Makam Sunan Langgar dikenal sebagai salah satu makam keramat khususnya bagi masyarakat Kecamatan Sluke, Rembang. Berbagai cerita mistis meliputi keberadaan makam tersebut. Mojok.co mengulik informasi mengenai betapa keramatnya makam Sunan Langgar dari kesaksian warga setempat.
***
Sore itu, Senin (25/4/2022), ditemani kawan saya, Sohibudzikri (21), saya sowan ke Makam Sunan Langgar yang terletak di Desa Langgar, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang. Hitung-hitung ngabuburit.
Dari desa saya, hanya butuh waktu kurang dari 10 menit untuk sampai di Makam Sunan Langgar. Tidak terlau jauh. Lokasi makamnya pun sangat mudah diakses karena berada persis di pinggir jalanan desa.
Usai memarkir motor di sebelah gapura masuk area makam, saya dan Dzikri menyisir jalur menuju makam dengan sedikit bergegas. Kami sampai di Makam Sunan Langgar puku 16.00 WIB. Namun, mendung yang menggelayut membuat suasana di makam jadi sedikit mencekam.
“Sampean berdua dari mana? Ada keperluan apa?” sambut seorang pria yang sedari tadi mengawasi kami lekat-lekat dari tempat duduknya. Namanya Muhammad Ruslan (40), ia juru kunci Makam Sunan Langgar.
Setelah memperkenalkan diri dan mengutarakan maksud saya sowan ke Makam Sunan Langgar, raut wajah Pak Ruslan seketika berubah. Menyiratkan tanda tak nyaman.
Dan benar saja, dengan tegas ia mengatakan kalau ia tidak bisa memberi banyak keterangan terkait Makam Sunan Langgar. Ia juga melarang saya masuk ke area utama makam kecuali untuk keperluan ziarah. Itu pun saya masih diperingatkan agar tidak boleh mengambil gambar area utama makam.
“Kalau selain makam, monggo, sampean foto ndak masalah. Kalau area makam, jangan,” ujarnya dengan raut wajah serius.
Saya dan Dzikri tidak punya pilihan lain. Kami pun sepakat untuk duduk mendengarkan Pak Ruslan menceritakan sedikit saja mengenai sosok Sunan Langgar yang boleh dibeberkan kepada masyarakat umum. Benar-benar sedikit sekali keterangan yang saya peroleh. Sayang sekali memang. Tapi bagaimanapun, saya harus menghormati aturan dari Pak Ruslan tersebut.
Sejarah yang tidak boleh diungkap
Menurut Pak Ruslan, berdasarkan cerita turun-temuru dari leluhurnya (para juru kunci terdahulu), Sunan Langgar bernama asli Syekh Abdul Jalil. Ia merupakan ulama penyebar agama Islam di Desa Langgar. Itulah kenapa ia kemudian lebih dikenal dengan gelar Sunan Langgar.
Pak Ruslan mengaku tidak tahu persis pada tahun berapa Sunan Langgar mulai berdakwah. Hanya saja, kemungkinan besar Sunan Langgar adalah salah satu murid Sunan Bonang yang mendapat tugas untuk berdakwah di pelosok-pelosok desa di wilayah Kadipaten Lasem (sebelum menjadi Kabupaten Rembang).
Jika boleh saya perkirakan sendiri, ya kira-kira pada sekitar abad ke-15 atau abad ke-16. Karena berdasarkan catatan dalam buku Lasem Kota Pusaka karangan Akrom Unjiya, periode dakwah Sunan Bonang di Lasem yaitu berkisar antara tahun 1470-an hingga 1520-an Masehi.
Hanya itu yang berani Pak Ruslan berikan kepada saya. Hanya sebatas keterangan kalau Sunan Langgar adalah murid Sunan Bonang yang berdakwah di Desa Langgar. Termasuk silsilah keturunan dan asal-usul Sunan Langgar pun ia tak berani memberi tahu.
“Bukan karena saya ndak tahu. Saya tahu. Tapi sama mbah-mbah saya ndak boleh dibuka ke siapapun. Hanya juru kunci yang boleh tahu. Dan ini sudah berlaku sejak juru kunci-juru kunci sebelumnya,” terang Pak Ruslan.
Pak Ruslan menambahkan, konon hal tersebut—tidak boleh mengungkap sejarah dan silsilah Sunan Langgar—adalah pesan dari Sunan Langgar sendiri. Sunan Langgar tidak ingin perannya dalam menyebarkan Islam dibahas banyak orang. Sebab, kata Pak Ruslan, Sunan Langgar berdakwah benar-benar lillahi taala.
Maka jika akhirnya perannya tersebut jadi pembicaraan, ditulis, atau bahkan hingga diagung-agungkan oleh banyak orang, itu akan mengurangi kadar lillahi taala-nya di hadapan Allah Swt di akhirat. Sunan Langgar tidak menghendaki itu terjadi pada dirinya.
“Kalau saya nekat membeberkan cerita yang sebenarnya tentang Sunan Langgar ke sampean, dampaknya (secara supranatural) ndak main-main. Khususnya ke sampean dan saya sendiri. Bahkan bisa-bisa desa ini kena bala,” ujar Pak Ruslan dengan nada tegas.
Jadi tempat tawasul
Menurut keterangan Pak Ruslan, sejak dulu makam Sunan Langgar sudah dikeramatkan. Banyak orang dari luar Desa Langgar yang mengaku hajat hidupnya terkabul setelah bertawasul di Makam Sunan Langgar.
Seperti misalnya, ada orang yang datang agar usahanaya lancar, ada yang datang agar penyakitnya sembuh, ada pula yang datang dengan niat agar mendapat jodoh, dan lain-lain. Bahkan beberapa kali ada yang datang dengan tujuan untuk mencari pusaka dan kesaktian. Itu berlangsung selama bertahun-tahun.
Sampai akhirnya, karena cenderung ke arah syirik, Pak Ruslan pun mengambil sikap tegas dengan melarang aktivitas-aktivitas tersebut di Makam Sunan Langgar. Karena baginya, aktivitas-aktivitas tersebut bisa menodai kewalian dari Sunan Langgar. Sebab, semasa hidup Sunan Langgar berdakwah agar manusia menjauhi syirik. Sedangkan kini, dengan perantara Makam Sunan Langgar, malah banyak orang yang kembali pada jalan syirik.
“Kalau sowan ke sini ya sudah cukup ziarah saja, ndak usah aneh-aneh. Kalau ada yang aneh-aneh, pasti langsung saya tegur. Ndak akan saya beri izin,” ucap Pak Ruslan sembari membetulkan letak pecinya.
Saya lantas mencoba mengulik, apakah Pak Ruslan pernah mengalami hal-hal mistis selama menjadi juru kunci di Makam Sunan Langgar?
Mendengar pertanyaan saya, Pak Ruslan tersenyum tipis. “Kalau hal-hal yang bersifat pribadi seperti itu, sepertinya ndak perlu saya jawab,” ucapnya yang membuat saya dan Dzikri hanya bisa menghaturkan maaf berkali-kali.
“Kalau cerita-cerita mistis dari peziarah atau warga setempat, Pak? Barangkali Jenengan pernah tahu,” tanya saya masih mencoba mengejar.
“Tentunya ada. Tapi ya itu pengalaman masing-masing lah.”
Setelah melontarkan jawaban tersebut, Pak Ruslan tak melanjutkan perkataannya lagi. Saya dan Dzikri pun sepakat untuk berpamitan. Beruntungnya, Dzikri punya beberapa kenalan yang bisa dimintai keterangan mengenai hal-hal mistis terkait Makam Sunan Langgar, khususnya yang pernah dialami oleh peziarah dan warga setempat.
Cerita-cerita mistis di sekitar makam
Kamis, (28/4/2022) pukul 20.30 WIB saya bertemu dengan Ainun Najih (21), pemuda asli Desa Langgar.
Sebagai warga asli Desa Langgar, Najih mengaku menyaksikan sendiri beberapa kejadian mistis yang bersangkut paut dengan keberadaan makam keramat tersebut.
Maka malam itu, sambil menikmati teh hangat di angkringan Lapangan Kridanggo, Sluke, saya pun menyimak cerita-cerita yang dituturkan oleh Najih.
Seturut pengakuan Najih, pernah suatu ketika warga Desa Langgar menggelar acara dangdutan. Waktu itu sound acara tersebut tanpa disengaja ternyata menghadap ke arah Makam Sunan Langgar. Tak butuh waktu lama sejak sound tersebut dinyalakan, tiba-tiba salah satu sound meledak dan beberapa yang lain tidak berfungsi.
“Awalnya orang-orang nggak ngeh kalau menghadap makam. Lalu atas saran orang-orang tua, arah sound akhirnya diubah nggak menghadap makam lagi. Dan yang tadi rusak itu kok ndilalah jadi bisa bunyi lagi,” tuturnya antusias.
“Orang-orang percaya kalau Mbah Wali (Sunan Langgar) nggak ridho kalau ada yang bikin acara dangdutan di Desa Langgar. Secara dangdut kan identik dengan maksiat. Jadi ya sudah, sampai sekarang sudah nggak ada yang berani nanggap dangdutan lagi. Momen sedekah bumi, kalau umumnya di desa-desa lain nanggap dangdut, beda kalau di sini. sedekah buminya disatukan dengan haul Mbah Wali,” sambungnya.
Masih menurut penuturan Najih, pernah juga ada orang yang dibuat taubat lantaran Makam Sunan Langgar.
Ceritanya, suatau ketika ada salah satu warga Desa Langgar yang mengambil daun jati di area makam. Sepulangnya dari makam, ia mendadak pingsan dalam waktu yang cukup lama. Ketika bangun, tiba-tiba ia ketakutan setengah mati. Ia juga menceracau, berkali-kali mengaku menyesal atas perbuatannya yang mengambil daun jati di makam tanpa izin (kepada penghuni makam) terlebih dulu. Tak hanya itu, setelah kejadian itu pun kepribadiannya berubah jadi sedikit lebih santun, tidak seperti sebelum-sebelumnya.
“Tapi sampai saat ini masih nggak ada yang tahu, waktu pingsan itu dia didatangi siapa dan dibilangin apa. Orangnya nggak pernah mau cerita,” ucap Najih.
Cerita lain saya dapatkan dari Mundari (50) yang bukan merupakan warga Desa Langgar. Ia merupakan warga Desa Manggar, berjarak kurang dari 10 menitan dari Desa Langgar.
Kepada saya ia mengaku, pada tahun 2018 silam, suatu sore ia dan istrinya sowan ke Makam Sunan Langgar hanya untuk berziarah. Sambil membacakan tahlil dan doa untuk ibunya yang baru saja meninggal tiga bulan sebelumnya. Tak ada niat lain.
Ketika ia beranjak keluar dari makam, ia merasa seperti ada tangan yang menggerayangi saku kemejanya. Ia pun terhenyak. Ia mengira itu adalah tangan istrinya, tapi sang istri mengaku tidak melakukan hal tersebut dan tidak melihat ada orang lain selain mereka berdua di makam sore itu.
Setiba di rumah, barulah Mundari tahu kalau di dalam saku kemejanya ternyata ada buku Yasin berukuran kecil dengan kertas yang sudah sedikit kusam.
“Niatnya Yasin itu mau aku kembalikan ke makam esok harinya. Karena waktu itu aku sampai rumah juga sudah malam, nggak berani kalau malam-malam balik ke makam. Eh ternyata malam itu aku mimpi ditemuin sesosok orang, ada lah pokoknya. Ya intinya aku diminta mengamalkan Yasin itu,” tutur Mundari.
“Aku sendiri nggak tahu harus diamalkan seperti apa. Tapi sejak saat itu aku usahakan istiqomah baca Yasin dengan buku itu tiap bakda Magrib dan bakda Subuh,” tambahnya.
Saat saya tanya mengenai efek yang ia rasakan setelah istiqomah mengamalkan membaca Yasin itu, Mundari tersenyum sesaat untuk kemudian menjawab, “Kalau soal itu, cukup aku dan keluargaku saja yang tahu dan merasakan.”
Penulis: Muchammad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono