ruang tamu kos tersebut. Saya lalu mengamati sekitar. Ini berkonsep industrial dengan beragam fasilitas yang memanjakan penghuninya. Kamar di harga Rp2,6 juta punya luas 3 x 4,5 meter belum termasuk kamar mandi yang punya luas sekitar 3×1 meter.
Lelaki ini mengaku membangun kos di masa pandemi 2020 lalu. Bangunan ini mulai beroperasi pada 2021. Meski di tengah surut ekonomi, Herman mengaku kamarnya tak pernah kosong banyak.
“Saya bangun pas pandemi. Saat itu, kalau nggak dibuat bebas dan eksklusif ya nggak berani. Nggak bebas nggak ada yang mau ninggali,” terangnya.
Dengan fasilitas yang lengkap, ia bisa menyewakan kamar yang kosong dari penyewa bulanan secara harian dengan harga Rp300 ribu per malam. Lumayan untuk mempercepat potensi balik modal.
Membangun kos eksklusif butuh modal banyak. Herman mengaku untuk mengisi fasilitas dalam kamar saja perlu merogoh kocek sekitar Rp40 juta. Fasilitas mulai dari kulkas, ac, meja dan kursi, lemari besar yang menempel di tembok, dan beragam instalasi ruang lainnya.
Duit pendatang banyak
Dua tahun berjalan mengelola kos, ia masih optimis dengan potensi yang ada. Untuk memasarkan, ia sempat bekerja sama dengan salah satu aplikasi promosi kos besar di Indonesia. Namun, menurutnya potongan jasa terlalu besar sehingga Herman memilih mengelolanya sendiri.
“Akhirnya saya cuma ngandelin promosi influencer di TikTok. Cuma ngiklan sekali dua kali, tapi ngalir terus,” cetusnya.
Kos milik Herman menawarkan fasilitas kamar yang lengkap. Selain itu, didukung fasilitas pendukung seperti dapur umum, parkiran yang luas untuk mobil, hingga ruang bersantai di beberapa titik seperti area tamu dan roof top.
Penawaran fasilitas itu membuatnya berani pasang harga yang relatif tinggi. Meski begitu, ia yakin dengan potensi pemasukan yang bakalan datang dan tidak takut sepi.
“Jogja ini isinya pendatang dari berbagai daerah. Sabang sampai Merauke,” ujarnya.
Pangsa pasar utamanya adalah mahasiswa kelas menengah ke atas. Beberapa penghuni mahasiswa di sini berasal dari Jakarta. Selain itu ada juga dari kalangan pekerja di Jogja.
“Tapi ya jangan dibayangkan pekerja dengan UMR Jogja. Kos eksklusif itu ya untuk pekerja level manajerial,” kelakarnya.
Kalangan tersebut mencari tempat tinggal yang nyaman dan juga fleksibilitas aturan. Hal itu disediakan oleh Herman. Bahkan, area bersama di kos tersebut biasa untuk meeting atau nongkrong para kolega penghuni.
Eksklusivitas dan kebebasan tempat di kos Herman, sejauh ini tidak mengundang persoalan bagi warga. Meski kawasan tersebut masih terbilang perdesaan.
Gambaran masyarakat urban
Sosiolog UIN Sunan Kalijaga, Muryanti mengatakan bahwa berkembang pesatnya kos eksklusif merupakan suatu hal yang tak bisa terhindarkan. Kebebasan yang menjadi salah satu elemen penting dalam kos tersebut tak bisa lepas dengan perkembangan masyarakat urban.
“Dalam perspektif urbanisasi fenomena ini sudah sangat lumrah,” terangnya.
Dalam tatanan masyarakat urban, kebutuhan terkait akses dan kebebasan menjadi hal yang fundamental. Denyut kehidupan nyaris terus berjalan selama 24 jam pada laju pertumbuhan kota.
Terlebih, pangsa pasar untuk pendatang kelas menengah ke atas terus tumbuh. Meski di sisi lain Jogja merupakan satu wilayah dengan standar upah yang rendah, ceruk pendatang bisa terus dikapilitasiasi.
Selain itu, ia berpendapat bahwa masyarakat Jogja, sejak dahulu memang sudah terbiasa dengan pendatang dari luar kota. Predikatnya sebagai daerah pendidikan, kenyamanan, hingga anggapan biaya hidup murah menurutnya jadi magnet wilayah ini.
Sehingga pada umumnya, ia menilai kos eksklusif cenderung hadir di kawasan yang permukiman kegiatan masyarakat lokalnya aktif. Salah satu ciri dari kos tersebut adalah penghuninya yang tidak bergaul dengan masyarakat sekitar dan lingkungan.
“Memang pada dasarnya mereka nyaman dengan komunitas mereka sendiri sehingga tidak berbaur. Ini sudah jadi fenomena masyarakat perkotaan,” terangnya.
Kondisi serupa menurutnya sudah berkembang lebih pesat di kota-kota lain yang memiliki dinamika industri lebih pesat. Beberapa di antaranya Jakarta, Surabaya, hingga Semarang.
“Kalau dibanding kota-kota industri besar maka Jogja relatif perkembangannya tidak cepat dalam dinamika urbanisasinya,” paparnya.
Tidak dimungkiri bahwa Jogja punya sisi keistimewaan tersendiri. Menurut Muryanti salah satu aspek keistimewaannya yakni pengawasan mobilitas penduduk dari luar.
Di DIY, pemerintah Kota Yogyakarta sendiri pernah menerbitkan Perda No 1 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pondokan yang mengatur beragam hal terkait hunian sewaan. Regulasi tersebut mengatur berbagai hal termasuk jam berkunjung hingga larangan menerima tamu lawan jenis (kecuali saudara) di kamar.
Namun gelombang urbanisasi, menurut Muryanti memang tak terelakkan di kota-kota besar. Eksklusivitas memang jadi ciri perkotaan.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Dilema Pemilik Indekos Tertib dan Pemilik Kos LV yang Menolak Tudingan Seks Bebas
Cek berita dan artikel lainnya di Google News